|
34. Ucapan Burung Kedelapan Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "Aku percaya
bahwa aku telah mendapatkan sendiri segala kesempurnaan yang
mungkin didapat, dan itu telah kudapatkan dengan berbagai
laku pertarakan yang pedih. Karena di sini telah kudapatkan
hasil yang ku inginkan, sulitlah bagiku untuk pergi ke
tempat yang kau sebutkan itu. Pernahkah kau tahu orang
meninggalkan harta kekayaan untuk pergi dengan susah payah
mengelana melalui gunung-gunung, dalam rimba raya, dan
melintasi tanah-tanah datar?"
Hudhud menjawab, "O makhluk yang bagai setan, penuh
kesombongan dan kebanggaan diri! Kau yang tenggelam dalam
nafsu mementingkan diri! Kau yang begitu tak suka berbuat!
Kau telah terbujuk oleh angan-anganmu dan kau kini jauh dari
perkara-perkara ilahiat. Tubuh nafsu telah mengalahkan
jiwamu; setan telah mencuri otakmu. Kebanggaan telah
menguasai dirimu. Bahaya yang kau kira telah kau dapatkan di
Jalan Ruhani hanyalah nyala yang mengerdip. Seleramu akan
hal-hal yang luhur hanya khayali. Jangan biarkan dirimu
terbujuk oleh gemerlap yang kaulihat. Selama tubuh nafsumu
menentangmu, hati-hatilah. Kau harus melawan musuh ini,
dengan pedang di tangan. Bila cahaya palsu menampakkan
dirinya dari tubuh nafsumu kau harus memandangnya sebagai
sengatan kalajengking, untuk itu harus kau pergunakan
penawar bisa. Janganlah putus asa karena kegelapan jalan
yang akan kutunjukkan padamu dan karena cahaya yang akan kau
lihat di sana tak akan membuat kau merasa menjadi sahabat
surya. Selama kau, o sayangku, terus berada dalam
ketakaburan hidup, maka telaahmu pada kitab-kitab dan
usahamu yang tak seberapa itu tak akan berharga sekeping
obol pun. Hanya bila kau meninggalkan kebanggaan dan
kesombongan ini, kau akan dapat meninggalkan hidup lahiriah
tanpa sesal. Selama kau masih tetap pada kesombongan dan
kebanggaan diri dan pada perkara-perkara kehidupan lahiriah,
seratus panah kepedihan akan menusukmu dari segala
arah."
Syaikh Abubakar dari Nisyapur
Syaikh itu keluar pada suatu hari dari permukimannya
beserta para pengikutnya, mengendarai khimarnya, sementara
para pengikutnya mengiringinya dengan berjalan kaki.
Tiba-tiba khimar itu kentut keras sekali, dan mendengar itu
syaikh pun berteriak dan mengoyak-koyak khirkanya. Para
pengikutnya memandangnya dengan heran, dan salah seorang
bertanya mengapa ia berbuat demikian, Kata syaikh itu,
"Ketika aku menoleh dan melihat betapa banyak para
pengikutku"aku pun berpikir dalam hati, Kini
benar-benar aku sama dengan Bayazid. Hari ini aku diiringkan
para pengikutku yang banyak dan paling tekun; maka kelak aku
pasti akan berkendara dengan kemegahan dan kehormatan di
padang mahsyar." Tambahnya, "Pada saat itulah,
ketika aku mengira yang demikian itu sudah tertakdir bagiku,
maka khimarku kalian dengar mengeluarkan suara yang terasa
tak sejalan. Dengan suara itu ia ingin mengatakan,
'Inilah jawaban yang diberikan seekor khimar kepada dia
yang berlagak besar dan begitu suka menyombongkan
diri!' Itulah sebabnya api penyesalan begitu tiba-tiba
melanda jiwaku dan sikapku pun berubah, dan kedudukan yang
kuhayalkan hancur berkeping-keping."
O kau yang berubah di setiap saat, kau seperti
Fir'aun sampai ke akar-akar rambutmu. Tetapi jika kau
hancurkan "sang aku" dalam dirimu sehari saja,
maka kegelapan yang meliputimu akan menjadi terang. Jangan
ucapkan kata "aku." Kau akan terperosok ke dalam
seratus kejahatan lantaran "aku-aku"-mu, dan kau
akan selalu tergoda oleh setan.
Tuhan Bersabda Kepada Musa
Suatu hari Tuhan bersabda kepada Musa secara gaib,
"Pergilah minta nasihat dari Setan." Maka Musa pun
pergi menemui Iblis dan setelah sampai padanya, ia pun minta
nasihat padanya. "Senantiasa ingatlah," kata
Iblis, "akan kaidah sederhana ini: jangan bilang
'aku,' agar kau tak akan menjadi seperti
aku."
Selama masih tinggal dalam dirimu sedikit rasa cinta diri
sendiri, maka kau akan ikut juga dalam ketaksetiaan.
Kemalasan ialah rintangan ke Jalan Ruhani; tetapi jika kau
berhasil melintasi rintangan ini, maka sebentar saja seratus
"aku" akan pecah kepalanya.
Semua pun melihat kesombongan dan kebanggaan diri yang
ada padamu, kebencian, iri hati dan kemarahanmu, tetapi kau
sendiri tak melihatnya. Ada sesudut dalam dirimu yang penuh
dengan naga, dan karena lalai kau dikorbankan pada mereka;
dan kau manjakan mereka serta kau pelihara mereka siang dan
malam. Maka bila kau sadar akan keadaan batinmu, kenapa pula
kau tinggal begitu tak peduli,
Darwis yang Punya Janggut Indah
Di masa Musa ada seorang darwis yang menghabiskan waktu
siang dan malamnya dalam ibadat, namun tak menghayati rasa
keruhanian. Ia punya janggut panjang yang indah, dan sering
selagi berdoa, ia berhenti untuk menyisir janggut itu. Suatu
hari, ketika melihat Musa ia pun mendapatkannya dan berkata,
"O Pasya dari Tursina, kumohon padamu, bertanyalah pada
Tuhan, mengapa aku tak mengalami kepuasan ruhani maupun haru
gembira."
Pada kesempatan berikutnya ketika Musa naik ke Tursina ia
pun bicara pada Tuhan tentang darwis itu, dan Tuhan pun
bersabda dengan nada tak berkenan, "Meskipun darwis itu
telah mencari persatuan dengan aku, namun ia senantiasa
memikirkan janggutnya yang panjang itu." Ketika Musa
turun, diceritakannya pada sang darwis bagaimana sabda Tuhan
itu. Mendengar itu, darwis itu pun segera mencabuti
janggutnya, sambil menangis sedih. Jibril pun lalu datang
mendapatkan Musa dan berkata, "Sampai sekarang pun ia
masih memikirkan janggutnya. Tiada yang lain lagi
dipikirkannya waktu berdoa, dan bahkan lebih lekat hatinya
pada janggut itu sementara ia mencabutinya."
O kau yang merasa tak dipengaruhi lagi oleh janggutmu,
kau tercebur di lautan penderitaan. Bila kau dapat memandang
janggutmu itu dengan sikap tak terikat, kau akan berhak
berlayar melintasi lautan ini. Tetapi bila kau tercebur ke
dalamnya dengan janggutmu, kau akan merasa sulit untuk
keluar.
Cerita Kecil Lagi tentang Seorang
Berjanggut Panjang
Seorang peminum, yang berjanggut panjang dan bagus,
kebetulan jatuh ke dalam air yang dalam. Melihat ini,
seorang yang lewat pun berseru, "Buanglah pundi-pundi
itu dan kepalamu." Orang yang tenggelam itu menjawab,
"Ini bukan pundi-pundi, ini janggutku, dan bukan ini
yang menghalangiku." Kata orang yang lewat itu,
"Bagaimanapun, buanglah itu, kalau kau tak mau
tenggelam."
O kau yang seperti kambing, dan tak malu akan janggutmu,
selama ada padamu tubuh nafsu dan setan yang akan
menggulungmu, maka kebanggaan Fir'aun dan Haman akan
menjadi bagian dari dirimu pula. Palingkan dirimu dari dunia
ini sebagaimana Musa berbuat demikian, maka kau pun akan
dapat menangkap janggut Fir'aun dan menyekap dia
kuat-kuat. Dia yang berjalan di jalan menuju kesempurnaan
diri harus memandang hatinya hanya sebagai syisy kabab.
Orang yang membawa ember penyiram tidak menunggu hujan
turun.
(sebelum,
sesudah)
|