|
KATA PENGANTAR
Karya Attar, yang dalam bahasa aslinya berjudul
Mantiqu't-Thair dan berbentuk puisi yang berwatak mistis
religius, agaknya ditulis dalam pertengahan kedua abad kedua
belas Masehi. Sejak waktu itu, setiap selang beberapa tahun
terbit edisi baru di negeri-negeri Timur Tengah dan Timur
Dekat.
Terjemahan bahasa Indonesia atas karya itu dikerjakan
dari teks terjemahan bahasa Inggris dari C. S. Nott,
berjudul The Conference of the Birds.
Semula Nott mengerjakan terjemahan itu terutama untuk
kepentingan sendiri dan beberapa sahabatnya; tetapi karena
terjemahannya itu merupakan terjemahan paling utuh yang
pernah terdapat dalam bahasa Inggris selama itu , maka
agaknya telah menarik kalangan publik yang lebih luas. Maka
diterbitkanlah The Conference of the Birds itu buat yang
pertama kali pada tahun 1954 di London dan selanjutnya buku
itu beberapa kali mengalami cetak ulang.
Dalam penterjemahan ke bahasa Inggris, buat sebagian
besar Nott mempergunakan terjemahan Garcin de Tassy dalam
bahasa Perancis yang berbentuk prosa dan yang dikerjakan
dari teks bahasa Parsi yang diperbandingkannya dengan teks
dalam bahasa Arab, Hindu dan Turki (Paris, 1863). Di samping
itu, Nott juga mempergunakan sumber penjelasan dari teks
dalam bahasa Parsi lewat sahabatnya, seorang Sufi, disamping
juga dari terjemahan-terjemahan dalam bahasa Inggris yang
masih ada. Dari yang tersebut terakhir itu ia mempergunakan
tiga buah terjemahan, yang semuanya kelewat diperingkas.
Yang pertama terjemahan Edward Fitzgerald, bersajak dan agak
sentimental; yang kedua terjemahan Ghulam Muhammad Abid
Saikh, terlalu harfiah, berupa 1170 bait dari 4674 masnawi
dalam bahasa aslinya (India, 1911); yang ketiga (dan yang
terbaik dari semuanya itu) ialah terjemahan Masani,
berbentuk prosa, meskipun hanya kira-kira setengah dari
aslinya yang diterjemahkan (Mangalore, India, 1924). Ketiga
buah terjemahan itu sudah lama tidak dicetak lagi.
Terjemahan Garcin de Tassy lengkap, dan, seperti
dikatakannya, "seharfiah yang dapat saya usahakan untuk bisa
dimengerti." Tassy juga mempertahankan keharuman, semangat
dan ajaran puisi Attar itu.
Dalam terjemahan Inggris itu Nott tidak menyertakan paroh
terakhir dari Madah Doa -- dalam teks Hindu bagian itu tidak
terdapat, dan dalam teks Turki diperingkas. Tentang Akhirul
Kalam yang mengakhiri karya Attar itu, Nott hanya
menyertakan bagian pertamanya, karena selebihnya, karena
terdiri dari cerita-cerita kecil (anekdot), akan merupakan
antiklimaks. Dalam teks-teks Hindu dan Turki Akhirul Kalam
itu dihilangkan sama sekali, sedang dalam
manuskrip-manuskrip lain berbeda-beda adanya. Nott juga
tidak menyertakan atau hanya menyarikan saja beberapa cerita
kecil (anekdot) dalam karya Attar itu, baik karena
cerita-cerita kecil itu terasa bersifat mengulang-ulang atau
karena artinya "gelap". Tetapi segala yang berhubungan
dengan "Sidang" atau "Musyawarah" Burung-burung itu,
sebagaimana yang dituturkan dalam manuskrip aslinya,
disajikan dalam terjemahan Nott itu.
Dalam penomoran bagian-bagian, Nott mengikuti terjemahan
Tassy, yaitu menurut manuskrip aslinya.
Nott membubuhkan pula catatan-catatan tentang Attar dan
Kaum Sufi. Untuk ini, di antara sumber-sumber lain, ia
mempergunakan sumber keterangan dari The Dictionary of Islam
dan Encyclopaedia of Islam.
Kecuali itu, ia pun membubuhkan pula Glossarium dengan
maksud agar pembaca, dengan lebih dulu membaca
keterangan-keterangan dalam Glossarium itu, akan dapat
menangkap lambang-lambang, kias dan sebagainya yang terdapat
dalam karya Attar itu dengan lebih jelas.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di sini sepenuhnya
mengikuti terjemahan Inggris Nott. Hanya Glossarium itu
tidak diberikan sebagai bagian yang tersendiri, melainkan
diberikan di sana-sini sebagai catatan kaki, den itu pun
hanya diambil mana yang kiranya perlu dijelaskan bagi
pembaca Indonesia.
Sementara itu, dalam menelaah karya Attar (dari
terjemahan Nott), penterjemah Indonesia banyak menemukan
bagian-bagian yang dapat dicari rujukannya dalam Al-Quran.
Dan dengan menemukan rujukan-rujukannya dalam Al-Quran,
bagian-bagian yang semula gelap baginya, dapat dicerahkan.
Hal-hal demikian, dalam terjemahan Indonesia, dibubuhkan
pula sebagai catatan kaki. Dalam mencari rujukan-rujukan
dalam Al-Quran itu penterjemah Indonesia mempergunakan The
Meaning of the Glorious Koran dari Mohammed Marmaduke
Pickthall, di samping The Holy Qur'an dari Maulawi Sher
'Ali.
Demikianlah catatan-catatan kaki itu, seperti juga
Glossarium dalam terjemahan Nott, dimaksudkan untuk seberapa
mungkin mencerahkan bagian-bagian yang gelap dalam karya
Attar itu.
Hartojo Andangdjaja
(sebelum,
sesudah)
|