|
DUA PULUH
PEMERINTAHAN YITZHAK RABIN
Catatan Yitzhak Rabin tidak menawarkan tanda-tanda
optimistik bahwa pemerintahan Israel sekarang ini akan
mencapai perdamaian. Rabin adalah salah seorang pejabat
Israel paling berpengalaman. Dia menjadi pemimpin kelahiran
asli Israel pertama ketika dia meraih kekuasaan sebagai
perdana menteri pada 1974. Pemerintahannya berlangsung
hingga 1977, ketika Partai Likud Menachem Begin mengambil
alih dan menguasai panggung politik Israel selama lima belas
tahun berikutnya. Rabin sekali lagi menjadi perdana menteri
ketika Likud kehilangan kekuasaannya pada 23 Juni 1992.
Rabin dilahirkan di Jerusalem pada 1 Maret 1920, dan
merupakan salah seorang sukarelawan pertama pada 1941 yang
bergabung dengan unit-unit militer bawah tanah Yahudi baru
bernama Palmach (kawanan penyerang). Sebagai komandan
Palmach dia sangat berjasa dalam memaksa beribu-ribu orang
Palestina keluar dari rumah-rumah mereka. Karier militernya
yang tertinggi dicapainya dengan pengangkatannya sebagai
kepala staf pada 1964, komando militer tertinggi Israel. Di
bawah pimpinannya, Israel melancarkan perang
1967, yang mengakibatkan penaklukan Tepi Barat, Gaza,
dan Dataran Tinggi Golan, dan Jazirah Sinai serta
terciptanya beratus-ratus ribu lebih pengungsi Palestina.
Dia meninggalkan dinas militer pada 1968 untuk menduduki
jabatan sebagai duta besar Israel untuk Amerika Serikat
selama lima tahun. Pada 1984 dia menjadi menteri pertahanan
dan melancarkan tekanan brutal Israel terhadap gerakan
intifadhah Palestina. Rabin
digantikan sebagai menteri pertahanan pada Juni
1990.
OMONG KOSONG
"Saya bersedia mengadakan perjalanan hari
ini, besok, ke Amman, Damascus, Beirut demi perdamaian,
sebab tidak ada kemenangan yang lebih besar daripada
kemenangan perdamaian." --Yitzhak Rabin, perdana
menteri Israel, 19921
FAKTA
Jika catatan Perdana Menteri Rabin dapat dijadikan
pertanda, kata-katanya yang menggambarkan dirinya sebagai
seorang pencari damai harus diterima secara hati-hati.
Selama bertahun-tahun Rabin berulang kali menjelaskan
bahwa dia tidak setuju mengembalikan semua atau bahkan
sebagian besar wilayah pendudukan. Dia menentang Palestina
sebagai suatu negara. Dalam pidato pelantikannya, dia secara
tegas menolak setiap pembahasan, apalagi kompromi, mengenai
status Jerusalem. Secara tersirat dia menuntut bagian-bagian
utama dari Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan, dan,
barangkali, Jalur Gaza dengan menyatakan bahwa dia akan
terus membangun pemukiman-pemukiman yang "aman." Dia sama
sekali tidak menyebut-nyebut tentang Resolusi PBB 242, yang
menegaskan rumusan pertukaran tanah untuk perdamaian, atau
tentang Organisasi Pembebasan Palestina, satu-satunya wakil
sah bangsa Palestina. Dia menentang kewarganegaraan Israel
bagi orang-orang Palestina di wilayah-wilayah
pendudukan.
Semua ini menunjukkan pendirian garis kerasnya.
Pun catatan Rabin tidak banyak memberikan harapan bahwa
dia mendapat kepercayaan dari bangsa Palestina. Sebagai
menteri pertahanan sejak awal intifadhah pada akhir 1987,
Rabin menyetujui berbagai cara kejam yang digunakan Israel
untuk menekan orang-orang Palestina di wilayah-wilayah
pendudukan. Ini termasuk jam malam terus-menerus yang
diberlakukan terhadap beratus-ratus ribu orang Palestina,
pemutusan aliran listrik dan telepon ke kamp-kamp pengungsi,
dan blokade atas pasokan-pasokan bahan makanan yang sangat
dibutuhkan.2
Ketika Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin ditanya apakah
Israel akan terus menolak memberikan makanan ke kamp-kamp
pengungsi, dia berkata: "Tidak ada keraguan tentang itu.
Kami tidak akan membiarkan dukungan dari luar untuk
komoditas-komoditas itu, tidak oleh negara-negara, tidak
juga oleh organisasi-organisasi."3
Rabin jugalah pejabat yang mengumumkan kebijaksanaan
"patah tulang" yang mengerikan itu, dengan mengatakan bahwa
Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan, dan
pukulan-pukulan" untuk menekan
intifadhah.4
Tidak lama setelah itu, laporan-laporan pers Israel
menyatakan bahwa 197 orang Palestina telah menjalani
perawatan selama tiga hari di Jalur Gaza karena mengalami
retak tulang akibat pukulan-pukulan; The New York
Times menambahkan bahwa angka di seluruh wilayah
pendudukan "jelas mencapai beratus-ratus dan bahkan
lebih."5
Rabin juga menambah jumlah orang-orang Palestina yang
diusir dan menunda prosedur pengadilan bagi "penahanan
administratif" untuk memungkinkan kemudahan memasukkan para
tersangka ke penjara; para terdakwa kini dapat ditahan tanpa
tuduhan atau pengadilan untuk masa yang tak
ditentukan.6 Para
tersangka itu termasuk dokter, ahli hukum, wartawan,
pemimpin perserikatan, pejabat universitas, dan
mahasiswa.7 Di
bawah Rabin, semua sekolah Palestina ditutup, yang membuat
anak-anak Palestina kehilangan kesempatan
pendidikan.8
The New York Times berkomentar dalam sebuah judul
berita: "Bagi Orang-orang Arab di Tepi Barat, Pendidikan
Dianggap sebagai Kejahatan. "9
Rabin melarang para penduduk wilayah-wilayah pendudukan
melakukan perjalanan ke Israel atau antara kota-kota besar
di Tepi Barat. Hanya para pemukim Yahudi di sana yang
diperbolehkan bergerak ke mana-mana.10
Rabin mengumumkan hukuman penjara selama lima tahun untuk
para pelempar batu yang menyebabkan terjadinya kerusakan
serius dan denda $1.000 terhadap orang-tua dari anak-anak di
bawah usia empat belas tahun yang tertangkap tengah melempar
batu.11
Ketika pemberontakan Palestina terus berlangsung, Rabin
mengatakan bahwa para penduduk sipil Israel boleh menembak
jika melihat ada seseorang membawa sebuah koktil Molotov,
suatu kebijaksanaan yang diprotes oleh Kementerian Luar
Negeri AS.12
Dia melanjutkan penghancuran atau penyegelan rumah-rumah
dari para tersangka, bahkan ketika tidak diakui sebagai
tempat tinggal bagi para anggota keluarga
lainnya.13
Ketika penggunaan peluru-peluru plastik oleh pasukan
Israel secara dramatis meningkatkan jumlah korban di
kalangan orang-orang Palestina, Rabin mengatakan bahwa
"itulah sasaran kami yang sebenarnya... tujuan kami adalah
meningkatkan jumlah [orang terluka] di kalangan
mereka yang ikut ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas
kekerasan namun tidak membunuh mereka." Seorang pejabat PBB
menyamakan taktik baru itu dengan "musim terbuka" dari
kalangan orang-orang Palestina.14
Kekejaman semacam itu bukan hal yang baru bagi Rabin.
Pada 1948 dia adalah komandan
brigade yang bertugas merebut kota-kota Palestina, Lydda dan
Ramle, yang keduanya merupakan kota-kota Arab yang
ditetapkan sebagai bagian dari negara Arab dalam Rancana
Pembagian PBB. Di bawah perintah David Ben-Gurion, Rabin
memaksa paling sedikit 50.000 dan barangkali 60.000 orang
Palestina untuk lari dari rumah-rumah mereka dan menjadi
pengungsi.15
Selama perang 1967, Rabin menjadi kepala staf dan
mengawasi penghancuran banyak sekali desa-desa Palestina dan
pemaksaan 323.000 orang Palestina menjadi pengungsi. Dari
semua ini, 113.000 orang menjadi pengungsi untuk kedua
kalinya dari 726.000 orang yang kehilangan rumah mereka
akibat perang 1948, banjir manusia lainnya yang menyebar ke
dalam diaspora mereka sendiri.16
Ketika dia pertama kali menjadi perdana menteri pada
1974, Rabin memprakarsai suatu kebijaksanaan pembalasan
Israel yang baru terhadap basis-basis gerilyawan Palestina
di Lebanon Selatan. Kebijaksanaan ini mencakup penggunaan
pesawat-pesawat perang. Dalam serangan-serangan udara
pertama di bawah kebijaksanaan baru Rabin paling sedikit 100
orang Arab terbunuh dan 200 orang
terluka.17
Di bawah Rabin, Israel bersikap begitu kaku dalam
perundingan-perundingan pada 1975 dengan Mesir mengenai
Jazirah Sinai sehingga Presiden Gerald Ford merasa perlu
mengumumkan "penilaian kembali" atas kebijaksanaan AS bagi
Timur Tengah. Itu merupakan suatu upaya yang agak tersamar
untuk menekan Israel agar melakukan kompromi dengan Mesir
dalam strategi Menteri Luar Negeri Henry Kissinger untuk
mencapai persesuaian kedua antara kedua negara
tersebut.18
Namun Rabin tidak mau mengalah. Ketika lobi Israel berhasil
mengumpulkan tanda tangan tujuh puluh enam Senator dalam
sebuah surat protes, Ford membatalkan penilaian kembali.
Baru setelah Kissinger menjanjikan Rabin tingkat bantuan
tertinggi dalam bidang keuangan, diplomatik, dan teknologi
sajalah Israel pada akhirnya setuju pada kesepakatan
penarikan parsial Sinai II.19
Jika preseden itu menjadi petunjuk bagi apa yang dituntut
oleh "usulan-usulan perdamaian" mutakhir Rabin dari Amerika
Serikat, hal itu merupakan suatu pesan yang menenangkan.
Sinai II adalah kesepakatan yang paling mahal yang pernah
diambil Washington. Kissinger menjanjikan bantuan bagi
Israel sekitar $2 milyar setiap tahun selama lima tahun
berikut. Di kemudian hari jumlah ini naik menjadi $3 milyar.
Tetapi itu baru permulaan dari banjir aset AS yang
dilimpahkan ke Israel.20
Keuntungan tambahan mencakup serangkaian
pemahaman-pemahaman rahasia untuk memberikan serangkaian
komitmen yang ditandatangani pada September 1975. Dalam MOU
utama yang dirahasiakan dengan Israel, Kissinger menjanjikan
Amerika Serikat akan "melakukan segala upaya untuk
menanggapi... untuk masa sekarang dan dalam jangka panjang,
permintaan peralatan militer dan kebutuhan-kebutuhan
pertahanan Israel lainnya, kebutuhan-kebutuhan energi, dan
kebutuhan-kebutuhan ekonominya."21
Memorandum itu secara resmi menjanjikan dukungan Amerika
untuk melawan ancaman-ancaman oleh suatu "kekuatan dunia,"
yang berarti Uni Soviet. Di antara janji-janji lainnya untuk
rezim Rabin:
- Amerika Serikat akan menjamin untuk masa lima tahun
bahwa Israel akan memperoleh seluruh kebutuhan minyak
dalam negerinya, dari Amerika Serikat jika perlu.
- Amerika Serikat akan membayar bagi pembangunan
fasilitas-fasilitas yang dapat menyimpan pasokan untuk
satu tahun kebutuhan-kebutuhan cadangan.
- Amerika Serikat akan membuat perencanaan untuk
mengirimkan pasokan-pasokan militer ke Israel jika
terjadi keadaan darurat.
- Amerika Serikat setuju dengan pendapat Israel bahwa
setiap perundingan dengan Yordania akan ditujukan untuk
mencapai penyelesaian damai menyeluruh; yaitu, tidak
boleh ada usaha diplomasi langkah-demi-langkah menyangkut
Tepi Barat.
- Amerika Serikat menjanjikan dalam suatu lampiran
rahasia untuk MOU rahasia bahwa pemerintah akan
mengajukan permohonan bantuan ekonomi dan militer untuk
Israel setiap tahun ke Kongres. Lampiran itu juga
menyatakan bahwa "Amerika Serikat berketetapan akan terus
mempertahankan kekuatan defensif Israel melalui pasokan
jenis-jenis peralatan canggih, seperti pesawat F-16."
Sebagai tambahan, Amerika Serikat setuju untuk
mempelajari pengiriman "teknologi tinggi dan
peralatan-peralatan canggih, termasuk misil
tanah-ke-tanah Pershing," yang biasanya digunakan untuk
mengirimkan hulu ledak atom. Ketika persetujuan itu
diungkapkan di muka umum, Washington kemudian membatalkan
pengiriman Pershing.
- Dalam suatu memorandum rahasia lainnya, Kissinger
menjanjikan Amerika Serikat tidak akan "mengakui atau
berunding dengan Organisasi Pembebasan Palestina selama
Organisasi Pembebasan Palestina itu tidak mengakui hak
hidup Israel dan tidak menerima Resolusi Dewan Keamanan
242 dan 338."22
kata-kata ini dikukuhkan menjadi undang-undang oleh
Kongres pada 1985. Amerika Serikat juga menjanjikan akan
sepenuhnya berkoordinasi pada strategi dalam setiap
pertemuan-pertemuan Konferensi Jenewa mendatang. Maka,
dengan penolakan Israel untuk mengakui PLO dan dengan
adanya kelompok-kelompok kuat di dalam PLO yang pada
waktu itu tidak mau menerima Resolusi 242 dan 338, jalan
buntu menyangkut Tepi Barat semakin tak tertembus.
- Presiden Ford menandatangani sebuah surat yang
menjanjikan Rabin bahwa Amerika Serikat tidak akan
mengajukan usulan perdamaian apa pun tanpa lebih dulu
membahasnya dengan orang-orang Israel. Ini merupakan
suatu konsesi penting sebab hal itu sesungguhnya
merupakan suatu masukan langsung untuk merumuskan
kebijaksanaan AS di Timur Tengah.23
- Di samping itu, Presiden Ford menandatangani sebuah
surat yang menjanjikan bahwa Amerika Serikat "akan
mendukung pendapat Israel bahwa setiap perjanjian
perdamaian dengan Syria harus didasarkan atas hak milik
Israel di Dataran Tinggi Golan."24
Dengan adanya komitmen menyangkut kekayaan, teknologi,
prestise, dan dukungan diplomatik AS ini, Rabin setuju untuk
menarik pasukan pendudukan Israel dua puluh hingga empat
puluh mil sebelah timur Terusan Suez, dengan masih
membiarkan lebih dari separuh Sinai berada di bawah
kontrolnya.25
Kissinger pernah berkomentar tentang Rabin: "Jika dia
diserahi seluruh Komando Udara Strategis Amerika serikat
sebagai hadiah cuma-cuma pasti dia akan (a) menunjukkan
sikap bahwa setidak-tidaknya Israel mendapatkan apa yang
menjadi haknya, dan b) mencari-cari kelemahan teknis dalam
pesawat-pesawat yang membuat penerimaannya atas mereka suatu
konsesi setengah hati bagi kita."26
OMONG KOSONG
"Kami ingin menekankan bahwa pemerintah akan
terus menguatkan dan membangun pemukiman Yahudi di
sepanjang jalur konfrontasi, mengingat makna pentingnya
dari segi keamananan." --Yitzhak Rabin, perdana
menteri Israel, 199227
FAKTA
Sejumlah besar jenderal dan orang-orang Israel lainnya
telah selama bertahun-tahun menegaskan bahwa
pemukiman-pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan
tidak mempunyai nilai keamananan sama sekali. Bahkan seorang
ideolog yang begitu besar pengabdiannya seperti Binyamin
Ze'ev Begin, putra mantan perdana menteri dan pembawa suara
terkemuka dalam Partai Likud, menulis pada 1991: "Dalam
pengertian strategis, pemukiman-pemukiman (di Judea,
Samaria, dan Gaza) tidak punya makna penting." Yang
menjadikannya penting, tambahnya, adalah bahwa
"pemukiman-pemukiman itu menjadi penghalang yang tak dapat
diatasi bagi pendirian sebuah negara Arab merdeka di sebelah
barat sungai Yordan."28
Mahkamah Agung Israel telah menetapkan bahwa perebutan
tanah Palestina untuk melokasikan pemukiman Yahudi dengan
pemandangan ke Nablus di Tepi Barat yang telah diduduki itu
tidak didasarkan atas pertimbangan keamanan. Peraturan
pengadilan pada 1979 itu pada pokoknya berarti bahwa
pemukiman-pemukiman tidak menawarkan nilai keamanan yang
cukup untuk membenarkan penyitaan tanah Palestina. Keputusan
pengadilan itu sebagian didasarkan atas suatu sumpah
tertulis yang diberkaskan oleh mantan Kepala Staf Haim
Bar-Lev, yang menyatakan: "Pemukiman Yahudi di
wilayah-wilayah Judea dan Samaria yang berpenduduk tidak
mempunyai apa pun yang dapat memberikan sumbangan pada
keamanan saat ini. Sebaliknya, mereka justru mengganggu
keamanan... Setiap usaha untuk menyatakan adanya motif
keamanan pada para pemukim ini adalah menyesatkan dan
menyimpang. Pemukiman-pemukiman ini justru merugikan
keamanan."29
Perdana Menteri Yitzhak Rabin kini mengemukakan perbedaan
antara pemukiman "keamanan" dan pemukiman "politik." Yang
dimaksudkannya dengan pemukiman kemanan adalah pos-pos luar
yang didirikan sepanjang perbatasan Lembah Yordania dengan
Yordania dan Dataran Tinggi Golan milik Syria.
Pemukiman-pemukiman Politik adalah pemukiman-pemukiman di
tengah pusat-pusat penduduk Palestina, kecuali di Jerusalem
Timur. Pada waktu pemilihan kembali Rabin, ada sekitar 90
pemukiman "keamanan" dengan penduduk 51.000 orang di Tepi
Barat-separuh dari jumlah keseluruhan sekitar 180 pemukiman
Tepi Barat dengan hampir 100.000 orang
pemukim.30
Mantan Menteri Pertahanan Ezer Weizman mendukung
pemukiman-pemukiman itu namun dengan terus terang dia
mengakui: "Alasan-alasan keamanan --istilah itu mempunyai
nilai yang dapat dirundingkan di negara Israel. Pelajaran
yang dapat diambil dari semua perang yang telah kita jalani
justru kebalikannya: pemukiman-pemukiman di perbatasan tidak
pernah dapat menjadi pengganti angkatan bersenjata. Bahkan
pemukiman-pemukiman yang dipertahankan melawan angkatan
bersenjata Arab pada 1948 biasanya dimenangkan dengan
bantuan angkatan bersenjata. Lebih-lebih, Israel harus
mengevakuasi para pemukimnya di Dataran Tinggi Golan ketika
berlangsung Perang Yom Kippur karena mereka terdampar di
tengah medan pertempuran... Pemukiman-pemukiman yang lemah
dan terpencil justru menjadi beban dan gangguan dalam
pengertian militer"31
Rabin tidak membuat pretensi keamanan menyangkut
pemukiman-pemukiman di dan seputar Jerusalem. Tujuan
pemukiman-pemukiman Yahudi di sana semata-mata untuk
mengajukan tuntutan atas seluruh kota itu sebagai ibukota
Israel. Rabin berkata dalam pidato pelantikannya tahun 1992:
"Pemerintahan ini, sebagaimana semua pendahulunya, percaya
bahwa tidak ada perbedaan pendapat dalam Dewan mengenai
keabadian dari kota Jerusalem sebagai ibukota Israel.
Jerusalem, utuh dan bersatu, telah dan akan menjadi ibukota
bangsa Israel di bawah kekuasaan Israel, tempat yang
dirindukan dan diimpikan oleh setiap orang Yahudi.
Pemerintah telah berbulat hati dalam keputusannya bahwa
Jerusalem bukanlah masalah yang dapat dirundingkan.
Tahun-tahun yang akan datang pun akan menyaksikan perluasan
pembangunan di metropolitan Jerusalem. Setiap orang Yahudi,
baik yang beragama maupun yang sekular, bersumpah: 'Jika aku
melupakanmu, wahai Jerusalem, biarlah tangan kananku
lumpuh!' Sumpah ini menyatukan kita semua dan jelas mengena
di hati saya, sebagai penduduk asli
Jerusalem."32
OMONG KOSONG
"Sebagai langkah pertama menuju solusi
permanen, kami akan membahas pelaksanaan otonomi di
Judea, Samaria, dan distrik Gaza." --Yitzhak Rabin,
perdana menteri Israel, 199233
FAKTA
Sementara Perdana Menteri Rabin melalui pidato
pelantikannya di tahun 1992 tampaknya siap membantu dengan
menyatakan kesediaan Israel untuk memberikan otonomi pada
wilayahwilayah Palestina yang diduduki, tidak ada tanggapan
di kalangan orang-orang Palestina. Alasannya: Rabin
mengusulkan rencana otonomi yang sama yang pernah ditawarkan
hampir lima belas tahun yang lalu oleh Menachem Begin. Hal
itu telah lama didiskreditkan sebagai semata-mata taktik
penundaan yang memungkinkan Israel untuk mempertahankan
wilayah-wilayah pendudukan.
Rencana otonomi Begin hanya memberikan kepada orang-orang
Palestina lingkup pemerintahan sendiri yang sangat sempit
atas masalah-masalah seperti pengumpulan sampah dan
perbaikan jalan, tapi tidak menyentuh soal-soal penting yang
menyangkut air atau tanah tempat tinggal mereka. Pada saat
yang sama, rencana itu memungkinkan dilanjutkannya kehadiran
pasukan pendudukan Israel dan tidak menawarkan batas waktu
bagi kepastian untuk masalah utama tentang siapa yang
memegang kekuasaan atas wilayah-wilayah
tersebut.34
Sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Pertahanan Ezer
Weizman: "Kegigihan [Begin] yang tak tergoyahkan
untuk melestarikan pemerintahan Israel atas Tepi Barat dan
Jalur Gaza mendorongnya untuk merumuskan rencana otonomi
itu."35 Dengan
kata lain, itu merupakan suatu cara yang cerdik untuk
mempertahankan kontrol Israel sementara menunjukkan bahwa
Israel tengah mengajukan konsesi-konsesi besar pada bangsa
Palestina. Mantan menteri kehakiman dalam pemerintahan
Perdana Menteri Yitzhak Shamir, Dan Meridor, mengakui
demikian pula pada awal 1992: "Rencana otonomi itu kini
merupakan sarana paling efisien untuk memastikan
dipertahankannya kontrol Israel atas Judea, Samaria, dan
Gaza."36
Rencana Begin itu dikecam bahkan oleh beberapa orang
Israel, terutama yang paling terkenal adalah Profesor Jacob
Talmon dari Hebrew University di Jerusalem, salah seorang
tokoh paling dihormati dalam Zionisme dan nasionalisme
modern. Dalam sebuah surat panjang kepada Begin, Talmon
menulis: "Tuan Perdana Menteri, gagasan otonomi sebagaimana
yang Anda usulkan sudah usang, suatu tipu daya untuk menutup
mulut orang-orang non-Yahudi. Siapa pun yang mengenal
sejarah imperium-imperium multinasional pada penutupan abad
yang lalu... tidak dapat tidak akan menggelengkan kepalanya
melihat tawaran yang dicari-cari dari tumpukan-tumpukan
sampah sejarah ini...
"Tuan Perdana Menteri, dengan segala hormat kepada kepala
pemerintahan dan sesama ahli sejarah, izinkan saya untuk
memberitahu Anda berdasarkan riset yang telah dilakukan
selama berpuluh-puluh tahun atas sejarah nasionalisme, bahwa
betapapun kuno, istimewa, mulia, dan uniknya motif-motif
subjektif kita, usaha untuk menguasai dan memerintah, pada
akhir abad kedua puluh, penduduk asing yang menyimpan
kebencian, yang berbeda bahasa, sejarah, kebudayaan, agama,
kesadaran nasional, dan aspirasi-aspirasinya, ekonomi serta
struktur sosialnya-lama saja dengan usaha untuk menghidupkan
kembali feodalisme."37
OMONG KOSONG
"Sudah sejak dalam langkah-langkah
pertamanya, pemerintah --barangkali melalui kerjasama
dengan negeri-negeri lain-- mencurahkan perhatiannya pada
upaya menggagalkan setiap kemungkinan bahwa musuh-musuh
Israel menyimpan senjata-senjata nuklir." --Yitzhak
Rabin, perdana menteri Israel,
199238
FAKTA
Ada sesuatu yang dalam dugaan bahwa Israel akan berdiri
sebagai semacam pengawal untuk melawan pengembangan
senjata-senjata nuklir, sementara dalam kenyataannya ia
merupakan satu-satunya negara di wilayah itu yang memiliki
senjata-senjata tersebut. Namun yang lebih mengganggu adalah
isyarat dari Perdana Menteri Rabin bahwa "negeri-negeri
lain" mungkin akan bergabung dengan Israel dalam peranan
itu. Rabin hampir pasti mengacu pada Amerika Serikat, yang
menunjukkan adanya lingkup kolusi rahasia lainnya dari kedua
negara itu melawan bangsa-bangsa Arab. Presiden Bush
tampaknya mengakui upaya itu ketika dia bertemu dengan Rabin
beberapa minggu setelah pelantikan Rabin dan berkata dalam
konferensi pers bersama mereka pada 11 Agustus: "Jadi kami
memantapkan diri untuk bekerja sama guna mencegah
proliferasi senjata-senjata konvensional serta
senjata-senjata penghancuran massa."39
Jika demikian, itu merupakan bukti lain dari jalinan
kebijaksanaan AS dengan kebijaksanaan Israel.
Suatu contoh tentang bagaimana keakraban Amerika dengan
Israel menyelewengkan kebijaksanaan AS melawan proliferasi
terjadi pada Juni 1992 dengan dipublikasikannya sebuah buku
petunjuk dari Departemen Perdagangan tentang proyek-proyek
roket paling berbahaya di Dunia Ketiga. Tujuan daftar itu
adalah memberikan identitas dari proyek-proyek semacam itu
kepada perusahaan-perusahaan industri dan dengan demikian
mencegah penjualan-penjualan yang dapat membantu mereka.
Yang mengherankan, daftar itu menghapuskan beberapa proyek
roket paling berbahaya di Timur Tengah. Alasannya, dalam
kata-kata ahli nuklir Gary Mulhollin: "Orang-orang Israel
menentang daftar versi pemerintah tahun 1991 sebab di situ
tercantum Jericho, misil primer mereka. Setelah menyerah
pada tuntutan Israel agar Jericho tidak dicantumkan,
pemerintah terpaksa tidak mencantumkan pula proyek-proyek
yang tengah dikerjakan di Mesir, Lybia, dan Syria sebab,
para pejabat pemerintah memberitahu saya secara pribadi,
secara politis akan memalukan jika kita melakukan
sebaliknya."40
Dengan kata lain, demi memenuhi keinginan Israel agar
misilnya sendiri, Jericho, yang mampu membawa
senjata-senjata nuklir ke setiap ibukota negara Arab, tidak
dicantumkan, Amerika Serikat menutup mata terhadap semua
proyek misil di Timur Tengah.
Catatan kaki:
1 Dari pidato pelantikan
Rabin tahun 1992. Teks itu terdapat pada Pelayanan Informasi
Siaran Luar Negeri, 14 Juli 1992, 23-27, sementara
kutipan-kutipan utamanya terdapat dalam "Documents and
Source Material;" Journal of Palestine Studies, Musim
Gugur 1992,146-49.
2 Glenn Frankel,
Washington Post, 20 Januari 1988.
3 John Kifner, New
York Times, 20 Januari 1988. Untuk laporan yang sangat
bagus mengenai akibat-akibat dari jam malam, lihat Glenn
Frankel, Washington Post, 20 Januari 1988.
4 Kifner, New York
Times, 20 Januari 1988. Juga lihat Jonathan C. Randal,
Washington Post, 21 Januari 1988; Glenn Frankel, 23
Januari 1988.
5 John Kifner, New
York Times, 23 Januari 1988.
6 John Kifner, New
York Times, 23 Maret 1988.
7 Glenn Frankel,
Washington Post, 13 Mei 1988.
8 Joel Brinkley, New
York Times, 21 Januari 1989.
9 Joel Brinkley, New
York Times, 8 Mei 1989.
10 Glenn Frankel,
Washington Post, 29 Maret 1988.
11 Avishai Margalit,
"Israel: The Rise of the Ultra-Orthodox," New York Review
of Books, 9 November 1989.
12 Joel Brinklev,
New York Times, 14 Mei 1988.
13 Joel Brinkley,
New York Times, 20 Juni 1988.
14 Glenn Frankel,
Washington Post, 28 September 1988.
15 Rabin secara terus
terang menulis dalam memoarnya mengenai kejadian pada akhir
1970-an itu, namun bagian itu disensor oleh Israel. Tulisan
tersebut di kemudian hari dipublikasikan oleh New York
Times (23 Oktober 1979) dan Newsweek (9 November
1979) dan oleh penerjemah bahasa Inggris Rabin, Peretz
Kidron. Lihat Kidron, "Truth Whereby Nations Live," dalam
Said dan Hitchens, Blaming the Victims. Juga lihat
Palumbo, The Palestinian Catastrophe, 127.
16 "Report on the
Mission of the Special Representative to the Occupied
Territories, 15 September 1967," Laporan PBB no. A/6797*.
Juga lihat Davis, The Evasive Peace, 69; Neff,
Warriors for Jerusalem, 320. Davis mengemukakan angka
pengungsi dua kali itu adalah 145.000.
17 Terence Smith,
New York Times, 21 Juni 1974; James F. Clarity,
New York Times, 20 Juni 1974. Juga lihat Nakhleh,
Encyclopedia of the Palestine Problem, 791, 824.
18 Quandt, Decade of
Decisions, 267; Sheehan, The Arabs, Israelis, and
Kissinger, 165-68.
19 Teks kesepakatan dan
MOU serta lampiran rahasianya terdapat dalam Medzini,
Israel's Foreign Relations, 3: 281- 90. Juga lihat
Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, Lampiran
Delapan.
20 Sepanjang lima tahun
selanjutnya Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa
keseluruhan bantuan bagi Israel setara dengan $1,742 milyar
pada 1977, $1,792 milyar pada 1978, $4,790 milyar pada 1979
(mencerminkan biaya untuk memindahkan Israel keluar dari
Sinai), $1,786 milyar pada 1980 dan $2,164 milyar pada 1981;
lihat New York Times, 8 Agustus 1982.
21 Teks itu terdapat
dalam Yodfat dan Arnon-Ohanna, PLO, 191, dan Sheehan, The
Arabs, Israelis, and Kissinger, 156-57.
22 Ibid.
23 Quandt, Decade of
Decisions, 201.
24 Teks itu terdapat
dalam Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1991,
183-84.
25 Neff, Warrior
against Israel, 302-3; Sheehan, The Arabs, Israelis,
and Kissinger, 190.
26 Kissinger, White
House Years, 568.
27 Dari pidato
pelantikan Rabin tahun 1992.
28 Elfi Pallis, "The
Likud Party: A Primer," Journal of Palestine Studies,
Musim Dingin 1992, 45-46.
29 Dikutip dalam
Aronson, Creating Facts, 111. Juga lihat Peter
Edelman, wakil ketua Americans for Peace Now,
kesaksian di depan Dewan Subkomite Operasi-operasi Luar
Negeri, 21 Februari 1992.
30 Yayasan bagi
Perdamaian Timur Tengah, Report on Israeli Settlement in
the Occupied Territories, Juli 1992.
31 Weizman, The
Battle for Peace, 226.
32 Dari pidato
pelantikan Rabin tahun 1992.
33 Ibid.
34 Sicherman,
Palestinian Self-Government (Autonomy), 8- 9. Iuga
lihat Carter, Keeping Faith, 300; Quandt, Camp David,
156; Rubenberg, Israel and the American National
Interest, 218- 19; Kementerian Luar Negeri AS,
American Foreign Policy 1977- 1980, 641-44.
35 Weizman, The
Battle for Peace, 119.
36 Ha'aretz (Tel
Aviv), 2 Maret 1992.
37 Teks surat itu
terdapat dalam Aronson, Creating Facts, 132-37; dan
Thorpe, Prescription for Conflict, 167-82.
Dipublikasikan dalam Disent pada Musim Gugur 1980. 38
Dari pidato pelantikan Rabin tahun 1992. 39 Konferensi pers,
disiarkan oleh CNN, 11 Agustus 1992.
38 Dari pidato
pelantikan Rabin tahun 1992.
39 Konferensi pers,
disiarkan oleh CNN, 11 Agustus 1992.
40 Gary Mulhollin dan
Gerard White, Washington Post, rubrik Outlook, 16
Agustus 1992.
|