Kumpulan Berita Kemanusiaan

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

	Senin, 21 Februari 2000 
 
	Amnesti Internasional tentang Kasus Aborigin: 
	John Howard Hipokrit
 
	Sydney, Minggu
 
	Perdana Menteri Australia John Howard dinilai sudah sampai
	pada batas hipokrit. Terutama setelah ia menempatkan Australia
	pada posisi menentang keras kasus pelanggaran hak asasi
	manusia (HAM) di Timor Timur (Timtim) dan menolak melaksanakan
	kewajiban melindungi HAM dalam Mandatory Law.
 
	Ungkapan pedas itu disampaikan kelompok pembela HAM, Amnesti
	Internasional, di Sydney, Australia, Minggu (20/2). Hal itu
	penting, karena penegakan Mandatory Law itu memungkinkan
	memenjarakan setiap orang, termasuk anak-anak, meski untuk
	kesalahan yang tidak seberapa besar.
 
	Kepala Bidang Politik (Kabidpol) KBRI di Australia, Nadjib
	Riphat Kesoema yang dihubungi Kompas semalam menjelaskan, pada
	prinsipnya Mandatory Law tersebut merupakan penegakan
	pelaksanaan hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum yang
	diartikan sebagai memberikan hukuman kepada siapa pun yang
	melanggar, meskipun pelanggaran itu hanya dalam skala kecil.
 
	Penegakan itu sendiri telah membuat Australia, tepatnya
	wilayah Northern Territory (NT), memenjarakan dua bocah
	Aborigin berumur 15 tahun selama satu tahun, hanya karena
	mencuri pensil, buku, dan sekaleng biskuit. Kasus itu mencuat
	dan mendominasi pemberitaan di Australia, setelah Johnno
	Warramarrba, satu di antara mereka, bunuh diri di penjara.
 
	Satu lagi
 
	Setelah kedua bocah itu, Kamis lalu, negara bagian NT kembali
	memenjarakan warga Aborigin, Jamie Wurramara (22). Ia dituduh
	mencuri sekaleng biskuit seharga 23 dollar Australia.
	Pencurian yang dilakukan pada Natal 1998 itu membuahkan 27
	bulan penjara bagi Jamie. Pemenjaraan Jamie dilakukan, enam
	hari setelah Johnno bunuh diri, dan dua hari sebelum kehadiran
	Sekjen PBB Kofi Annan ke wilayah NT. Kejadian itu juga membuat
	seluruh tokoh Aborigin turun ke jalan, berdemonstrasi menuntut
	Pemerintah Australia mencabut UU atau Mandataroy Law tersebut.
 
	Oleh karena itu, PBB pun berkeinginan mengajukan masalah itu,
	saat Sekjen Kofi Annan bertemu PM John Howard. Namun, belum
	diperoleh kepastian tentang kemungkinan Sekjen Kofi Annan
	mengangkat pelaksanaan Mandatory Law di wilayah Northern
	Territory dan Austra-lia barat, dalam pertemuan dua hari
	dengan Howard.
 
	Hari Jumat (23/2) Howard secara keras meminta Kofi Annan tidak
	ikut campur dalam urusan penegakan HAM di Australia. Ia
	mengatakan, Australia akan membuat penilaian moral sendiri dan
	tidak perlu diberitahu apa yang harus dilakukan oleh orang
	lain. Senator Green Bob Brown mengatakan, Howard akan mendapat
	kritikan dari seluruh dunia karena sikapnya itu.
 
	"Sangat tidak logis bila pemerintah mengira bisa memimpin
	dunia dalam globalisasi perdagangan, tetapi mundur ke belakang
	dalam pelaksanaan HAM," tegas Brown. Ditegaskan pula, Howard
	pun tidak akan bisa melindungi Australia dari penilaian
	internasional, atau menggunakan haknya untuk menilai hal-hal
	seperti kasus uji nuklir Perancis, Papua Nugini (PNG), atau
	kemerdekaan Timtim.
 
	Sumber-sumber Kompas di Australia menambahkan, masalah
	Aborigin bukan hal baru bagi Australia. Selama ini banyak
	perlakuan yang bisa mengarah pada tekanan dari Australia
	kepada suku Aborigin tersebut. Misalnya, mereka diberi peluang
	dan kesempatan kerja yang sama, tetapi dengan syarat yang
	sangat tinggi sehingga membuat suku tersebut tidak mampu
	memenuhi kriteria.
 
	Misalnya, kriteria keterampilan. Meski warga Aborigin sangat
	piawai dan terampil dalam membuat ornamen tradisional, namun
	kenyataannya, hanya ornamen tradisional karya kaum kulit putih
	yang menghiasi pasar-pasar di Darwin. Nama Aborigin tinggal
	menjadi hiasan, daya tarik, dan daya jual.
 
	Akibatnya, banyak warga Aborigin yang tidak bekerja dan hanya
	mengandalkan hidup dari bantuan pemerintah. Selama ini
	Pemerintah Australia memberikan tunjangan sosial sebesar 140
	dollar Australia per minggu kepada setiap warga Aborigin
	dewasa. Mereka juga diberi rumah yang sedikit layak, tetapi
	tetap di dalam pagar. Juga, warga Aborigin hanya memiliki satu
	perwakilan di Senat, yaitu Aden Ridgeway. Namun, konon Aden
	bukan Aborigin tulen, melainkan sudah campuran. (AFP/Reuters/
	Sydney Morning Herald/The Australian/rie)
 
	http://www.kompas.com/kompas-cetak/0002/21/LN/john03.htm
 
	(berita sejenis: 1, 2, 3, karikatur)

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team