PERSIAPAN UNTUK JIHAD
Perubahan Kebijakan
Yesus tidak mau hanya duduk dan menunggu ditangkap oleh
kaum Yahudi. Dia menyiapkan murid-muridnya akan adanya
bentrokan dan pertikaian. Dengan berhati-hati, agar tidak
membuat takut murid-muridnya, dia mengajarkan cara-cara
mempertahankan diri. Dia memulainya:
"Ketika aku mengutus kamu dengan tiada
membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan
apa-apa?"Jawab mereka, 'Suatu pun tidak'. Katanya kepada
mereka, 'Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai
pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang
mempunyai bekal; dan barangsiapa yang tidak mempunyainya
hendaknya dia menjual jubahnya dan membeli pedang'..."
(Injil - Lukas 22: 35-36)
Ini adalah persiapan untuk jihad, perang suci --Yahudi
melawan Yahudi! Mengapa? Mengapa ini terjadi? Apakah dia
tidak menasehatkan mereka untuk 'hidup berdampingan'--
Apakah dia tidak menasehati ke 12 muridnya dengan:
"Lihat, aku mengutus kamu seperti domba ke
tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik
seperti ular dan tulus seperti merpati ". (Injil - Matius
10: 16).
Untuk Senjata! Untuk Senjata!
Situasi dan kondisi telah berubah dan dengan segala
kebijakan maka strategi harus dirubah. Murid-muridnya telah
dipersenjatai. Mereka telah mempunyai gambaran masa depan.
Mereka tidak mau meninggalkan Galilea dengan tangan kosong.
Mereka menjawab:
"... Tuhan, ini dua pedang." Jawabnya, "Sudah
cukup" (Injil - Lukas 22: 38).
Untuk membentuk gambaran Yesus yang baik budi dan lembut
hati, sebagai "Pangeran Perdamaian", kaum misionaris
membelanya, bahwa pedang yang dimaksud adalah roh/jiwa! Jika
pedang-pedang tersebut adalah jiwa, maka 'jubah' di atas
berarti juga jiwa. Jika murid-murid Yesus harus menjual
jubah jiwa untuk membeli pedang jiwa, maka dalam kasus ini,
berarti mereka menjadi jiwa yang telanjang. Lebih dari itu,
seseorang tidak akan bisa memotong telinga manusia dengan
pedang jiwa.
"Tetapi seorang dari mereka yang menyertai
Yesus mengulurkan tangannya, menghunuskan pedangnya, dan
meletakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus
telinganya ". (Injil - Matius 26: 51).
Satu-satunya maksud dari pedang-pedang atau senjata
tersebut adalah untuk membuntungkan dan membunuh. Di masa
Yesus orang-orang tidak akan membawa pedang hanya untuk
mengupas apel atau pisang.
Mengapa Sepasang Pedang Sudah Cukup?
Jika saat itu adalah persiapan untuk perang, lalu mengapa
sepasang pedang sudah 'cukup'? Alasannya adalah Yesus tidak
bermaksud menyerang pasukan Romawi. Karena 'temannya' Yudas
bekerja sama dengan penguasa kuil. Dia tahu bahwa dia bisa
ditangkap dengan cara yang licik oleh kaum Yahudi. Ini
menjadi masalah bagi kaum Yahudi. Dalam suatu peperangan
melawan penjaga kuil dan kaum gelandangan di kota, dia
mungkin menang. Dan dia yakin sekali karena ada Petrus (si
batu), Yohanes dan James (Putra Halilintar) serta delapan
murid lainnya yang masing-masing bersedia berkorban
dipenjara bersamanya bahkan mati demi dirinya ("Semua murid
yang lain pun berkata demikian" (Matius 26: 35)). Mereka
semua adalah orang Galilea yang mempunyai reputasi
kesetiaan, teroris dan pemberontakan terhadap Romawi.
Dengan bersenjatakan tongkat, batu dan pedang serta rasa
percaya diri dan keyakinan terhadap gurunya, mereka yakin
bisa mengetuk pintu neraka bagi setiap Yahudi yang
mengganggu dan melawan mereka.
Ahli Siasat
Dia (Yesus) telah membuktikan bahwa dirinya mempunyai
keahlian dalam mengatur strategi dan rencana, peka terhadap
sinyal-sinyal bahaya dan banyak akal. Saat itu bukan
waktunya untuk duduk dan ongkang-ongkang kaki untuk menjadi
sasaran empuk bagi musuh-musuhnya. Tidak? Itu bukanlah
sifatnya. Suatu malam, sewaktu sedang menuju Getsemani
--kebun zaitun-- dengan suatu bangunan berdinding batu yang
jauhnya 5 mil dari kota, dia menggambarkan betapa seriusnya
situasi saat itu. Resiko yang harus dihadapi apabila mereka
gagal dalam serangan ini.
Anda tidak perlu menjadi anggota militer yang jenius
untuk menilai itu. Yesus menunjukkan kekuatannya sebagai
ahli siasat dengan bersikap seperti anggota Sandhurst (Suatu
akademi militer terbaik di Inggris). Beliau menempatkan
delapan dari sebelas muridnya pada pintu masuk bangunan
tersebut dan memerintahkan mereka:
"...duduklah di sini sementara aku pergi ke
sana untuk berdoa." (Injil - Matius 26: 36).
Pertanyaan yang mengganggu para pemikir adalah: "Mengapa
mereka semua pergi ke Getsemani?" Untuk beribadah? Apakah
mereka tidak bisa pergi ke kuil Sulaiman yang mereka lewati
apabila tujuan mereka hanya untuk beribadah? Tidak! Mereka
pergi ke kebun itu sehingga mereka berada pada posisi yang
lebih baik untuk membela diri dari serangan musuh.
Perhatikan, Yesus tidak mengajak kedelapan muridnya"
untuk beribadah. Dia menempatkan muridnya secara strategis
pada pintu masuk kebun, mempersenjatai dengan pedang, karena
situasi yang mungkin terjadi:
"Dan ia membawa Petrus dan kedua anak
Zebedeus bersamanya ... Lalu katanya kepada mereka ...
Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan aku." (Injil -
Matius 26: 37-38).
Kemana dia membawa Petrus serta Yohanes dan Yakobus
sekarang? Ke dalam kebun itu! Untuk beribadah? Tidak! Untuk
membuat jalur pertahanan --dia menempatkan delapan orang itu
pada pintu masuk dan sekarang ketiga murid lainnya yang
terkenal fanatik dan bersemangat, dipersenjatai dengan
pedang, hanya untuk 'menunggu dan mengawasi'- -untuk
mengawal! Gambaran ini sangat gamblang. Yesus tidak
memberikan gambaran apa pun bagi kita. Dan dia (sendiri)
hanya berdoa!
Yesus Berdoa Untuk Meminta Pertolongan
"...dan mulailah ia merasa sedih dan gentar.
Lalu katanya kepada mereka, 'Hatiku sangat sedih seperti mau
mati rasanya ... ' Maka ia maju sedikit, lalu sujud (seperti
posisi shalat bagi Muslim), dan berdoa, katanya, 'Ya Bapa
ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari
padaku, tetapi janganlah seperti yang kukehendaki; melainkan
seperti yang Engkau kehendaki'..." (Injil - Matius 26:
37-39).
"Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa;
Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan
ke tanah." (Injil - Lukas 22: 44).
Al-Masih Menangis Bagi Umatnya
Apakah arti ratapan dan tangisan ini? Apakah dia menangis
karena kulitnya luka? Tidak mungkin ia melakukan hal itu!
Karena seperti nasehatnya pada muridnya:
"Maka jika matamu yang kanan menyesatkan
engkau, cukillah dan buanglah itu ... Dan jika tanganmu yang
kanan menyesatkan engkau, maka penggallah dan buanglah itu,
karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu
binasa daripada tubuhmu yang utuh masuk neraka." (Injil
-Matius 5: 29-30).
Kita mungkin menilai Yesus dengan tidak adil bila kita
menduga bahwa dia menangis seperti seorang wanita untuk
menjaga tubuhnya dari luka fisik. Beliau menangis bagi
umatnya --kaum Yahudi. Mereka memegang suatu pemikiran yang
aneh yaitu bahwa jika mereka berhasil membunuh Al-Masih
(Kristus), maka akan menjadi bukti yang meyakinkan terhadap
kebohongan Yesus. Akan tetapi Allah Subha-nahu wa Ta'a1a
tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Karenanya,
penolakan kaum Yahudi terhadap Yesus Putra Maria sebagai
Al-Masih yang dijanjikan adalah --Penolakan Yang abadi.
Versi Imajinatif
Cerita yang penuh dengan ratapan tangis yang mengerikan
dan membekukan darah ini menimbulkan simpati di hati yang
mendalam. Dan para pengabar Injil memanfaatkannya dengan
efektif. Kita diceritakan bahwa Yesus ditakdirkan untuk
meninggal demi menebus dosa umat manusia. Bahwa dia telah
"dipersiapkan untuk menjalani pengorbanan diri, sebelum
dunia ini dibuat". Bahwa bahkan sebelum bahan-bahan dasar
dunia ini terbentuk, sudah ada suatu kontrak antara "Bapa
dan Putranya" dan bahwa pada tahun 4000 setelah Adam
(menurut perhitungan Kristen, dunia beserta isinya ini
berumur 6000 tahun), Tuhan dalam bentuk Yesus sebagai orang
kedua dalam Trinitas yang membingungkan, turun langsung
untuk menebus manusia dari dosa turunan dan dosa manusia itu
sendiri. ("Trinitas": Dalam ajaran Kristen yang ada dalam
Injil - Bahwa ada 3 kesaksian dalam surga yaitu Bapa, Firman
dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu (1 Yohanes 5: 7))
Yesus Tidak Peduli Dengan Perjanjian Surga
Dari peristiwa rencana mempersenjatai diri, sang guru
menyebar kekuatannya di Getsemani dan doa yang penuh dengan
air mata darah untuk meminta pertolongan Tuhain, tergambar
bahwa Yesus tidak mengetahui adanya perjanjian mengenai
pengorbanan dirinya. Ini mengingatkan pada cerita Ibrahim
yang membiarkan anaknya disembelih sebagai pengorbanan
kepada Tuhan.
Korban yang Tidak Rela
Jika ini adalah rencana Tuhan untuk suatu pengorbanan
diri bagi menebus dosa umat manusia, maka jelaslah bahwa
Tuhan telah salah memilih korban. Calon yang dipilih ini
sangat enggan untuk mati. Mempersenjatai diri! Meratap!
Berkeringat! Menangis! Mengeluh! Berbeda sekali dengan
respon Lord Nelson, seorang pahlawan perang yang terkenal
dengan kata-katanya yang abadi:
"Terima kasih Tuhan, saya telah menyelesaikan tugas
saya!" Telah jutaan orang sampai saat ini yang dengan suka
rela mengorbankan jiwanya bagi raja dan negaranya dengan
senyum di wajahnya, dengan teriakan Amandhla! atau Allahu
Akbar atau "Tuhan menyelamatkan Sang Ratu". Yesus tidak rela
untuk berkorban: Jika ini adalah skenario dari pengorbanan,
maka ini adalah adegan yang tidak menjiwai. Ini adalah
pembunuhan tingkat pertama dan bukannya pengorbanan diri.
Mayor Yeast-Brown, dalam bukunya Life of a Bengal Lancer
meringkas ajaran Kristen tentang pengorbanan ini hanya
dengan satu kalimat:
"Tak satu pun suku kafir yang pernah menyusun
cerita yang sangat aneh yang penuh dengan dugaan, bahwa
manusia lahir dengan dosa bawaan dari nenek moyangnya; dan
dosa bawaan itu (yang sebetulnya bukanlah tanggungjawabnya
secara pribadi) harus ditebus; dan bahwa sang pencipta alam
beserta isinya ini telah mengorbankan satu-satunya putranya
untuk menebus kutukan misterius ini."
Komoditi yang Ditawarkan
"Tak satu pun suku kafir!" kata orang Inggris ini. Tetapi
sebagian besar negara di Barat hidup dan mati dengan
'dongengan' ini. Jika tidak ada lagi barang untuk konsumsi
rumah tangga, maka cerita ini masih bagus untuk ditawarkan!
Lebih dari 62.000 misionaris mengelilingi dunia, mengajak
orang-orang yang mereka sebut "penyembah berhala" . Lebih
dari 40% dari penyembah berhala ini adalah anggota sekte
"born again" (Lahir kembali) di Amerika! "Born-again" (lahir
kembali): salah satu sekte pemujaan berhala di dalam
Kristen. Billy Graham mengaku bahwa ada 70 juta pemujaan
seperti ini di Amerika. Di San Francisco lebih dari
seperempat juta kaum gay dan 50 lesbian bergabung. Di New
York, telah satu juta lebih laki-laki dan wanita, dan
sepertiga dari laki-laki ini adalah kaum yang melakukan
sodomi. Keseluruhannya lebih dari 10 juta orang yang
bermasalah dengan minuman keras di USA. Jika ini benar bahwa
ada 70 juta orang anggota 'born-again' seperti cerita
mereka, maka ini memberikan kebohongan pada Paulus "...
sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan ... "- ( 1 Korintus
5: 6). Di sini, di Kristen Barat, tidak hanya sepertiga ragi
yang bisa memfermentasi ragi. Aneh!)
Aneh mungkin kedengarannya, setelah bangkit dari doanya,
Yesus mendapati bahwa murid-muridnya tertidur dengan
lelapnya. Lagi dan lagi, dia meratap:
Yesus - Cobaannya
"Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam
dengan aku?" (Injil - Matius 26: 40).
"Lalu ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.
Dan ketika ia kembali pula Ia mendapati mereka sedang
tidur..." (Injil - Markus 14: 39-40).
Markus meratapi bahwa murid-murid tersebut tidak bisa
dimaafkan karena kelemahan dan kelengahan mereka. Dia
mencatat:
"Mereka tidak tahu jawab apa yang harus
mereka berikan kepada Yesus" (Injil - Markus 14: 40).
Akan tetapi Lukas, orang yang paling jelas, paling
berhubungan dan sangat sistematis sebagai penulis Injil,
mengemukakan alasan mengapa murid-muridnya ini tertidur. Dia
berkata:
"Lalu ia bangkit dari doanya dan kembali
kepada murid-muridnya, tetapi ia mendapati mereka sedang
tidur karena dukacita". (Injil - Lukas 22: 45).
Alasan yang Tidak Wajar
Lukas, meskipun bukan anggota dari duabelas murid
terpilih Yesus, telah memberikan sejumlah penjelasan menurut
orang-orang Kristen. Bagi mereka, dia adalah 'ahli sejarah
terbaik', 'tabib tercinta' dan lain-lain. Sebagai seorang
tabib, teorinya mengenai orang yang "tertidur karena
duka-cita" adalah unik. Tangis, ratapan, kengerian dan
penderitaan yang dialami selama perjalanan dari Yerusalem ke
Getsemani biasanya akan memberikan tekanan dan kesiagaan
pada orang-orang yang bijaksana. Mengapa kesengsaraan ini
malah meninabobokkan murid-murid tersebut? Apakah ilmu
psikologi mereka berbeda dengan manusia abad 20?
Profesor-profesor psikologi telah 'mengeluarkan
pendapat-pendapat bahwa di bawah tekanan, stress dan
ketakutan, kelenjar adrenalin akan menghasilkan hormon ke
saluran darah - diinjeksikan secara alami - yang akan
mengusir semua rasa kantuk. Apakah mungkin bahwa murid-murid
Yesus itu telah makan terlalu banyak dan minum di saat
perjamuan terakhir sebelum berangkat ke Getsemani.
|