|
Bab II. Dari Yerusalem ke Atena Perkembangan
Kristologi Pada Generasi Kristen Pertama
Setelah Yesus, orang Nazareth, hilang dari panggung
sejarah mulailah berkembang sesuatu yang boleh diistilahkan
sebagai "kristologi." Mereka yang dahulu menjadi pengikut
Yesus mulai memikirkan, mengkonsepsualkan dan membahasakan
Yesus dan pengalaman mereka dengan Yesus. Lama-kelamaan
mereka menebak "teka-teki" yang ditinggalkan Yesus, semakin
memahami dan menangkap relevansi Yesus bagi manusia,
kedudukan dan peranan-Nya dalam tata penyelamatan Allah.
Sama seperti Yesus dahulu, pengikut-pengikut-Nya tetap yakin
tentang Allah dan kesetiaan-Nya. Maka kedudukan dan peranan
Yesus dalam hubungan manusia dengan Allah langkah demi
langkah dapat dijernihkan.
1. Titik tolak kristologi: pengalaman
paska
Setelah Yesus dieksekusi, terjadi sesuatu yang lain lagi
yang bersangkutan dengan Yesus tetapi dialami mereka yang
dahulu mengikuti-Nya. Tidak dapat diragukan - seluruh
Perjanjian Baru adalah buktinya - bahwa beberapa waktu
setelah Yesus hilang, muncul sekelompok orang yang mengakui
dirinya sebagai pengikut Yesus (Kis 24:5,14; 11:26) dan
mengatakan bahwa Yesus sebenarnya hidup, tetap berarti,
bermakna dan relevan bagi manusia.
Maka antara kematian Yesus dan tampilnya kelompok itu
mesti terjadi sesuatu, suatu pengalaman yang meyakinkan
mereka bahwa Yesus masih juga berpengaruh bagi mereka. Ada
sejumlah orang - Paulus berkata tentang paling sedikit 500
orang (bandingkan dengan 1Kor 15:6) - yang mendapat
pengalaman yang meyakinkan mereka bahwa Yesus yang tadinya
mati di salib masih juga hidup dan aktif, sebagaimana
dialami mereka sendiri. Dan dalam alam pikiran Yahudi hal
itu hanyalah mungkin bila Yesus oleh Allah dibangkitkan dari
antara orang mati. Tetapi sekaligus ada perubahan juga.
Yesus yang dibangkitkan termasuk suatu dunia lain daripada
dunia seperti dapat diamati dengan pancaindera manusia.
Sebab, di satu pihak Yesus dialami sebagai hidup, karena
pengaruh-Nya sungguh terasa. Di lain pihak Yesus toh tidak
kembali kepada keadaan-Nya dahulu di dunia ini, ialah dunia
mereka yang mengalami Yesus. Yesus ternyata hidup, tetapi
tidak seperti dahulu. Ia dialami, tetapi tidak diamati
seperti dahulu. Manusia di dunia ini tidak dapat mengalami
sesuatu atau seseorang, kalau tidak ada unsur inderawi dan
jasmani, tetapi Yesus yang dialami toh tidak "jasmani"
seperti dahulu (1Kor 15:45, 47, 49).
Apa yang persis terjadi memang sukar diketahui orang yang
tidak langsung mendapat pengalaman itu. Dikatakan, bahwa
"Yesus tampak oleh mereka" (1Kor 15:5; Luk 24:34; Kis
13:31). Istilah itu dalam bahasa Yunani suka dipakai
sehubungan dengan Allah (Kis 7:2), malaikat (Luk 1:11; Mat
17:3) atau dewa-dewi yang "tampak." Dengan demikian, belum
juga jelas apa yang persis dimaksud dengan ungkapan "Yesus
tampak." Hanya mereka yang mendapat pengalaman itu yakin
bahwa sungguh-sungguh Yesus yang tadinya mati dengan cara
demikian "tampak." Dan kalau demikian, Ia "dibangkitkan"
dari keadaan "mati." Sebab "mati" justru berarti bahwa tidak
ada relasi yang dapat dihayati.
Pengalaman itu pun dihubungkan dengan apa yang
diistilahkan sebagai "Roh Kudus" (Yoh 16:7-11; 20:19-23;
IPtr 1:12). Roh Kudus merupakan suatu gagasan dari tradisi
Yahudi yang mengungkapkan bahwa Allah berkarya di dunia ini,
suatu daya kekuatan atau pengaruh dari Allah yang hidup.
Dalam tradisi Yahudi "Roh Kudus" diharapkan untuk zaman
terakhir (Yl 2:28-29), zaman keselamatan. Daya kekuatan
Allah secara khusus akan menjadi nyata. Para bekas murid
Yesus mengartikan pengalaman barunya setelah Yesus mati
sebagai pengalaman Roh Kudus, pengalaman akan zaman
keselamatan terakhir (Kis 2:1-4, 14-32). Tetapi mereka
menghubungkan "Roh Kudus" itu dengan Yesus (Kis 2:33), yang
justru dengan cara itu menyatakan bahwa masih juga "hidup"
dan karena itu dibangkitkan (Rm 8:11; 1:4). Malah boleh
dikatakan bahwa pengalaman akan apa yang dipahami sebagai
"Roh Kudus" menjadi awal segala sesuatu (1Kor 12:3). Tetapi
juga jelas bahwa Roh Kudus yang dialami itu dialami sebagai
berasal dari Allah melalui Yesus (Luk 4:18; Tit 3:6; Rm 8:9;
Gal 4:6).
Tentu saja sukar sekali menentukan lebih lanjut apa yang
sesungguhnya terjadi. Dalam keempat Injil dan Kis tercantum
sejumlah ceritera mengenai Yesus yang "tampak" oleh sejumlah
orang. Dalam 1Kor 15:5-8 terdapat sebuah tradisi yang sudah
ada waktu Paulus memberitakan Injil di kota Korintus. Boleh
diduga tradisi itu sudah ada sekitar tahun 40 Mas, jadi l.k.
sepuluh tahun setelah Yesus tersalib. Tradisi itu menyajikan
semacam daftar orang yang mendapat pengalaman paska, yang
olehnya Yesus yang tadinya mati "tampak" sebagai hidup.
Paulus menyamakan pengalamannya sendiri dengan pengalaman
orang lain itu. Dan tentang pengalamannya itu Paulus
memberikan laporan dalam Gal 1:16. Berita Paulus itu memang
cukup kabur juga. Tetapi cukup jelas bahwa ada suatu
pengalaman pribadi yang tidak direncanakan atau dicari. Dan
objek pengalaman pribadi itu ialah Yesus, yang memang hidup
namun tidak hidup di dunia kita ini. Ia kan dialami,
disingkapkan sebagai "Anak Allah," bukan sebagai "Yesus
orang Nazareth." Meskipun tidak perlu demikian, boleh diduga
bahwa pengalaman orang-orang lain (1Kor 15:6 malah berkata
tentang lima ratus orang sekaligus) mirip dengan pengalaman
Paulus, yang menurut 1Kor 9:1 "melihat Yesus, Tuhan kita."
Ceritera-ceritera tentang Yesus yang tampak seperti
tercantum dalam keempat Injil dan Kis tidak boleh dinilai
sebagai suatu laporan. Ceritera-ceritera itu agak simpang
siur dan tidak meliputi semua orang yang terdaftar dalam
1Kor 15:3-8. Ceritera-ceritera yang kadang-kadang tampaknya
amat "materialistis" (bandingkan dengan Luk 24:37-43; Yoh
20:20, 27; 21:13; Kis 1:4) selalu memuat unsur-unsur yang
memperlihatkan bahwa Yesus tidak "dilihat" sebagai salah
satu "objek" di samping objek-objek lain yang bisa diamati
dengan pancaindera. Ia kan dilihat tapi tidak segera
"dikenal" oleh orang yang dahulu akrab bergaul dengan-Nya
(Yoh 20:15; Luk 24:16). Ia bisa berjalan-jalan dengan orang
entah berapa jauh, tetapi tidak dikenal kembali. Ia sendiri
mesti "membuka mata orang" (Luk 24:16.31). Yesus begitu saja
bisa menembus pintu-pintu yang terkunci (Yoh 20:19, 26) dan
tiba-tiba hilang lenyap (Luk 24:31). Dan dalam Kis 10:41 di
tegaskan bahwa Yesus hanya bisa tampak oleh mereka yang
ditentukan Allah. Maka ceritera-ceritera itu ternyata hanya
sebuah sarana yang dipakai umat untuk mewartakan Yesus dan
mengungkapkan keyakinannya bahwa Yesus yang tadinya mati di
salib masih juga hidup, relevan dan berarti bagi manusia.
Baiklah dibandingkan apa yang dikatakan Paulus sendiri
tentang pengalamannya (Gal 1:16) dan bagaimana pengalaman
itu diceritakan dalam Kis 9:3-9; 22:6-16; 26:12-18.
Pengalaman paska dalam Roh Kudus itu menjadi titik tolak
seluruh refleksi umat purba mengenai Yesus, hal ihwal,
kedudukan dan peranan-Nya dalam tata penyelamatan Allah.
Refleksi itu ditangkap secara konsepsual dan diungkapkan
dalam bahasa mereka sendiri. Dan itulah namanya
"kristologi/soteriologi." Pengalaman paska mencetuskan
kristologi itu. Selagi Yesus hidup tentu saja sudah mulai
dipikirkan juga, tetapi pemikiran itu tidak menjadi mantap.
Sebab Yesus terlebih suatu problem, suatu teka-teki yang tak
tertebak. Dan selebihnya: Yesus selagi hidup belum "selesai"
(Luk 13:32; Yoh 19:30), sehingga belum dapat secara bulat
dipahami dan diungkapkan. Kematian Yesus, pengalaman-Nya
yang terakhir, termasuk ke dalam eksistensi-Nya dan turut
membentuk diri Yesus, turut menentukan kedudukan dan
peranan-Nya. Dan apa yang masih terjadi dengan Yesus sesudah
itu dan yang diistilahkan sebagai "kebangkitan" menjadi
unsur yang mutlak perlu bagi pemahaman tentang Yesus. Boleh
ditanyakan apakah peristiwa "paska" sendiri masih "menambah"
sesuatu pada diri Yesus sendiri. Tentu saja kejadian itu
menyangkut Yesus sendiri dan mempunyai makna kristologis.
Peristiwa itu pun "membenarkan" seluruh eksistensi Yesus.
Tapi "isi" baru agaknya tidak ada. Di salib itu Yesus
seluruhnya selesai, seluruhnya terbentuk. situasi Yesus
berubah, tapi situasi baru itu mengenai Yesus yang lama.
Dari segi itu tidak ada tambahan. Tetapi kematian Yesus
membentuk dan menyelesaikan Yesus. Maka sebelum kematian-Nya
paling-paling bisa berkembang semacam "Yesuologi," tetapi
suatu "kristologi" belum juga mungkin.
Pengalaman paska pertama-tama meyakinkan sejumlah orang
bekas pengikut Yesus (tetapi rupanya belum semua juga,
bandingkan dengan Mat 28:17), bahwa Allah "membenarkan"
Yesus (1Tim 3:16). Yesus dahulu bukanlah seorang durhaka,
penjahat, penipu yang pantas disalibkan. Yesus ternyata
mempunyai hubungan akrab dan malah tunggal dengan Allah,
sebab sebelumnya belum pernah seseorang dibangkitkan oleh
Allah. Dalam tradisi Yahudi memang ada orang yang diangkat
oleh Allah, seperti Henokh dan Elia (Kej 5:22; 2Raj 2:11).
Dalam tradisi Yahudi (1Raj 17:22; 2Raj 4:35) dan malah dalam
tradisi Injil (Mrk 5:42; Luk 7:15) ada orang mati yang
dihidupkan kembali. Tetapi "membangkitkan orang" tidak sama
dengan "menghidupkan kembali" orang, yang kemudian
meneruskan hidupnya di dunia. Hanya Yesuslah yang
"dibangkitkan Allah" dan secara unik dibenarkan oleh-Nya
(Yoh 16:10).
Dan sekaligus pengalaman paska itu meyakinkan bekas
pengikut Yesus bahwa Yesus dalam pewartaan dan tindakan-Nya
dahulu tidaklah keliru. Yesus mewartakan Kerajaan Allah yang
sudah dekat, sudah mulai mewujudkan diri justru dalam
pewartaan dan tindakan Yesus. Allah seperti diwartakan dan
diperagakan Yesus benar-benar Allah seadanya. Allah sejati
bukanlah buah khayal dan mimpi Yesus sendiri. Dengan
demikian pengalaman paska menyingkapkan selubung dari
kehidupan dan diri Yesus dahulu. Dan kehidupan Yesus, yang
dahulu sebuah teka-teki kini menjadi lebih jelas, dapat
dipahami. Apa yang tersembunyi dalam Yesus dan hidup-Nya
dahulu kini menjadi nyata. Atas dasar pengalaman paska
seluruh kehidupan Yesus dapat ditinjau kembali di bawah
sorotan tindakan Allah yang terakhir, ialah: membangkitkan
Yesus dari antara orang mati.
|