|
|
![]()
|
71. Tetapi apakah pengetahuan-Nya tidak berkembang?
Masih manusiawikah Ia seandainya Ia tahu siapa diriNya
sepanjang hidup-Nya?
JAWABAN RAYMOND E. BROWN, S.S.: Saya akan mulai dari bagian
kedua pertanyaan itu. Anda dan saya adalah manusia. Pada
saat mana dari pengalaman kita, kita menyadari bahwa kita
manusia dan apa artinya itu? Dalam arti tertentu, bukankah
kita tahu bahwa kita manusia sejak kita bisa berpikir? Pada
saat itu mungkin kita belum tahu seluruh persoalan mengenai
manusia, dan kita pasti belum mempunyai perhendaharaan kata
untuk mengungkapkan hal itu. Pada kenyataannya menemukan
definisi tentang arti menjadi manusia merupakan suatu proses
yang sangat sulit. Toh kita tahu bahwa kita manusia.
Secara analog, bolehkah orang menerapkan sesuatu yang kurang
lebih sama pada Yesus, yang kita percayai sebagai
sungguh-sungguh ilahi dan sungguh manusiawi? Mengapa orang
Kristen tidak berpikir, bahwa Ia mengetahui siapa diri-Nya
sejak saat Ia mampu mengekspresikan keberadaan-Nya yang
ilahi, sejak saat pikiran manusiawinya berfungsi? Itu tidak
berarti bahwa Ia mampu mengekspresikan keberadaan-Nya yang
ilahi dengan ungkapan-ungkapan manusiawi. Itu sebabnya dalam
pertanyaan sebelumnya saya agak hati-hati mengenai
terminologi. Kita dapat mengetahui bahwa diri kita manusia
tanpa sanggup menemukan bahasa yang tepat untuk
mengekspresikan hal itu. Yesus dapat mengetahui bahwa
diri-Nya ilahi tanpa bisa mengungkapkannya secara manusiawi.
Saya kira hal itu dapat menjelaskan mengapa Kristologi dalam
ketiga Injil pertama terasa amat implisit. Maksudnya bukan
kristologi yang dengan istilah-istilah memberi tahu siapa
Yesus itu. Di sana kita hanya menemukan siapa Yesus dengan
mendengarkan apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu
dikatakan. Dengan mengamat-amati apa yang dikerjakan dan
dengan kekuatan serta wewenang siapa Ia melakukan hal itu.
Mari kita beralih ke bagian pertama pertanyaan anda, yang me
nyangkut ke manusiaan-Nya, yang secara bertahap berkembang
dalam pengetahuan. Seandainya Yesus pada waktu hidup-Nya
tahu siapa diri-Nya, mengapa pengetahuan tentang jati diri
ilahi-Nya menghalangi perkembangan pengertian-Nya, bagaimana
jati diri tersebut berinteraksi dengan kehidupan manusiawi,
dimana pengembangan, pengalaman, kejadian dalam pelayanan,
dan kemudian kematian, dapat mengembangkan pemahaman-Nya
mengenai keadaan manusia? Orang dapat menduga adanya
perkembangan tersebut dalam perjuangan-Nya di Getsemani.
Yesus yang sebelumnya menuntut para murid-Nya (Mrk 10: 38),
supaya minum piala yang akan Ia minum, sekarang, dalam
menghadapi kematian, meminta kepada Bapa-Nya, bilamana
mungkin, supaya piala itu berlalu dari pada-Nya. Orang dapat
memberi alasan bahwa itu termasuk suatu perjuangan batin
sebagai Putra Allah bergulat dengan pengalaman manusiawi
akan penderitaan dan kematian. Tetapi kita menduga-duga itu,
dan kita bertolak dari analogi pengalaman manusiawi kita.
Tidak seorangpun mengetahui kedalaman misteri inkarnasi dan
akibatnya bagi Yesus secara batiniah. Injil ditulis untuk
mengatakan kepada kita apa yang seharusnya kita ketahui
mengenai Yesus, bukan apa yang dipahami Yesus tentang
diri-Nya sendiri.
----------------------------------
101 Tanya-Jawab Tentang Kitab Suci
Raymond E. Brown, S.S.
Cetakan kedua: 1995
Penerbit Kanisius
Jln. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281
Telp.(0274) 588783, 565996, Fax.(0274) 563349
Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011
ISBN 979-497-261-4
| |
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |