|
13. Perdebatan antara Hudhud dan
Burung-Burung
Kemudian segala burung, satu demi satu, menyatakan
alasan-alasan yang tak bijak. Kalau tak kuulangi semua itu,
maafkan aku, pembaca, sebab akan kelewat panjang. Tetapi
bagaimana dapat burung-burung demikian berharap akan
mengebat Simurgh pada cakar mereka? Maka
Hudhud pun melanjutkan bicaranya:
"Ia yang memilih Simurgh bagi hidupnya sendiri
harus melawan dirinya sendiri dengan berani. Jika urat
tembolokmu tak dapat mencerna sebutir gandum pun, bagaimana
kau akan ikut serta dalam pesta sang Simurgh? Bila
kau ragu-ragu dengan seteguk anggur, bagaimana kau akan
minum sepiala besar, o bayangkara raja? Jika kau tak
memiliki tenaga sebutir zarrah, bagaimana kau akan menemukan
khazanah surya? Jika kau dapat terbenam dalam setetes air,
bagaimana kau akan dapat meninggalkan dasar laut ke puncak
langit? Ini bukan wangian biasa; dan bukan pula tugas bagi
dia yang tak bermuka bersih."
Setelah burung-burung merenungkan pembicaraan itu, mereka
pun berkata lagi pada Hudhud, "Telah kaupikul sendiri
tugas menunjukkan jalan pada kami, kau yang terbaik dan
terkuat di antara burung-burung. Tetapi kami lemah, tanpa
bulu halus maupun lar, sehingga bagaimana kami akan dapat
pada akhirnya sampai ke hadapan Simurgh Yang Mulia?
Kalau kami sampai juga ke sana, tentulah suatu keajaiban.
Ceritakan pada kami tentang Wujud yang menakjubkan itu
dengan suatu tamsil, atau, karena sebuta ini keadaan kami,
kami tak akan mengerti samasekali rahasia ini. Jika ada
suatu pertalian antara Wujud ini dengan diri kami, tentulah
akan jauh lebih mudah terperikan bagi kami. Tetapi,
sebagaimana kita ketahui, ia mungkin dapat dibandingkan
dengan Sulaiman, dan kami dengan semut-semut yang
meminta-minta. Bagaimana dapat serangga di dasar sumur
memanjat naik ke tempat Simurgh yang besar? Akankah
kebangsawanan teruntuk bagi pengemis?"
Jawab Hudhud
Hudhud berkata, "O burung-burung yang tak
bercita-cita! Bagaimana cinta akan bersemi indah di hati
yang tak punya kepekaan rasa? Mengajukan pertanyaan seperti
ini, yang seakan memaafkan kalian, tak akan ada gunanya.
Siapa yang bercinta berangkat dengan mata terbuka ke arah
tujuannya seraya membuat hidupnya sebagai barang
permainan.
Ketika Simurgh mengejawantahkan dirinya di luar
tabir, gemilang bagai matahari, ia menimbulkan ribuan
bayang-bayang di bumi. Ketika ia melemparkan pandang pada
bayang-bayang ini, tampaklah di sana burung-burung begitu
banyaknya. Begitulah beragam jenis burung yang terlihat di
dunia ini hanyalah bayang-bayang Simurgh. Maka
ketahuilah, o burung-burung yang bodoh, bahwa setelah kalian
mengerti akan ini, kalian pun akan mengerti pula dengan
sungguh-sungguh pertalian kalian dengan Simurgh.
Renungkan rahasia ini, tetapi jangan singkapkan. Ia yang
memperoleh pengetahuan ini tenggelam dalam kemaharayaan
Simurgh, sungguhpun ia harus tak menganggap bahwa
dirinya Tuhan dalam hal itu.
Bila kalian menjadi seperti yang kukatakan itu, tidaklah
akan berarti bahwa kalian Tuhan, tetapi kalian akan terendam
dalam Tuhan. Adakah makhluk yang terendam demikian menjadi
berubah wujudnya? Bila kalian mengetahui bayang-bayang siapa
kalian ini, maka hidup atau mati tak akan menjadi soal bagi
kalian. Seandainya Simurgh tak hendak
mengejawantahkan dirinya, tentulah ia tak akan mengembangkan
bayangbayangnya; seandainya ia ingin tinggal tersembunyi,
tentulah bayang-bayangnya tak akan tampak di dunia ini.
Segala yang ditimbulkan oleh bayang-bayangnya menjadi tampak
di mata. Jika jiwa kalian tak serasi untuk melihat
Simurgh, tak akan pula hati kalian menjadi cermin
yang terang, yang serasi untuk memantulkan bayang-bayangnya.
Benar bahwa tiada mata yang mampu merenungi dan mengagumi
keindahannya, tiada pula itu bisa dimengerti dengan pikiran:
tiada yang dapat merasai Simurgh seperti ia merasai
keindahan dunia ini. Tetapi dengan kemurahannya yang
berlimpahan ia telah memberi kita sebuah cermin yang
memantulkan bayangannya sendiri, dan cermin ini ialah hati.
Tinjaulah ke dalam hati kalian, dan di sana kalian akan
melihat bayangannya."
Raja yang Mempesona
Adalah sekali seorang raja yang indah dan mempesona tiada
bertara. Fajar ialah sekilat dari wajahnya, Malaikat Jibril
pancaran wanginya, dan Kerajaan Keindahan ialah Quran
penyimpan rahasia-rahasianya. Seluruh dunia bergema dengan
kemasyhurannya, dan kasihnya terasa oleh setiap makhluk.
Bila ia berkendara di kota, diselubunginya wajahnya dengan
cadar merah tua; tetapi mereka yang hanya melihat cadarnya
saja akan kebingungan, dan mereka yang mengucapkan namanya
segera jadi kelu. Ribuan sudah yang mati karena
mencintainya; yang lain-lain mengorbankan hidupnya karena
yakin lebih baik segera mati ketimbang menempuh seratus
kehidupan yang panjang tapi terpisah daripadanya. Sungguh
mengagumkan! Mereka tak tahan berlama-lama di dekatnya,
tidak pula mereka dapat hidup tanpa dia. Tetapi, bagi mereka
yang tahan, ia akan memperlihatkan dirinya; mereka yang tak
tahan harus puas mendengar suaranya saja. Akibatnya, raja
itu memerintahkan agar dibuat sebuah cermin sehingga
wajahnya bisa dilihat secara tak langsung. Cermin itu
ditaruh di istananya, dan ia pun menghadap dan memandang ke
dalam cermin itu, sehingga semua dapat melihat
bayangannya.
Begitulah pula halnya dengan kalian. Jika kalian
mencintai sahabat kalian, ketahuilah bahwa hati kalian ialah
cennin, pandanglah dalam cermin itu raja kalian di
persemayamannya yang luhur. Segala yang tampak tak lain dari
bayang-bayang Simurgh yang penuh rahasia itu. Jika ia
telah menyingkapkan keindahannya pada kalian, maka kalian
pun akan mengenal keindahan itu kembali pada
bayang-bayangnya. Apakah ada tiga puluh burung
"Simurgh" atau empat puluh, kalian hanya akan melihat
bayang-bayangnya. Simurgh tak terpisah dari
bayang-bayangnya; memandang yang sebaliknya tidaklah benar;
yang satu dan yang lain bersama-sama ada. Carilah persatuan
kembali; atau lebih jelas, tinggalkan bayang-bayang itu,
maka kalian akan menemukan Kerahasiaan itu. Berkat nasib
baik, kalian akan melihat sang Surya dalam bayang-bayangnya;
tetapi bila kalian tersesat dalam bayang-bayang itu,
bagaimana kalian akan mencapai persatuan dengan
Simurgh?
Mahmud dan Ayaz
Ayaz kena ganggu pengaruh jahat, dan harus meninggalkan
istana Sultan Mahmud. Dalam putus asa ia pun jadi kehilangan
semangat dan berbaring di ranjangnya, menangis. Ketika
Mahmud mendengar ini, berkatalah ia pada salah seorang
abdinya, "Pergilah menemui Ayaz dan sampaikan kata-kataku
ini, 'Aku tahu bahwa kau sedih, tetapi aku juga dalam
keadaan demikian. Meskipun badanku jauh darimu, namun jiwaku
dekat. O kau yang mencintaiku, aku tak meninggalkanmu
sejenak pun. Pengaruh jahat sungguh telah merugikan dengan
mengganggu orang yang begitu menawan'." Tambahnya lagi pada
abdinya, "Pergilah segera, pergilah bagai api, pergilah
bagai air yang menyerbu, pergilah bagai kilat mendahului
guntur! "
Si abdi pun berangkatlah bagai angin dan sebentar pun
sampai ke tempat Ayaz. Tetapi didapatinya Sultan telah ada
di sana, duduk di muka hambanya. Dan gemetar si abdi pun
berkata dalam hatinya, "Malangnya mengabdi raja ini;
pastilah aku akan dibunuh hari ini." Kemudian sembahnya pada
Sultan, "Dapat hamba pastikan pada Tuanku bahwa hamba tidak
berhenti sejenak pun duduk-duduk atau berdiri; bagaimanakah
maka Tuanku sudah ada di sini lebih dulu dari hamba?
Percayakah Tuanku kepada hamba? Bila hamba telah berbuat
lalai, bagaimana pun hamba akui kesalahan hamba. "
"Kau bukan Mahram,"1
kata Mahmud, "maka bagaimana mungkin kau akan dapat pergi
seperti aku? Aku datang secara gaib. Ketika aku menanyakan
kabar Ayaz itu, jiwaku sudah bersama dia."
Catatan kaki:
1 Arti sebenarnya:
saudara dekat. Karena itu, di sini dapat diartikan: orang
yang akrab.
(sebelum, sesudah)
|