Islam dalam Lintasan Sejarah
Hamilton Alexander Rosskeen Gibb

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

BAB 4. DOKTRIN DAN IBADAT DALAM QURAN

Quran tidak memberikan penjelasan secara sistem tentang kepercayaan atau ibadat, tetapi kitab tadi muncul sebagai keseluruhan sejumlah doktrin dan amal ibadat yang seragam dan pasti. Doktrin dan ibadat tadi sepanjang masa merupakan inti sari dan ilham bagi kehidupan keagamaan umat Islam. Pasal itu akan dikupas secara ringkas dalam bab ini, sedang bab-bab yang selanjutnya akan menyelami perkembangan ilmu tauhid dan ibadat menjadi lebih halus.

Memang serba aneh, bahwa syahadah yang masyhur atau pengakuan iman: la ilaha illa'llah muhammadun rasulu'llah 'Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Muhammad adalah utusan Tuhan' tidak terdapat dalam bentuk tergabung demikian di dalam Quran, akan tetapi kedua pasal disebutkan sendiri-sendiri. Boleh dianggap sebagai garis besar iman --dan acap kali diterima oleh para muslimin sebagai demikian-- diberikan di dalam Surah IV, a. 135

"Hai orang-orang yang beriman! percayalah kepada Allah dan utusanNya dan Kitab yang telah diturunkan-Nya kepada utusan-Nya, dan Kitab Tuhan yang telah diturunkan-Nya sebelumnya. Karena barang siapa tidak percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Utusan-utusan-Nya, dan Hari Terakhir, sesungguhnya telah tersesat jauh dari kebenaran"

(I) Tuhan

Kata Arab Allah adalah bentuk singkat dari al-ilah, 'Satu-satunya Tuhan'. Anggapan tentang Tuhan yang Mahaagung dan istilah Arab itu terbukti telah dikenali orang Arab dalam zaman Muhammad saw. Nabi Muhammad saw., mengusahakan memberi isi baru yang lebih penuh daripada anggapan tadi, membersihkan anggapan tadi dari unsur-unsur aliran aneka Tuhan yang masih menyelubungi paham tadi serta menggantinya dengan penerimaan satu gambaran yang samar dan jauh, kepercayaan kepada suatu Wujud, Pencipta, Pemelihara jagat raya, mengatasi perbatasan duniawi, Pemisah yang Mahakuasa dari amal saleh dan dosa, Yang Maha Mengetahui, dan Hakim yang terakhir dari umat manusia.

Tidak mungkin membentangkan di sini, meskipun dengan garis-garis besar ajaran tentang ketuhanan yang terang dan yang tersembunyi dalam Quran. Sebagian besar dijelaskan dalam bentuk nama julukan dan kata sifat, misalnya, Maha Pendengar, Maha Melihat, Maha Pemberi, Maha Penghitung, Maha Pengampun, Maha Pemimpin, yang telah dikumpulkan oleh kaum muslimin sebagai sembilan puluh sembilan "nama yang terindah" bagi Allah. Pada beberapa tempat terdapatlah juga penjelasan yang berkalimat lebih panjang. Paling mengesankan diantaranya dalam gaya bahasanya yang fasih dan lancar adalah ayat al-Kursi (S. II a. 256)

"Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Mahahidup, Yang Maha Berdiri dengan sendiri; tidak dikenakan akan Dia mengantuk maupun tidur. BagiNya segala apa yang ada di langit dan di bumi. Siapakah yang bisa mohon perantaraan kepada-Nya melainkan dengan izin-Nya? Ia mengetahul apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak meliputi sedikit pun Pengetahuan-Nya, kecuali apa yang dikehendaki oleh-Nya. Luaslah Singgasana-Nya meliputi langit dan bumi, dan tidak sekali pun pemeliharaan dua (benua) itu memberatkan-Nya. Dan Dialah Yang Mahatinggi dan Yang Mahakuasa."

Unsur pokok kepercayaan yang murni bagi Muhammad saw. ialah percaya kepada keesaan Tuhan yang mutlak. Di Mekkah, beliau telah menolak pendapat bahwa berhala yang dipuja oleh orang Arab ialah "putri-putri Allah", sebagaimana kemudian beliau menolak pemujaan Isa dan Marjam as. sebagai "Yang Dipertuan" dan beliau mencela orang Yahudi yang menamakan guru agama mereka dengan gelar rabbi yang berarti Yang kupertuan. Kepercayaan murni membutuhkan keikhlasan hati yaitu memberikan kesetiaan seluruhnya dan yang tidak terbagi-bagi kepada Allah. Lawan ikhlas ialah syirk yakni menempatkan sekutu pada Allah dan pemujaan sebarang ciptaan. Inilah satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni: "Sesungguhnya, Allah tidak mengampuni Ia disekutui, tetapi Ia akan mengampuni, selain dari itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya; dan barang siapa menyekutukan Allah, maka sesungguhnya telah berbuat dosa besar" (S. IV, a. 51).

Allah berada dari segala alam keabadian ke segala alam keabadian. Dialah satu-satunya kenyataan: "Dan janganlah kamu seru beserta Allah, satu Tuhan yang lain. Tiadalah Tuhan melainkan Dia. Tiap-tiap suatu akan binasa, kecuali Wajh-Nya1 (Dzat-Nya); Milik-Nyalah sekalian hukum dan kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (S. XXVIII, a. 88). Selain itu, semua tanpa kecuali dari tujuh langit turun ke bawah telah diciptakan karena kehendak-Nya, dan Sabda Ciptaan-Nya: "Jadilah!" Hanya Dia yang memberikan hidup dan mati; Firman-Nya tidak dapat dielakkan dan semua barang telah ditakdirkan dan diputuskan dengan Pengetahuan-Nya sebelumnya digambarkan dengan indah sebagai telah tertulis pada "Lauh Mahfud" Manusia ialah Ciptaan-Nya, ibad (jamak dari abd, budak belian, yang telah dipakai oleh orang Arab Kristen sebagai istilah ilmu agama), dan harus menundukkan kemauan mereka pada Kehendak-Nya, bagaimanapun gaibnya. "Sekiranya kamu tidak suka kepada mereka, mudah-mudahan sesuatu yang tidak kamu sukai itu dijadikan Allah kebaikan yang banyak" (S. IV, a. 18). Dia "menyesatkan yang dikehendaki-Nya dan memimpin yang dikehendaki-Nya" (S. LXXIV, a. 34). Manusia harus hidup dalam ketakutan dan penghormatan akan Dia, dan selalu harus waspada terhadapNya (demikian makna istilah "takut akan Tuhan" yang terdapat di seluruh Quran dari sampul ke sampul). Namun, manusia diminta supaya memuja-Nya, memuliakan, memuji-Nya, dan selalu mengenangkan Nama-Nya.

Disamping sifat-sifat Allah yang dahsyat dan Mahatinggi seperti Pencipta, Kuasa Utama, Hakim, dan Pembalas, Quran juga menekankan kemurahan-Nya dan Kasih Sayang-Nya. Ia tidak hanya "Maha Pengasih dan Maha Penyayang", akan tetapi juga Penjaga, Pemberi, Pemelihara, Pengampun, Pemurah Hati, selalu sedia untuk menerima orang yang tobat. Ia adalah Yang Halus, Yang "lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya" (S. L, a. 15) "Yang Awal dan Yang Akhir", "Yang Lahir dan Yang Batin" (S. LVII, a. 3). Dan akhirnya penjelmaan secara mistik dari Tuhan dalam Jagat Raya-Nya dilukiskan secara ibarat dalam ayat al-Nur (S. XXIV, a. 35).

"Allah itu Cahaya bagi Iangit dan bumi. Perumpamaan Cahaya-Nya sebagai ceruk, didalamnya adalah sebuah dian; dian ini dalam gelas; gelas ini bagaikan bintang seperti mutiara, dinyalakan dari pohon yang diberi berkat; sebatang pohon zaitun yang bukan dari Timur maupun dari Barat yang minyaknya hampir bersinar, walaupun tidak tersentuh api; Cahaya atas Cahaya; Tuhan memimpin kepada Cahaya-Nya barang siapa yang dikehendaki-Nya"

(II) Malaikat-Malaikat

Quran menggambarkan para malaikat umumnya sebagai pesuruh Tuhan. Mereka sebagaimana manusia ialah ciptaan Tuhan, hamba-Nya, dan selalu memuja-Nya. Mereka mendukung Singgasana-Nya, turun dengan Firman-FirmanNya pada Lailat al-qadr, mencatat amal manusia, menerima ruh mereka setelah meninggal dunia, menjadi saksi kebajikan atau dosa mereka pada hari Kiamat, dan menjaga Pintu-Pintu Neraka. Dalam pertempuran di Badr, para malaikatlah yang membantu kaum muslimin terhadap pasukan-pasukan orang Mekkah yang jauh lebih banyak dan lebih kuat.

Walaupun istilah "malaikat utama" tidak terdapat dalam Quran rupanya cita-cita telah terkandung dalam penunjukkan Malaikat Maut yang telah diberi kuasa atas manusia (S. XXXII, a. 11), dan Mikail disamping Jibril dalam satu ayat (S. II, a. 92). Adapun pesuruh Tuhan yang utama adalah Jibril. Dan nyatalah bahwa para muslimin yang terdahulu menerima Jibril sebagai "pesuruh yang mulia, pemilik kuasa" yang telah membawa Quran kepada Muhammad saw. (S. LXXXI, aa. 19-21), dan juga sebagai "Ruh Kudus" yang meramalkan kelahiran Isa as., dan dalam tiga ayat telah diriwayatkan "menyentosakan" Isa as.

Dengan kepercayaan kepada malaikat terdapat juga kepercayaan kepada setan, meskipun para setan lebih diumpamakan sebagai para jin yang membangkang daripada sebagai malaikat yang terguling. Para jin, sebagaimana manusia, ciptaan Tuhan juga; bukan dari tanah, tetapi dari api. Diantaranya ada yang terdapat beriman, ada yang kafir. Yang tidak percaya akan diadili bersama-sama dengan manusia dan dihukum masuk Neraka. Jin yang membangkang dinamakan setan; merekalah yang menyesatkan manusia, menolak para Nabi, dan mencoba untuk mendengarkan apa yang dirundingkan di Langit, tetapi dienyahkan oleh cirit bintang-bintang. Mereka yang mengajarkan ilmu sihir kepada manusia dan yang ditundukkan oleh Sulaiman as. Mereka telah menyelami air dan membina untuk Nabi tersebut. Pemimpin dari sukma-sukma terkutuk tadi ialah si setan ataupun iblis. Ia telah dijatuhkan, diturunkan dari tempatnya diantara malaikat-malaikat karena telah menolak memuja Adam as. atas perintah Tuhan. Oleh karena itu, ia dikutuk, tetapi hukumannya ditangguhkan hingga hari pembangkitan dan ia diberi kuasa atas orang-orang yang dapat dibujuknya.

(III) Kitab-Kitab dan Rasul-Rasul

Kepercayaan kepada Rasul-Rasul dinyatakan dalam kalimat syahadat, disampingnya kepercayaan kepada keesaan Tuhan, doktrin pusat Quran. Sepanjang masa dan kepada semua umat bangsa, (termasuk para jin) Tuhan telah mengirimkan utusan atau nabi-nabi untuk mengajarkan keesaan Tuhan dan memperingatkan mereka akan hari Kiamat. Kebanyakan utusan-utusan tersebut, kalau tidak semuanya, telah ditolak dan dikejar-kejar oleh kawannya se negara; oleh karena itu, kemudian dijatuhi hukuman yang dahsyat. Mereka bukannya tukang mukjizat, kecuali apabila diberikan oleh Tuhan kepada mereka kekuasaan istimewa sebagai "tanda". Kaum muslimin diharuskan percaya kepada mereka seluruhnya dengan tidak ada kecualinya, meskipun hanya sedikit saja utusan tersebut yang disebutkan namanya dalam Quran ataupun diceriterakan riwayatnya dalam Quran. Beberapa diantaranya mendapat kuasa istimewa dan pangkat diatas yang lain-lainnya; khusus Adam, Nuh, ahli Ibrahim, Musa, dan Isa as. Muhammad saw. merupakan nabi terakhir yaitu utusan Allah bagi sekalian Bani Adam.

Tercatat dalam Quran ada dua puluh delapan nabi. Diantaranya empat orang (apabila Luqman as. dimasukkan) adalah orang Arab, delapan belas orang ialah tokoh-tokoh dari Perjanjian Lama, tiga orang (Zakaria, Jahja, dan Isa as.) dari Perjanjian Baru, dua orang disebutkan dengan julukannya; antara lain Dhu'l-Qurnain, "yang bertanduk dua", biasanya dikenali sebagai pahlawan hikayat Iskandar. Riwayat nabi hampir semuanya dimasukkan dalam surah-surah Makkiyah. Tokoh-tokoh Kitab Taurat hikayatnya --dengan beberapa selingan, sesuai dengan riwayat-riwayat Kitab Taurat. Riwayat Jusuf as. memenuhi Surah XII, dan Surah XVIII memuat tiga hikayat tersendiri ialah hikayat "'Tujuh orang yang tertidur" (ashabu'l kahf wa'rraqim), tentang pertemuan antara Musa as. dengan "salah seorang hamba Kami" (dikenali orangnya oleh hadis sebagai wali yang berkelana al-Chidr, dan Dhu'l-Qarnain serta pembinaan Tembok Jajuj dan Majuj. Dalam hikayat Isa as. yang dilukiskan dalam ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah ditekankan khusus kelahirannya dari Ibu Perawan, mukjizat Isa as. dan penyangkalan tentang ketuhanannya, atau tuntutan ketuhanan olehnya. Penyaliban juga ditolak sebagai dongengan Yahudi. Seseorang yang menyerupai beliau telah disalib sebagai gantinya.

Asas-asas agama yang telah diajarkan oleh para nabi dalam intinya adalah satu dan sama, walaupun dalam hal pasal-pasal kecil terdapat perkembangan dalam wejangan mereka menghadapi wahyu terakhir dan sempurna. Tingkatan-tingkatan itu dilukiskan juga dalam berbagai Kitab atau Buku suci yang diberikan kepada beberapa diantara nabi-nabi yang utama. Beberapa buku suci yang terdahulu hanya ditunjuk tanpa nama, tetapi empat buah telah diberikan sebutan. Kepada Musa as. telah diberikan wahyu Tuhan Taurah yaitu yang dinamakan Torah oleh bangsa Yahudi, sama dengan Pentateuchus (Latin: Lima Buku Musa); kepada Da'ud as. diberikan Zabur, sama dengan Mazmur menurut kutipan lisan Mazmur XXXVII, a. 29 dalam Surah XXI, a. 105; kepada Isa as. diberikan Injil; kepada Muhammad saw. diberikan Quran. Kitab-kitab suci itu adalah wahyu yang tertulis dan semuanya harus dipercayai dan diterima kitab-kitab tadi saling membenarkan; dan Quran khusus tidak hanya menetapkan kitab-kitab yang terdahulu, akan tetapi sebagai wahyu terakhir menerangkan segala keraguan dan merupakan perbendaharaan kebenaran, al-Haqq yang sempurna.

Lebih lanjut telah dinyatakan bahwa kedatangan Muhammad saw. telah diramalkan oleh Isa as. dibawah nama Ahmad; dan nama Ahmad ini telah dinyatakan khas dalam Taurat dan Injil, sebagai "Nabi al-Ulami" yang ditafsirkan kemudian oleh kaum ahli Sunah sebagai "nabi yang buta huruf". Meskipun demikian, orang Yahudi (dan barangkali karena kesimpulan orang Kristen) mencoba menyembunyikan penyaksian kitab suci mereka dan telah bersalah menafsirkan bahkan dengan sengaja telah memutarbalikkan pernyataan tersebut.

Muhammad saw. sendiri, berangsur-angsur Quran memungkiri kesifatan beliau yang melebihi kemanusiaan biasa. Beliau adalah seorang makhluk yang mesti mati juga, ditugaskan untuk membawa peringatan Tuhan dan wejangan Tuhan bagi keselamatan. Beliau tidak memiliki pengetahuan di luar yang telah diwahyukan kepadanya, dan tidak dianugerahi kekuasaan-kekuasaan gaib. Beliau telah diperintahkan untuk memohon ampun akan kesalahan-kesalahannya dan supaya bersabar hati dalam kesengsaraan. Beliau merupakan contoh mulia bagi yang menaruh penghargaan terhadap Tuhan. Keputusannya wajib ditaati dalam urusan iman dan amal; kepercayaan kepada wahyunya dan ketaatan terhadapnya perlu bagi keselamatan.

(IV) Hari Kiamat

Kedudukan hari kiamat dalam pikiran Muhammad saw. dan angan-angan penganutnya yang terdahulu telah ditunjukkan dalam bab di muka. Hari kiamat selalu disajikan sebagai waktu yang hanya diketahui oleh Tuhan. Terompet akan dibunyikan, langit-langit akan terpecah belah, gunung-gunung dihancurkan menjadi debu, kubur-kubur akan terbuka, serta manusia dan jin akan dipanggil untuk bertanggung jawab. Malaikat-malaikat yang menjaga tiap-tiap orang akan memberikan penyaksian tentang riwayat hidupnya, amal-amalnya akan ditimbang dengan neraca dan bukunya akan ditempatkan dalam tangannya; tangan kanan dari orang berbahagia, tangan kiri dari orang terkutuk.

Selanjutnya, yang berbahagia, para pria dan wanita yang bertakwa, yang berkhidmat dan dermawan, yang suka memberi ampun, yang telah menderita dikejar-kejar dan dituntut karena Allah, orang yang berjihad, akan diundang untuk masuk ke dalam taman Firdaus, tempat perdamaian, wisma yang kekal; mereka akan tetap tinggal dekat sungai yang mengalir, memuji Tuhan, berbaring di atas balai-balai sutera, menikmati makanan dan minuman sorga serta ditemani oleh gadis-gadis dan istri-istri yang bermata hitam dan suci murni, dengan kebahagiaan yang melebihi.

Adapun orang tamak, yang tidak percaya, para pemuja Tuhan selain Allah, akan dilemparkan ke dalam api untuk berdiam di sana selama-lamanya, tanpa keringanan penyiksaan, diberi makanan air mendidih dengan buah dari pohon zaqqum, yang menyerupai kepala-kepala setan dan serupa leburan kuningan dalam perut. Tidak ada lukisan yang dapat menyatakan kengerian dari gambaran jahanam menurut Quran yang dikuatkan dengan firman: "Sesungguhnya Kami akan mengisi jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama", ataupun dengan kengerian hari "apabila Kami akan bertanya kepada jahanam: "Sudahkah engkau penuh?", dan jahanam akan menjawab: "Apakah ada tambahan?" (Surah L, a. 29).

Adapun gambaran perhitungan yang dahsyat itu diringankan dengan jaminan berangsur-angsur tentang belas kasihan Tuhan, dan dengan sindiran tentang kekuasaan perantaraan yang diberikan oleh Tuhan kepada yang dikehendaki-Nya kecuali atas nama yang berdosa di jahanam. Adapun dalam Quran tidak terdapat ayat suatu pun yang memberikan kekuasaan perantaraan itu khusus kepada Muhammad saw. ataupun suatu anjuran bahwa memeluk agama Islam saja berarti paspor pasti bagi Sorga. Selain bagi orang mati syahid, maka satu-satunya janji untuk Sorga hanya diberikan kepada orang "yang tobat, beriman, dan bertindak adil". Ahli sunah selalu menggabungkan iman dengan amal, dan khusus dengan amal ibadat yang diperintahkan kepada yang beriman dalam Quran.

(V) Salat

Menunaikan salat berangsur-angsur ditekankan sebagai salah satu kewajiban pokok agama. Meskipun Quran tidak dengan tegas berisikan keterangan tentang tata cara dan lima waktu salat, namun dapat dipastikan bahwa salat-salat tadi telah ditetapkan sebelum wafat Muhammad saw. Tiap-tiap salat terdiri dari beberapa rakaat tertentu. Tiap-tiap rakaat terdiri dari tujuh gerakan, masing-masing dengan pembacaannya sendiri: (1) mengucapkan Allahu Akbar 'Allah Maha Besar', sambil mengangkat kedua tangan dengan tapak tangan terbuka di sisi muka; (2) membaca al-Fatihah, surah pembukaan Quran, disusul oleh ayat atau beberapa ayat lain, sedang berdiri tegak; (3) rukuk ialah membungkukkan badan ; (4) bangkit dari rukuk hingga berdiri tegak; (5) sujud, tunduk meletakkan dua lutut di bumi lantas bersujud pertama dengan meletakkan dahi di bumi; (6) bangkit dari sujud pertama hingga duduk di atas tapak kaki; (7) bersujud kedua kalinya. Rakaat kedua dan rakaat selanjutnya mulai dengan gerakan kedua di atas. Pada akhir rakaat kedua itu dan pada akhir masing-masing salat, membaca Attahiyat dan Selawat.

Waktu sembahyang fardu ialah pada waktu subuh (2 rakaat); lohor, tengah hari (4 rakaat) ; asar, petang hari (4 rakaat) ; magrib, setelah matahari terbenam (3 rakaat) ; dan isya, bagian permulaan malam (4 rakaat). Wajib bagi tiap-tiap mukmin menunaikan sembahyang-sembahyang tersebut dimana pun berada. Seyogyanya sembahyang itu dilakukan berjamaah dalam mesjid (tempat sujud) dipimpin oleh seorang imam, yang berdiri di muka baris saf orang-orang yang sembahyang, dianut gerakannya. Di Madinah para wanita ikut juga bersalat. berjamaah dengan menempati saf di belakang para pria. Imam dan makmumnya menghadap kiblat, jurusan yang diwajibkan, yang telah ditakrifkan dalam suatu ayat Madaniyah sebagai Mesjid al-Haram di Mekkah. Dalam keadaan sakit dan bahaya, salat tadi dapat diringankan; pengecualian lain tidak ada. Acap kali dinasihatkan sembahyang tambahan atau yang berlebih-lebihan, khusus pada waktu malam.

Quran menyebutkan pula salat Jumat, pada waktu siang hari Jumat, salat berjamaah pokok dalam satu pekan dan memerintahkan penghentian segala pekerjaan selama waktu sembahyang tersebut. Dalam hubungan ini, disebutkan juga undangan untuk sembahyang, adhan. Azan ini mengganti penggunaan lonceng-lonceng dan anak genta yang dibenci oleh Muhammad saw; muazin pertama adalah budaknya bernama Bilal. Pada waktu itu belum mengenal menara. Menara baru digunakan pada zaman Khalifah Bani Umayah.

Diperintahkan membersihkan badan dan pakaian sebelum sembahyang, dan caranya berwudu ditakrifkan dalam Surah V, a. 9: "Hai, orang-orang beriman, apabila kamu akan berdiri sembahyang hendaklah kamu cuci muka dari tangan sampai siku kamu, dan sapulah kepala kamu dan (cucilah) kaki kamu sampai dua mata kaki". Inilah yang dinamakan pembersihan dari hadas kecil (wudhu). Pembersihan dari hadas besar (ghusl) merupakan mandi dengan air merata seluruh badan setelah berjanabat. Apabila tidak terdapat air, maka tangan dan muka boleh dibasuh dengan pasir harus bersih (tayammum). Dalam pada itu, para mukminin diharuskan menjaga kebersihan badan; dengan terang Quran menyebutkan arti lambang dari kewajiban pembersihan.2

(VI) Zakat

Bersamaan dengan perintah menunaikan sembahyang, Quran biasa memerintahkan pemberian zakat sebagai tanda lahir kesalahan dan jalan untuk menerima keselamatan. Dalam tahun-tahun permulaan, nasihat untuk memberikan derma lebih banyak ditujukan kepada persembahan sukarela (sadaqah); tetapi beberapa ayat terakhir diwahyukan (Surat LVIII, aa. 13-14) dengan terang membedakan sadaqah dari zakat. Hal itu menunjukkan bahwa zakat telah dikenal sebagai iuran wajib, kira-kira (sebagai ditetapkan dalam kitab-kitab fiqih kemudian) sebesar seperempat puluh penghasilan dalam uang atau barang. Iuran itu harus ditarik dari semua orang, yang dengan sukarela maupun paksaan masuk dalam persaudaraan Islam, tetapi iuran ini bukannya pajak. Hendaknya zakat dipandang sebagai pinjaman kepada Tuhan, yang akan dibayar-Nya kembali berlipat ganda. Persembahan dengan sukarela merupakan jalan untuk menembus pelanggaran dan harus diberikan kepada keluarga, anak yatim, orang miskin, dan orang yang berada didalam perjalanan (S. II, a 211). Pokok-pokok dikenakan zakat adalah ditakrifkan (dalam S. IX, a. 60, meskipun istilah yang dipakai di situ adalah sadaqah) sebagai: "orang fakir dan miskin, para pengurus pengumpulan zakat, orang yang perlu dijinakkan hatinya, untuk memerdekakan budak dan orang yang berhutang, orang dalam perjalanan dan keperluan di jalan Allah" (lihatlah Bab 9).

(VII) Puasa

Diperintahkan di Madinah "sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu." (S. II, aa. 179-183). Difirmankan bahwa dalam bulan Ramadan, bulan ke-9 dari tahun takwim bulan, harus diperhatikan sebagai waktu berpuasa, berpantang makan dan minum selama siang hari. Barang siapa yang sakit dan dalam bepergian dikecualikan, akan tetapi kemudian diharuskan menebus berpuasa jumlah hari yang sama. Puasa, antara lain, digunakan untuk menebus beberapa pelanggaran.

(VIII) Haji

Ziarah ke Mesjid al-Haram di Mekkah telah diatur dengan pasti di Madinah. Adat kebiasaan beberapa hari tertentu dalam bulan Zulhijjah (bulan kedua belas); upacara tawaf mengelilingi Kaabah; sa'i, jalan pergi kembali antara dua bukit rendah Safa dan Marwah yang terletak dekat pada Mesjid al-Haram; wuquf, berkumpul pada hari kesembilan bulan Zulhijjah di padang Arafah (lebih kurang dua belas mil sebelah Timur Mekkah) ; berkorban memotong biri-biri dan unta di Mina pada waktu kembali ke Mekkah; semua ini dipertahankan dan difirmankan dalam Quran. Adat kebiasaan lain termasuk mencium Hajar Aswad yang ditempatkan pada pojok tembok (sebelah Timur) Kaabah dan melontari tiga buah Jumrah, tugu batu melambangkan setan di Mina, meskipun tidak disebutkan dengan tegas, telah dilakukan oleh Muhammad saw. pada waktu menunaikan haji, dan dengan demikian dimasukkan dalam ibadat Islam.

Sebagaimana orang sebelum sembahyang harus membersihkan diri, juga sebelum menunaikan haji orang yang beribadat harus berada dalam keadaan ihram. Ihram ini pertama meliputi mencukur rambut kepala dan melepaskan pakaian biasa sebelum masuk ke daerah tanah haram Mekkah, memakai pakaian ihram berupa dua lembar kain putih tidak terjahit, sedang kepala dan roman muka tidak ditutupi. Dalam keadaan ihram, yang beribadat tidak diperbolehkan memburu, memotong rambut atau kuku, menggunakan wangi-wangian, menutup kepalanya (terkecuali bagi para wanita), bercumbu-cumbuan dan bersetubuh hingga setelah berkorban di Mina. Setelah itu baru diizinkan melanjutkan kehidupan biasa.

Ibadat haji merupakan suatu fardu yang diwajibkan kepada tiap-tiap orang muslimin, kewajiban ini terbatas kepada mereka yang cukup perbelanjaan, uang, berbadan dan berjiwa sehat untuk sampai di Mekkah. Dengan pengecualian tersebut, maka kewajiban-kewajiban yang diterapkan dalam empat pasal di muka tadi merupakan empat fardu ibadat umum yang dengan syahadat, penyaksian iman, merupakan "Rukun Islam yang lima".

(IX) Jihad dalam Jalan Allah

Sebagai tambahan kewajiban-kewajiban tersebut, Quran dalam beberapa tempat memerintahkan para mukminin untuk "berbakti di jalan Allah". Kewajiban itu dirumuskan dalam. istilah umum dalam Surat II, aa. 186 dan selanjutnya, antara peraturan puasa dan peraturan haji.

"Perangilah di jalan Allah akan mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melewati batas... Bunuhlah mereka di mana-mana kamu bertemu dengan mereka, dan enyahkanlah mereka dari tempat yang mereka mengeluarkan kamu, padahal fitnah itu terlebih (jahat) daripada pembunuhan ... Perangilah mereka itu hingga tidak ada fitnah lagi dan jadikanlah agama itu karena Allah, tetapi jika mereka berhenti, maka tidak boleh ada perumusan hanya memerangi orang yang lalim saja".

"Apabila bulan-bulan yang dihormati3 itu telah lampau, bunuhlah orang-orang musyrikin di mana saja kamu dapati mereka; tawanlah mereka, kepunglah mereka, adang-adangilah mereka; tetapi, jika mereka tobat, mendirikan sembahyang, dan mengeluarkan zakat, maka biarkanlah mereka ..." (S. IX, a. 5).

Sedang hubungannya membayangkan dugaan bahwa ayat-ayat itu ditujukan pertama pada lawan-lawan Muhammad saw. di Mekkah, dua ayat kemudian diturunkan membedakan antara perang menghadapi orang penyembah berhala pada satu pihak, dan perang menghadapi orang Yahudi dan Kristen pada pihak lain.

"Perangilah orang-orang yang tidak mau percaya kepada Allah, dan tidak kepada hari Penghabisan dan yang tidak mengharapkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan menolak kepatuhan dengan agama yang benar dari orang-orang yang telah diberikan Kitab, sehingga mereka membayar jizyah (upeti) dengan tangannya dalam keadaan merendahkan diri." (S. IX, a. 29).

Adapun barangsiapa yang telah dibunuh dalam jalan Allah, mereka bukannya mati, akan tetapi "hidup di sisi Tuhan mereka, diberi rezeki, mendapat nikmat dan kurnia dari Allah." (Surat III, aa. 163-164).

(X) Syariat

Disamping pokok-pokok utama tentang doktrin, ibadat, dan kewajiban, Quran berisi juga sejumlah besar pelajaran tentang agama, akhlak, dan perintah-perintah hukum. Anggur, daging babi, perjudian, dan riba, misalnya, dilarang bersamaan dengan sejumlah kebiasaan takhyul dari zaman jahiliyah dan pembuatan arca-arca atau gambaran orang. Mas kawin, talak, perwalian anak yatim, warisan diatur secara pasal demi pasal. Hukuman ditetapkan untuk kejahatan tertentu. Sebagaimana mencuri, membunuh diri, pembunuhan, beserta sementara pelanggaran yang kecil-kecil. Perbudakan diterima sebagai suatu lembaga, tetapi ditetapkan pembatasan tertentu atas hak milik budak-budak dan diperintahkan perlakuan baik. Penipuan, sumpah. palsu, dan fitnah, berangsur-angsur dikutuk dengan keras. Dalam beberapa ayat diletakkan aturan tentang perangai sosial. Peraturan itu dengan peraturan lain-lain merupakan asas bagi pembangunan syariat yaitu hukum Islam oleh generasi-generasi kemudian, sebagaimana nanti akan kami terangkan dalam Bab 6.

Ditinjau dengan penerangan yang diberikan oleh ikhtisar ini dari agama sebagai termaktub dalam Quran dapatlah diperoleh beberapa kesimpulan tentang hubungan Islam dengan agama Yahudi dan Kristen, dan tentang soal keasliannya. Apabila keaslian diartikan sistem baru seluruhnya dari cita-cita tentang Tuhan dan kemanusiaan, tentang hubungan antara Tuhan dan manusia, serta makna rohani dari jagat raya, maka ilham Muhammad saw. bukanlah asli. Akan tetapi, keaslian dalam arti demikian tidak ada tempatnya baik nilainya dalam agama yang ber-Tuhan Tunggal. Semua agama telah berkembang dengan proses tingkat demi setingkat dengan menghargai cita-cita yang berlaku karena ahli pikir agama dan nujum dalam generasi kemudian telah memberi tafsiran baru atas unsur-unsur yang terdapat dalam pikiran angkatan-angkatan yang mendahuluinya. Mereka memberikan kepada unsur-unsur tersebut makna, pengertian yang lebih penuh, serta menempatkannya dalam hubungan segar terhadap bentuk umum pikiran dan pengalaman keagamaan di jamannya.

Muhammad saw. tidak sekali-kali mengakui telah membawa wahyu baru, beliau menegaskan bahwa kitab yang diberikan kepadanya hanyalah suatu,pernyataan baru dari agama yang telah diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya. Keaslian Islam tidak boleh disangkal yaitu Islam merupakan langkah baru dalam perkembangan agama ber-Tuhan Tunggal menurut akal budi (apabila tidak menurut filsafat). Keesaan Tuhan dalam agama Islam adalah mutlak dan tanpa syarat seperti dalam agama Yahudi, tetapi yang digabungkan dengan universalisme kekristenan. Pada satu pihak, Islam menolak noda kenasionalan yang melekat pada agama. Yahudi, dan agama Yahudi tidak berhasil membebaskan.diri dari kenasionalan ini. Sebab Islam tidak pernah mempersamakan dirinya dengan bangsa Arab, walaupun orang Arab mempersamakan dirinya dengan Islam. Pada lain pihak, Islam berbeda dari Kristen, tidak seolah-olah (wujud, lahirnya) karena penolakan paham Trinitas dan keesaan Tuhan, tetapi karena penyangkalan paham penyelamatan oleh Isa as.; jimat-jimat, dan tanda peringatan peninggalan pemujaan alam lama yang masih dipelihara dalam upacara dan praktek sehari-hari Gereja Kristen. Disinilah Islam disangga oleh latar belakang Arab karena penduduk gurun pasir selalu menghina pemujaan kesuburan para petani. Pemujaan mereka berkenaan dengan perbintangan terlalu kabur dan tidak teratur merupakan rintangan kuat terhadap perembesan cita-cita ketuhanan Yang Esa. Peralihan dipermudah dengan dipertahankan beberapa upacara keagamaan yang menjadi ciri para nomad, upacara haji mengelilingi sanggar pemujaan umum, dan perayaan pengorbanan di dekatnya. Selain konsesi itu terhadap upacara adat, Islam mengadakan syarat-syarat untuk suatu percobaan, eksperimen baru dalam hubungan kemanusiaan. Suatu eksperimen dalam ketuhanan tunggal yang murni, yang tidak disangga oleh serba simbol, perlambang suatu pun ataupun bentuk-bentuk yang dapat menggerakkan perasaan orang umum, yang telah diletakkan dalam agama-agama ketuhanan tunggal yang terdahulu.

Dengan cara menaruh manusia berhadapan dengan Tuhan, tanpa unsur perantara rohaniah maupun berupa orang, Islam menekankan perbedaan tajam antara mereka. Walaupun Quran berisikan juga ayat-ayat tentang ilham mistik, dogma-dogma yang dikeluarkan hanya dapat mulai dari dalil tentang perbedaan antara Tuhan dan manusia, dan (sebagai akibat yang pasti) persamaan seluruh manusia dalam hubungannya sebagai makhluk terhadap Tuhan. Dalam perbedaan yang tajam dan kaku itulah letaknya asal ketegangan Islam. Bagaimanapun juga pikiran nyata yang gemar akan kesusasteraan penduduk gurun pasir dapat menciptakan kekuasaan dan kemuliaan Tuhan, kenikmatan Firdaus, dan kengerian Neraka, akibat ketegangan tadi dalam menggelorakan pikiran keagamaan hingga suatu perasaan tanggung jawab telah terbukti oleh kekuatan yang tiap-tiap waktu dapat meledak dan membangun sebagaimana telah diperlihatkan dalam masing-masing abad yang menyusul.

Justru adanya ketegangan dan keaslian ketegangan demikian, pemimpin-pemimpin agama Islam menghadapi suatu tugas sulit, untuk memecahkan dua masalah yang harus dijawab oleh semua sistem keagamaan. Soal pertama ialah perhatian terhadap pikiran akal budi yang menghendaki uraian panjang lebar tentang doktrin-doktrin dalam kata-kata yang boleh diterima oleh pikiran filsafat; ataupun, apabila itu ternyata terlampau sukar, sekurang-kurangnya oleh akal budi. Soal kedua ialah menarik perhatian hati dan kehendak orang biasa, orang awam pria dan wanita. Hanya masih harus dibuktikan sampai di mana dan sampai kapan suatu agama bersifat universal dapat menempatkan sebagian besar penganutnya pada suatu tahap yang demikian keras dan pasti tentang kewajiban dan pengalaman keagamaan.

Catatan kaki: 

1 Wajh, wajah ialah istilah orang --dalam Quran-- sama artinya dengan persona atau "dzat"

2 Aneh juga, bahwa khitan, potong kulub, meskipun dipandang umum sebagai suatu kewajiban, tidak difirmankan dalam Quran.

3 "Bulan-bulan yang dihormati" adalah bulan ketujuh, kesebelas, kedua belas, dan yang pertama tahun Arab. Sejak zaman dahulu kala, dalam bulan-bulan tersebut tidak dilakukan perampasan atau peperangan menurut adat kebiasaan.

(sebelum, sesudah)


Islam dalam Lintasan Sejarah
oleh Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb
Penerbit Bhratara Karya Aksara - Jakarta 1983


Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team