|
|
![]()
|
33. Bagaimana anda akan bereaksi terhadap fundamentalisme
alkitabiah ini?
JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Itu merupakan persoalan yang
sangat luas. Saya hanya bisa memberikan usul-usul secara
garis besar saja.
1. Jangan menyia-nyiakan waktu untuk berdebat tentang
kutipan Kitab Suci tertentu dengan para fundamentalis.
Persoalannya jauh lebih besar, menyangkut persoalan
pandangan menyeluruh atas agama, kekristenan dan sifat Kitab
Suci;
2. Jangan menyerang para fundamentalis seakan mereka itu
bodoh atau dungu. Sering sikap mereka yang demikian adalah
bentuk usaha untuk mempertahankan diri terhadap orang-orang
yang berpandangan kelewat pandai. Mereka ingin
mempertahankan iman mereka kepada Tuhan, dan bagi mereka
itulah satu-satunya jalan. Bisa saja terjadi bahwa mereka
itu adalah orang-orang yang tahu banyak tentang arkeologi
dan bahasa Kitab Suci. Mereka akan mengembangkan argumen
apologetik untuk menentang setiap pendapat yang bukan
harafiah. Misalnya saja teori evolusi. Kalau ia tidak
sependapat, ia dapat berargumen bahwa Tuhan telah
menciptakan dunia dengan fosil-fosil didalamnya. Karena itu
fosil sebagai bukti evolusi dengan sendirinya tidak berlaku.
3. Kalau anda bertemu dengan seorang fundamentalis yang
teguh, berhati-hatilah dalam usaha mentobatkan mereka dari
fundamentalisme. Kalau tidak, hasilnya akan mengecewakan.
Bukannya akan menjadikan mereka kembali setia kepada
pandangan Kristen, tetapi malah kehilangan iman Kristen.
Tujuan yang lebih penting ialah bukannya menghancurkan
fundamentalisme, melainkan menawarkan kepada mereka yang
belum tenggelam dalam fundamentalisme, iman yang lebih kaya
dan penjelasan Kitab Suci yang lebih memadai.
4. Langkah kunci kita adalah menampilkan Kitab Suci secara
cerdik dan tidak harafiah dalam media massa, gereja-gereja
atau kursus-kursus Kitab Suci. Kalau orang ingin tahu
tentang Kitab Suci dan kepadanya hanya ditawarkan cara
fundamentalistis, maka dengan sendirinya orang itu akan
menjadi fundamentalis. Saya tidak perduli betapa kaya
liturgi, betapa kokoh katekisasi atau betapa hebat devosi
pribadi, tetapi kalau Kitab Suci dilupakan, keadaan itu akan
tetap berbahaya. Bahaya itu bukan hanya berlaku di dunia
Amerika Serikat tempat Kitab Suci adalah 'lingua franca'
agama. Bahaya itu juga berlaku pada tingkat pribadi karena
Kitab Suci senantiasa memiliki daya pikat kuat yang tidak
bisa dilawan dan tidak seharusnya diganti.
5. Dari satu pihak Gereja Katolik memang kekurangan imam,
dan pada umumnya imam-imam yang ada bukanlah ahli Kitab
Suci. Dari lain pihak ada pangsa besar dari kalangan umat
harus dipenuhi. Karena itu perlu adanya orang-orang yang
terdidik untuk memenuhi keperluan akan pandangan dasar awal
perihal Kitab Suci. Jika sebagai Gereja kita menganggap hal
itu suatu persoalan serius, maka mestinya kita mengerahkan
usaha untuk menyediakan pemimpin-pemimpin Katolik yang mahir
dalam Kitab suci. Hal itu pasti bisa mencegah banyak orang
menjadi fundamentalis. Sayang bahwa menurut saya Gereja
belum begitu menyadari hal itu. Kita begitu sadar akan
tantangan liberalisme dan sekularisme, tantangan dari
kelompok kanan belum terlalu kita pikirkan.
6. Bahaya ini bukan hanya melanda Gereja Katolik saja.
Mengherankan bahwa di antara gereja-gereja utama Protestan
dan pihak Gereja Katolik tidak ada kerjasama dalam kerasulan
Kitab Suci. Ketakutan akan kehilangan ajaran Katolik kalau
bekerja sama dengan orang Protestan terlalu
dibesar-besarkan. Tentu saja kalau usaha kerjasama ini
didukung oleh banyak gereja, maka dengan sendirinya yang
akan ditekankan juga hal yang bisa diterima oleh semua
gereja.
7. Ada unsur-unsur pendukung yang menjadikan
fundamentalisme menarik. Para fundamentalis pada umumnya
mempunyai rasa persaudaraan yang kuat. Mereka penuh
perhatian kepada orang-orang yang tergabung dalam kelompok
atau Gereja mereka. Sedangkan di pihak Katolik hal itu
hampir langka. Paroki-parokinya besar dan liturginya sendiri
dihadiri terlalu banyak orang. Kita perlu memperkecil
wilayah paroki-paroki itu. Dengan begitu rasa persaudaraan
yang tampak kuat di kalangan para fundamentalis juga bisa
dialami oleh umat kita.
8. Para fundamentalis sering memperlihatkan cinta Yesus
yang hidup. Orang Katolik pernah memiliki hal itu yaitu
melalui devosi populer. Barangkali beberapa dari kebiasaan
itu sudah hilang dari liturgi kita, yang kurang
memperhatikan aspek emosi. Walaupun demikian cinta Yesus
tetap merupakan daya tarik kuat dalam kekristenan, kalau
orang pernah mengalami cinta itu dan merasa dikuasainya,
maka apapun akan terasa ringan baginya. Tidak ada alasan
mengapa cinta itu tidak bisa diwartakan oleh Gereja-gereja.
Bukankah sabda Yesus pada Yoh 21 ditujukan kepada Petrus dan
bukan kepada para fundamentalis, "Apakah engkau mengasihi
aku?" Kalau tuntutan seperti yang diajukan Kristus kita
sampaikan kepada para calon imam dan pengkotbah, niscaya
kita bisa menandingi para fundamentalis dalam meyakinkan
orang bahwa baik karya maupun iman jika tanpa cinta Yesus
tidak pernah menjadi gambaran Kristen yang utuh.
----------------------------------
101 Tanya-Jawab Tentang Kitab Suci
Raymond E. Brown, S.S.
Cetakan kedua: 1995
Penerbit Kanisius
Jln. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telp.(0274) 588783, 565996, Fax.(0274) 563349
Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011
ISBN 979-497-261-4
| |
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |