Jalan Sufi
Reportase Dunia Ma'rifat

Idries Shah

BAGIAN KELIMA: CERITA-CERITA AJARAN

TOPI AJAIB

Di negeri yang tidak dapat kita lihat (ghaib), tetapi sesungguhnya lebih nyata daripada kenyataan, hiduplah seorang bocah laki-laki, namanya Kasjan. Kakak laki-lakinya, Jankas, adalah seorang pekerja keras dan cerdas. Tetapi Kasjan, bukanlah pekerja keras juga bukan pemalas, tidak cerdas juga tidak bodoh, tetapi ia mencurahkan dirinya pada setiap masalah, sebisa mungkin.

Dua bersaudara ini, tidak seorang pun yang tampak membuat kemajuan berarti (besar) di Negeri Ghaib, memutuskan untuk mencari keberuntungan mereka bersama-sama. Suatu siang, mereka pergi meninggalkan rumah mereka, dan tidak lama sebelum senja memisahkan mereka, dan -- mengenai Jankas kita akan segera mengetahui. Kasjan tiba-tiba secara tidak sengaja menjumpai sebuah perselisihan. Tiga laki-laki sedang berdebat, tampaknya tentang barang yang tergeletak di atas tanah. Mereka menjelaskan persoalan mereka kepada Kasjan. Ayah mereka telah meninggal dunia dan mewariskan sebuah topi berbentuk kerucut, Kulah ajaib, sebuah permadani terbang dan sebuah tongkat yang membuat permadani itu terbang jika dipukulkan. Masing-masing menginginkan semua barang tersebut, atau setidaknya menjadi pemilik yang pertama atas barang tersebut. Alasan mereka (masing-masing), adalah bahwa mereka dikatakan sebagai anak tertua, kedua dan bungsu, dan atas perhitungan tersebut, masing-masing menuntut prioritas.

"Mereka semua tidak layak," pikir Kasjan, tetapi ia menawarkan untuk menjadi penengah antara mereka. Ia menyuruh mereka semua mundur 40 langkah dan kemudian berbalik. Sebelum mereka menyelesaikan instruksi ini, ia mengenakan Kulah di kepalanya, mengambil permadani dan memukulnya dengan tongkat. "Permadani," perintahnya, "bawalah aku ke mana pun saudaraku Jankas berada!"

Tidak berapa lama sebelum itu, kakaknya, Jankas telah disambar seekor burung Anqa raksasa, yang menyembunyikannya di menara masjid di Khurasan. Karena pada saat itu Kasjan berpikir, bahwa Jankas pasti setidaknya telah menjadi seorang pangeran, si permadani mendengar pikiran tersebut, dan terbang sangat cepat -- menuju pesanggrahan istana raja di kota Balkh, Khurasan.

Sang raja, yang telah melihatnya turun, seketika keluar tampak berseri-seri dan berkata, "Barangkali ini pemuda yang diramal akan menolong putriku dan tidak menginginkannya."

Kasjan menghormat pada sang raja, dan mengatakan bahwa ia sedang mencari saudaranya, Jankas. "Sebelum kau melakukan itu," kata sang raja, 'Aku ingin kau membantuku dengan peralatan khususmu serta ketajaman pikiranmu." Sang putri, selalu menghilang setiap malam dan kembali keesokan harinya, tidak ada yang tahu bagaimana ini terjadi. Hal ini sudah diramalkan dan telah terjadi. Kasjan setuju untuk menolong, yang kemudian disarankan bahwa dia hendaknya mengawasi sang putri di sisi tempat tidurnya.

Malam itu, melalui mata setengah tertutup, ia melihat sang putri memeriksa apakah ia (Kasjan) sudah benar-benar tidur. Kemudian mengambil jarum dan menusukkannya ke kaki Kasjan, tetapi ia tidak bergerak karena memang sudah menantikan hal semacam itu terjadi. "Aku sudah siap," kata sang putri, seketika muncul sosok ghaib yang mengerikan dan menggendong sang putri di bahunya, lalu mereka terbang bersama menembus langit-langit, tanpa meninggalkan bekas.

Sambil menggosok-gosok mata, Kasjan segera mengenakan topi Kulah-nya, duduk di atas permadani, memukulnya dengan berseru, "Bawa aku ke mana tuan putri pergi!"

Muncullah suara ribut dan menderu, dan Kasjan menemukan dirinya berada di Negeri Ghaib di atas Negeri Ghaib. Di sana terdapat sang putri ditemani sosok ruh mengerikan. Mereka berjalan menembus hutan pepohonan dan bebatuan yang indah. Kasjan mematahkan sebuah pohon permata jade dengan buah-buah berlian. Kemudian mereka berjalan melintasi kebun tanaman yang tidak dikenal, keindahannya tiada tara. Kasjan menaruh beberapa benih di dalam kantong. Akhirnya, mereka berdiri di sisi danau dengan alang-alang pedang berkilauan. "Inilah pedang-pedang yang dapat membunuh ruh seperti aku," ujar ruh tersebut kepada sang putri, "tetapi hanya orang yang bernama Kasjan yang dapat melakukannya, karena sudah diramalkan."

Mendengar ini, Kasjan segera melangkah maju, mengambil sebilah dari hamparan 'pedang' alang-alang tersebut, lalu memenggal kepala ruh tersebut. Ia menarik sang putri dan mendudukkannya di atas permadani. Mereka langsung kembali ke istana Raja Balkh, di Khurasan.

Kasjan membawa sang putri ke depan raja, membangunkan raja dari tidurnya, dengan hati-hati. "Yang Mulia," katanya, "ini putri Anda, hamba telah menyelamatkannya dari cengkeraman setan dengan cara tertentu." Ia menceritakan semua yang telah terjadi pada mereka, mengeluarkan butiran batu permata dan benih sebagai bukti. Setelah dibebaskan, Kasjan hendak dinikahkan dengan sang putri. Tetapi, Kasjan minta izin dulu untuk pergi beberapa saat, terbang di atas permadani mencari saudaranya, Jankas.

Jankas tengah tidur dalam sebuah kafilah, karena ia hanya dapat memperoleh pekerjaan sebagai guru di seminari, upahnya sangat rendah. Ketika mereka ke istana, sang putri tiba-tiba jatuh cinta melihat kegagahan Jankas, dan memutuskan ingin menikahinya sebagai pengganti Kasjan.

"Hal ini tepat seperti yang aku harapkan," ujar Kasjan dan sang raja bersamaan. Setelah itu mereka hidup bahagia selamanya; kerajaan dikendalikan Jankas dan permaisurinya, sementara raja Balkh dan Kasjan pergi bersama-sama, dengan permadani terbang menuju Negeri Ghaib di atas Negeri Ghaib yang sekarang menjadi sekutu kerajaan.

RAJA DAN SERIGALA

Seorang raja memutuskan untuk menjinakkan seekor serigala, dijadikan binatang piaraan. Keinginannya ini didasarkan atas ketidaktahuan serta kebutuhannya untuk diakui atau dipuji orang lain -- suatu sebab umum dari banyak masalah di dunia.

Dia mengambil anak serigala dari induknya sesaat setelah dia dilahirkan, dan dibesarkan diantara anjing-anjing jinak.

Ketika serigala tersebut sudah dewasa dia dibawa kepada raja dan untuk beberapa hari ia berperilaku seperti anjing. Orang-orang yang menyaksikan hal ini terpesona, dan menyangka bahwa raja adalah seorang yang sakti. Mereka bertindak sesuai keyakinan tersebut, menjadikan raja sebagai penasihat mereka dalam segala hal. Dan menghubungkan suatu kekuatan besar kepadanya. Raja sendiri juga percaya bahwa keajaiban telah terjadi.

Suatu hari, ketika ia pergi berburu, raja mendengar gerombolan serigala mendekat. Saat mereka mendekat, serigala jinak piaraan sang raja tersebut melompat, memperlihatkan taring-taringnya, serta berlari menyambut kawanan serigala liar. Dalam sesaat, serigala tersebut telah pergi, kembali kepada teman-teman alamiahnya.

Inilah sumber peribahasa: "Anak serigala akan selalu jadi serigala, sekalipun dibesarkan diantara manusia."

PEMBURU SEMANGKA

Pada suatu ketika terdapat seorang laki-laki tersesat dan negerinya ke sebuah dunia yang dikenal sebagai Negeri Orang Bodoh. Ia segera menyaksikan sejumlah orang lari ketakutan dari ladang, tempat mereka mendapatkan gandum. "Ada makhluk aneh di ladang itu!" kata mereka kepadanya. Ia melihat sebuah semangka.

Ia menawarkan diri untuk membunuh 'makhluk aneh' tersebut. Ketika ia memotong semangka tersebut dan tangkainya, kemudian mengambil sepotong dan memakannya, orang-orang justru menjadi makin takut padanya daripada terhadap semangka tadi. Mereka mengusirnya dengan garpu rumput, berteriak, "Ia akan membunuh kita selanjutnya, jika kita tidak membuangnya!"

Hal ini terus terjadi, bahwa di lain waktu, lain orang juga tersesat di Negeri Orang Bodoh, dan hal yang sama terjadi pula padanya. Sebaliknya, alih-alih menawarkan membantu mengatasi 'makhluk aneh' itu, ia setuju dengan mereka, bahwa benda itu pasti berbahaya. Maka sambil berjingkat menjauhinya, ia memperoleh kepercayaan orang-orang bodoh itu. Ia melewatkan waktu yang lama bersama mereka di rumah mereka, sampai ia berhasil mengajari mereka sedikit demi sedikit, kenyataan dasar yang memungkinkan mereka tidak hanya hilang rasa takutnya terhadap buah semangka, tetapi bahkan mengelolanya sendiri.

PADUKA YANG MULIA

Melalui serangkaian kesalahpahaman dan kebetulan, Mullah Nashruddin menemukan dirinya pada suatu hari di dalam gedung pertemuan Kaisar Persia.

Shahinshah dikelilingi oleh para bangsawan yang egois, para gubernur propinsi, anggota istana dan berbagai penjilat. Masing-masing mendesak raja agar ditetapkan sebagai kepala kedutaan besar yang segera dikirim ke India.

Kesabaran raja sudah habis, ia mengangkat kepalanya dan orang-orang yang memaksakan kehendaknya tersebut, maka secara spiritual memohon pertolongan dari langit, siapa yang seharusnya dipilih. Matanya bercahaya pada Mullah Nashruddin.

"Orang ini akan menjadi duta besar," dia mengumumkan, "maka sekarang tinggalkan aku dalam ketenangan."

Nashruddin diberi busana bagus, peti besar penuh dengan batu mirah (ruby), berlian, jamrud, dan karya-karya seni yang tak ternilai dipercayakan kepadanya; hadiah dari Shahinshah untuk Mogul Agung.

Para anggota istana ternyata tidak puas. Untuk sementara mereka bersatu atas penghinaan terhadap tuntutan ini, dan memutuskan menjatuhkan Mullah. Pertama, mereka memasuki tempat tinggalnya dan mencuri permata, kemudian dibagi rata diantara mereka sendiri, menggantinya dengan tanah agar tetap berat. Lalu mereka memanggil Nashruddin, bermaksud menjatuhkannya dengan memberinya masalah, dan berusaha mencemarkan majikan mereka.

"Selamat, Nashruddin yang agung," kata mereka, "Sumber kebijakan, Merak Dunia yang memiliki semua esensi kebajikan. Oleh karena itu, kami memanggilmu. Ada beberapa hal yang mungkin dapat kami sarankan kepadamu, yaitu etika dan perilaku seorang utusan diplomatik."

"Aku akan merasa terbantu jika kalian mau mengatakannya," ujar Nashruddin.

"Baiklah," kata pimpinan intrik tersebut, "Hal pertama, engkau harus sederhana, untuk menunjukkan betapa sederhananya dirimu. Engkau tidak boleh sedikit pun menunjukkan diri sebagai orang penting. Saat sampai di India, engkau harus memasuki masjid sebanyak engkau bisa, dan mintalah derma untuk dirimu sendiri. Kedua, engkau harus menjawab etika istana di Negeri di mana engkau diutus. Ini artinya, bahwa engkau akan menyebut Mogul Agung sebagai Bulan Purnama."

"Tetapi itu bukankah julukan Kaisar Persia?"

"Tidak di India."

Maka Nashruddin pun dikirim. Kaisar Persia berpesan kepadanya saat berangkat, "Hati-hatilah, Nashruddin. Turutilah etika yang berlaku di sana. Karena Mogul adalah kaisar yang perkasa dan kita harus mengesankannya tanpa penghinaan."

"Aku sudah siap Yang Mulia," ujar Nashruddin.

Setelah memasuki wilayah India, Nashruddin segera memasuki masjid dan naik ke mimbar, "Wahai ummat!" serunya, "lihat diriku mewakili Bayangan Allah di Bumi! Poros lingkaran Bumi! Keluarkan uangmu, karena aku mengadakan derma."

Hal ini dia ulang di setiap masjid yang dapat ditemukan, semua jalan dari Baluchistan hingga kekaisaran Delhi. Nashruddin telah mengumpulkan uang banyak. "Gunakan itu," ujar penasihat yang lalu, "untuk apa pun yang engkau inginkan. Karena itu hasil keikhlasan dan pemberian berdasar perasaan, penggunaannya akan menciptakan permintaannya sendiri."

Sebenarnya, yang mereka inginkan terjadi pada Mullah adalah, ia mendapat ejekan saat mengumpulkan uang dengan sikap 'memalukan' tersebut. "Orang suci harus hidup dari kesucian mereka," ujar Nashruddin dari masjid ke masjid. "Aku tidak menilainya dan mengharapkannya. Bagi kalian, uang adalah sesuatu yang ditimbun, setelah dicari. Kalian dapat menukarnya dengan barang. Bagiku, uang adalah bagian dari suatu alat. Aku mewakili kekuatan alam dari pertumbuhan perasaan, pemberian dan pengeluaran."

Sekarang, sebagaimana kita semua tahu, kebaikan sering beralih dari kejahatan yang nyata, dan sebaliknya. Mereka yang berpikir bahwa Nashruddin hanya menghubungkan isi sakunya sendiri tidak menyumbang. Karena beberapa alasan, pertemuan mereka tidak berhasil. Mereka yang percaya dan memberikan uangnya, secara misterius menjadi kaya. Tetapi kita harus kembali kepada cerita kita.

Duduk di atas Singgasana Merak, di Delhi, kaisar mempelajari laporan yang dibawa kurir setiap hari, menggambarkan perkembangan duta besar Persia. Pertama, ia tidak terlalu memperhatikan. Kemudian dipanggilnya semua anggota dewan.

"Saudara sekalian," katanya, "Nashruddin ini pasti orang suci atau orang yang mendapat petunjuk. Siapa yang pernah mendengar, seseorang melanggar prinsip bahwa orang yang mencari uang tanpa alasan masuk akal, kalau tidak menempatkan pemahaman salah pada niat seseorang?"

"Semoga bayangan Anda tidak berkurang," jawab mereka, "Wahai perpanjangan seluruh kebijakan yang tak terhingga; kami setuju. Jika terdapat orang-orang seperti ini di Persia, kita harus waspada, karena pengaruh moral mereka melebihi pandangan materialistis kita, sudah sangat jelas."

Lalu seorang pesuruh tiba dari Persia, dengan surat rahasia dari mata-mata Mogul di istana, melapor, "Mullah Nashruddin bukan pejabat di Persia. Ia dipilih secara acak untuk menjadi duta besar. Kami tidak dapat mengerti alasannya, karena Shahinshah tidak punya pilihan lagi."

Mogul memanggil semua dewan, "Burung Surga yang tiada bandingnya!" katanya kepada mereka, "timbul pemikiran pada diriku. Kaisar Persia memilih orang secara acak untuk mewakili seluruh bangsanya. Ini mungkin berarti ia sangat yakin terhadap kualitas rakyatnya, bahwa baginya, siapa pun memenuhi syatat untuk melakukan tugas sulit sebagai duta besar ke istana Delhi! Ini menunjukkan derajat pencapaian sempurna, pelatihan kekuatan intuisi yang sempurna secara mengagumkan pada mereka, kita harus mempertimbangkan kembali keinginan kita untuk menyerbu Persia; karena orang-orang seperti itu dapat dengan mudah menelan senjata kita. Masyarakat mereka diatur atas dasar yang berbeda dari kita."

"Anda benar -- Prajurit Terbaik di Perbatasan," ujar para bangsawan India.

Akhirnya Nashruddin tiba di Delhi. Ia menunggang keledai tua, diikuti pengawalnya, dan diberati oleh kantong-kantong uang yang ia kumpulkan dari masjid-masjid. Peti permata diangkat di atas seekor gajah, sesuai dengan ukuran dan beratnya.

Nashruddin ditemui pimpinan upacara penyambutan di pintu gerbang Delhi. Kaisar duduk bersama para punggawanya di halaman istana yang luas sekali, Gedung Resepsi Duta Besar. Ruang dalamnya ditata sedemikian rupa dengan pintu masuk yang rendah. Sehingga, para duta besar selalu harus turun dari kuda mereka dan memasuki Paseban Agung dengan jalan kaki, memberi kesan sebagai para pemohon. Hanya orang-orang yang sederajat dapat berkendaraaan ke dalam istana.

Belum pernah sebelumnya seorang duta besar datang menaiki seekor keledai, dan oleh karena itu tidak ada yang menghentikan Nashruddin, menderap langsung melewati pintu dan tiba di Mimbar Kaisar.

Raja India dan para punggawa istananya saling berpandangan penuh arti, atas peristiwa itu. Nashruddin dengan gembira turun, menyebut raja sebagai sang Bulan Purnama dan menyebut peti permatanya untuk diberikan.

Ketika peti tersebut dibuka, dan yang ada adalah tanah, sejenak suasana hening.

"Aku lebih baik tidak berkata apa-apa," pikir Nashruddin, "karena tidak ada kata-kata yang dapat diucapkan untuk meredakan keadaan ini." Maka ia pun tetap diam.

Mogul berbisik kepada menterinya, "Apa arti ini semua?" Apakah ini penghinaan untuk kedudukan tertinggi?"

Tidak dapat mempercayai hal ini, sang menteri berpikir dengan keras. Kemudian dia memberikan penafsiran.

"Ini adalah tindakan simbolis, Yang Mulia," dia berbisik, "Duta Besar bermaksud bahwa dia mengakui Anda sebagai Penguasa Bumi. Bukankah dia menyebut Anda sang Bulan Purnama?"

Mogul tenang, "Kami puas dengan penunjukan Shahinshah Persia, karena kami tidak membutuhkan kekayaan, dan kami menghargai kehalusan metafisis dari pesan ini."

"Aku telah disuruh untuk mengatakan," kata Nashruddin mengingat 'esensi ungkapan penawaran upeti' yang telah diberikan oleh para pengintrik dari Persia, bahwa "hanya ini semua yang kami miliki Yang Mulia."

"Itu artinya Persia tidak akan menyerahkan satu ons pun dari tanahnya untuk kita," bisik penafsir ramalan kepada raja.

"Beritahu penguasamu, bahwa kami mengerti," senyum sang Mogul, "Tetapi ada satu hal lain, jika aku sang Bulan Purnama, lalu apakah sebutan kaisar Persia?"

"Dia adalah sang Bulan Sabit," kata Nashruddin secara spontan.

"Sang Bulan Purnama lebih dewasa dan memberikan cahayanya lebih banyak daripada bulan sabit, yang merupakan yuniornya," bisik ahli perbintangan istana kepada Mogul.

"Kami puas," ujar sang raja India, "Engkau boleh kembali ke Persia, dan katakan kepada sang Bulan Sabit, bahwa sang Bulan Pumama menghormatinya."

Mata-mata Persia di Istana Delhi segera mengirim laporan lengkap atas perubahan ini kepada Shahinshah. Mereka menambahkan bahwa Kaisar Mogul telah merasa sangat terkesan, dan takut untuk merencanakan perang melawan orang-orang Persia karena tindakan-tindakan Nashruddin.

Ketika dia kembali pulang, Shahinshah menerima Mullah Nashruddin dalam undangan resmi yang lengkap.

"Aku lebih daripada sekadar puas, sahabat Nashruddin," katanya, "atas hasil dari metode-metode ortodoksmu yang tidak lazim. Negara kita telah selamat dan ini berarti bahwa mereka tidak akan berusaha menghitung permata atau pungutan di masjid-masjid. Engkau akan dikenal dengan julukan khusus Safir -- Utusan.",

"Tetapi Yang Mulia," bisik penasihat, "Orang ini bersalah atas pengkhianatan yang besar, jika tidak lebih banyak! Kita punya bukti sempurna bahwa dia menggunakan salah satu julukan Anda kepada Kaisar India, karena mengubah kesetiaannya dan membawa salah satu gelar Anda yang hebat menjadi nama aib."

"Ya!" bentak Shahinshah, "guru pernah berkata bijak, pada setiap kesempurnaan di sana ada ketidaksempurnaan.' Nashruddin, mengapa engkau menyebutku dengan Bulan Sabit?"

"Aku tidak tahu mengenai protokol," jawab Nashruddin, "Tetapi aku tahu bahwa Bulan Purnama adalah tentang berkurangnya kekuasaan, dan Bulan Baru (Sabit), tetap tumbuh dengan kemenangan terbesar di depannya."

Suasana hati kaisar berubah, "Tangkap Anwar, sang Penasihat Agung!" dia berteriak, "Mullah, aku menawarimu kedudukan Penasihat Agung!"

"Apa?" tanya Nashruddin, "Dapatkah aku menerima setelah tahu dengan mataku sendiri apa yang terjadi pada pendahuluku?"

Dan apa yang terjadi pada permata dan harta benda yang ditukar oleh para anggota istana yang jahat? Hal itu lain cerita, karena Nashruddin yang tidak ada bandingnya berkata, "Hanya anak-anak dan orang bodoh yang mencari sebab dan akibat di dalam cerita yang sama."

TIDAK HANYA TERTAWA PADA SI BODOH

Pada suatu ketika terdapat seorang bodoh yang disuruh membeli gandum dan garam. Dia mengambil sebuah piring untuk membawa belanjaannya.

"Pastikan," kata orang yang menyuruhnya, "jangan mencampur keduanya. Aku ingin keduanya dipisah."

Ketika pemilik toko memenuhi piring dengan tepung dan menakar garam, si bodoh berkata: "Jangan mencampurnya dengan tepung, sini aku tunjukkan di mana meletakkannya."

Dan dia membalik piring, guna meletakkan garam pada permukaan dasar piring. Tepungnya tentu saja tumpah ke lantai. Tetapi garamnya selamat.

Ketika si bodoh kembali ke orang yang menyuruhnya, ia berkata: "Ini garamnya."

"Bagus!" ujar orang tersebut, "tetapi mana tepungnya?"

"Seharusnya di sini," jawab si bodoh, membalikkan piring.

Serentak ia melakukannya saat itu pula garamnya berjatuhan ke tanah, dan tepungnya tentu saja sudah lenyap.

Maka begitulah manusia. Melakukan suatu hal yang mereka pikir benar, mereka bisa jadi membatalkan hal lain yang sama-sama benar. Ketika hal ini terjadi dengan pemikiran sebagai ganti tindakan, orang itu sendiri kehilangan, atas refleksi tidak peduli bagaimana ia menganggap pemikirannya benar, logis.

Anda tertawa pada anekdot si bodoh. Sekarang, akankah Anda melakukan lebih (daripada itu) dan mengira tentang pemikiran yang Anda miliki (milik Anda sendiri) seolah garam dan tepung?

ORANG PALING BAHAGIA DI DUNIA

Seorang laki-laki yang hidup dalam keadaan cukup menyenangkan pergi menemui seorang guru yang dikenal memiliki semua pengetahuan. Dia berkata kepadanya:

"Wahai, guru agung. Aku tidak memiliki masalah materi, dan sampai sekarang aku selalu tidak tenang. Karena bertahun-tahun aku telah mencoba, menjadi bahagia, untuk menemukan suatu jawaban pada pemikiran-pemikiran batiniahku, agar serasi dengan dunia. Tolong, nasihati aku, mengenai bagaimana aku dapat mengobati keadaan yang tidak enak ini?"

Sang Guru menjawab:

"Sahabatku, apa yang tersembunyi pada beberapa orang adalah tampak bagi orang lain. Aku punya jawaban untuk penyakitmu, meski bukan pengobatan yang lazim. Engkau harus bepergian, mencari orang paling bahagia di dunia. Segera setelah menemukannya, engkau harus meminta bajunya dan kenakan."

Pencari ini akhirnya dengan gelisah mulai mencari orang-orang bahagia. Satu per satu, ia menemukan mereka dan bertanya. Lagi-lagi mereka menjawab: "Ya, aku bahagia, tetapi ada yang lebih bahagia daripada aku."

Setelah bepergian dari satu negeri ke banyak negeri lainnya, berhari-hari, ia menemukan hutan di mana setiap orang mengatakan telah tinggal seorang paling bahagia di dunia.

Ia mendengar suara tertawa datang dari pepohonan, dan dipercepat langkahnya hingga dia bertemu dengan seorang laki-laki yang tengah duduk di tempat terbuka.

"Apakah Anda orang paling bahagia di dunia, seperti yang dikatakan orang-orang?" dia bertanya

"Benar sekali, itulah aku," jawab laki-laki itu.

"Namaku si Fulan; keadaanku demikian, dan obatku sesuai pesan guru, adalah mengenakan baju Anda. Aku mohon berikanlah kepadaku, aku akan memberi Anda apa saja yang aku miliki sebagai gantinya."

Laki-laki tersebut memandangnya lebih dekat dan ia tertawa. Dia tertawa dan tertawa. Ketika ia telah sedikit tenang dari tawanya, si tamu yang gelisah tersebut, agak terganggu melihat reaksi ini, berkata:

"Apakah Anda gusar, sehingga Anda tertawa pada permintaan serius ini?"

"Barangkali," kata orang tersebut, "Tetapi jika engkau sedikit lebih memperhatikan, engkau akan melihat, bahwa aku tidak memiliki baju."

"Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang?"

"Engkau akan sembuh sekarang. Berjuang untuk sesuatu yang tidak dapat dicapai, namun pengalaman membuktikan, bahwa itu dapat dicapai atas apa yang dibutuhkan; sebagaimana jika seorang mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk melompati sebuah sungai, seolah (sungai tersebut) lebih lebar daripada yang sebenarnya. Dia akan dapat mencapai seberang sungai."

Orang yang paling bahagia di dunia tersebut kemudian menyibakkan surban yang ujungnya menutupi wajahnya. Orang yang gelisah tadi melihat bahwa ia (orang yang paling bahagia tersebut) tidak lain adalah guru agung yang semula telah menasihatinya.

"Tetapi mengapa tidak Anda katakan kepadaku semuanya ini bertahun-tahun lalu, ketika aku datang menemui Anda?" tanyanya dengan penuh teka-teki.

"Karena engkau belum siap untuk memahami. Engkau butuh pengalaman-pengalaman tertentu, dan itu harus diberikan padamu dalam satu cara yang mana akan menjamin bahwa engkau melewatinya."

DOMBA DAN DOMPET

Suatu hari seorang laki-laki sedang berjalan sepanjang jalan, diikuti oleh dombanya. Seorang pencuri berjalan di belakangnya, memotong tali domba dan membawanya pergi.

Ketika dia menyadari apa yang telah terjadi, laki-laki itu berjalan hilir mudik ke seluruh tempat mencari binatang piaraannya. Akhirnya dia tiba di sebuah sumur, di mana dia melihat seorang laki-laki tampak dalam keadaan putus asa.

Dia tidak tahu bahwa laki-laki tersebut adalah pencuri dombanya. Dia bertanya, apa yang dikerjakan di sini, si pencuri menjawab:

"Aku telah menjatuhkan sebuah dompet ke dalam sumur ini. Dompet tersebut berisi limaratus keping perak. Jika engkau bersedia terjun ke dalam dan mengambilkannya untukku, maka aku akan memberimu seratus keping perak."

Laki-laki itu berpikir: "Ketika satu pintu tertutup, seratus pintu mungkin terbuka. Kesempatan ini sepuluh kali lebih berharga daripada dombaku yang telah hilang."

Dia membuka baju dan melompat masuk ke dalam sumur. Dan si pencuri membawa pergi bajunya.

(Ar-Rumi)

BURUNG INDIA

Seorang pedagang memiliki seekor burung di dalam sangkar. Dia pergi ke India, negeri dari mana burung tersebut berasal, dan bertanya kepada burung tersebut, apakah dia dapat membawakan sesuatu untuknya. Si burung menjawab, agar dia dibebaskan, tetapi ditolak. Maka burung tersebut meminta sang pedagang untuk mengunjungi suatu hutan di India dan mengumumkan penangkapan dirinya kepada burung-burung yang bebas di sana.

Sang pedagang menyetujui, dan tidak lama setelah dia berbicara kepada seekor burung liar, persis seperti burung miliknya, burung tersebut jatuh, dalam keadaan pingsan tak sadarkan diri. Jatuh dari atas pohon ke tanah. Sang pedagang berpikir, bahwa burung ini pasti bersaudara dengan burung yang dimilikinya, dan merasa sedih bahwa dia akan menjadi sebab kematiannya.

Ketika dia pulang, si burung bertanya kepadanya, apakah dia telah membawa berita gembira dari India. "Tidak," jawab sang pedagang, "Aku khawatir bahwa beritaku merupakan berita buruk. Satu dari saudaramu pingsan dan jatuh di kakiku segera setelah aku menyebut penangkapan atas dirimu."

Segera setelah kata-kata tersebut selesai diucapkan, burung milik pedagang tersebut pingsan dan jatuh ke dasar sangkar.

"Berita tentang kematian saudaranya telah membunuhnya pula," pikir si pedagang. Dengan sedih, ia mengambil burung tersebut dan meletakkannya di atas kusen jendela. Seketika burung tersebut hidup kembali dan terbang ke pohon yang terdekat. "Sekarang Anda tahu," katanya, "bahwa apa yang Anda pikir malapetaka sesungguhnya adalah kabar yang baik bagiku. Dan pesan tersebut merupakan saran bagaimana bertindak sehubungan dengan kebebasan diriku telah dikirim kepadaku melalui Anda, penangkapku."

Dan burung tersebut terbang bebas.

(Ar-Rumi)

(sebelum)


Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah
Judul asli: The Way of the Sufi, Penterjemah Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha
Penerbit Risalah Gusti, Cetakan Pertama Sya'ban 1420H, November 1999
Jln. Ikan Mungging XIII/1, Surabaya 60177
Telp.(031) 3539440 Fax.(031) 3529800
Indeks artikel kelompok ini | Tentang Pengarang | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.
Hak cipta © dicadangkan.