Sudah tiba waktunya sekarang kita ringkaskan diskusi kita
selama pasal ini:
1. Ditekankannya Alkitab sebagai sumber
keterangan tentang peristiwa-peristiwa sepintas lalu
nampaknya berbeda sekali dengan ditekankannya Alkitab
sebagai bahan mitos atau bahan kesusasteraan. Namun akhirnya
nampak bahwa kedua pendekatan itu mempunyai lebih banyak
kesamaan dari pada yang diduga semula.
2. Bilamana Alkitab dihargai sebagai sumber keterangan,
yang dihargai sebenarnya ialah keterangan tentang
teologia-teologia yang dianut oleh pengarang-pengarang
Alkitab, bukan hanya keterangan-keterangan tentang
peristiwa-peristiwa. Gerakan neo-orthodox banyak memakai
argumentasi yang bertolak dari peristiwa-peristiwa, tetapi
pokok perhatiannya yang sebenarnya adalah kepada
kenormatifan teologia-teologia yang terkandung dalam
Alkitab.
3. Argumentasi yang bertolak dari peristiwa-peristiwa itu
tidak mencukupi, baik untuk menegakkan kewibawaan Alkitab,
maupun untuk mempertahankan status Kitab Suci yang terdiri
dari 66 kitab itu, sebagai standard yang unik dan mutlak.
(Argumentasi yang demikian dapat dipakai untuk membuktikan
sahnya salah satu Kredo; atau dapat berlaku juga untuk
mensahkan penafsiran-penafsiran lain (penafsiran-penafsiran
non-Alkitabiah) --entah yang sudah diajukan atau yang
mungkin dapat diajukan, entah tertulis atau lisan-- mengenai
peristiwa-peristiwa itu).