|
1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN
(4/6)
Apabila negara-negara yang sudah tinggi kebudayaannya
pada zaman kita sekarang ini mendirikan rumah-rumah sakit,
lembaga-lembaga sosial dan amal untuk menolong fakir-miskin,
atas nama kasih sayang dan kemanusiaan, maka didirikannya
lembaga-lembaga itu karena didorong oleh rasa persaudaraan
serta rasa cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang
diterimanya, sungguh ini suatu pikiran yang lebih tinggi dan
lebih tepat memberikan kebahagiaan kepada seluruh umat
manusia, seperti dalam firman Tuhan:
"Dengan kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadamu,
carilah kebahagiaan akhirat, tapi jangan kaulupakan nasibmu
dalam dunia ini. Berbuatlah kebaikan (kepada orang lain)
seperti Tuhan telah berbuat kebaikan kepadamu, dan jangan
engkau berbuat bencana di muka bumi ini. Allah sungguh tidak
mencintai orang-orang yang berbuat bencana." (Qur'an, 28:
77)
Persaudaraan insani ini akan menambah
rasa cinta manusia satu sama lain. Dalam Islam, rasa cinta
demikian ini tidak seharusnya akan terhenti pada batas-batas
tanah air tertentu, atau hanya terbatas pada salah satu
benua. Yang seharusnya bahkan tidak boleh mengenal batas
samasekali.
Oleh karena itu, dari seluruh pelosok bumi manusia harus
saling mengenal, supaya satu sama lain dapat menambah rasa
cinta kepada Allah, dan rasa cinta ini akan menambah tebal
iman mereka kepada Allah. Untuk mencapai itu manusia dari
segenap penjuru bumi harus berkumpul dalam satu irama yang
sama, tanpa diskriminasi, dan tempat berkumpul yang terbaik
untuk itu ialah di tempat memancarnya cinta ini. Dan tempat
itu ialah Baitullah di Mekah, dan inilah yang disebut ibadah
haji. Orang-orang beriman tatkala berkumpul disana, tatkala
mereka melaksanakan segala upacara, mereka menempuh cara
hidup yang luhur sebagai teladan iman kepada Allah, dengan
niat yang ikhlas menghadapkan diri kepadaNya.
"Musim haji itu ialah dalam beberapa bulan yang sudah
ditentukan. Barangsiapa sudah membulatkan niat selama
bulan-bulan itu hendak menunaikan ibadah haji, maka tidak
boleh ada suatu percakapan kotor, perbuatan jahat dan
berbantah-bantahan selama dalam mengerjakan haji. Segala
perbuatan baik yang kamu lakukan, Tuhan mengetahuinya.
Bawalah perbekalanmu, dan perbekalan yang paling baik ialah
menjaga diri dari perbuatan hina. Patuhilah Aku, wahai
orang-orang yang berpikiran sehat." (Qur'an. 2: 197)
Di dataran tinggi ini, di tempat orang-orang beriman
menunaikan ibadah haji untuk saling berkenalan, untuk saling
mempererat tali persaudaraan, dan tali persaudaraan ini akan
lebih memperkuat iman di tempat ini - segala perbedaan dan
diskriminasi yang bagaimanapun di kalangan orang-orang
beriman itu harus hilang. Mereka harus merasa, bahwa
dihadapan Tuhan mereka itu sama. Mereka menghadapkan seluruh
hati sanubarinya untuk mernenuhi panggilan Tuhan,
benar-benar beriman akan keesaanNya, bersyukur akan nikrnat
yang telah diberikanNya. Rasanya tak ada kenikmatan yang
lebih besar daripada nikmat iman akan keagungan Tuhan,
sumber segala kebahagiaan. Dihadapan cahaya iman serupa ini,
segala angan-angan kosong tentang hidup akan sirna, segala
kebanggaan dan kecongkakan karena harta, karena turunan,
karena kedudukan dan kekuasaan akan lenyap. Dan karena
cahaya iman itu juga, maka manusia akan dapat menyadari arti
kebenaran, kebaikan dan keindahan yang ada dalam dunia ini,
akan dapat memahami undang-undang Tuhan yang abadi, dalam
semesta alam ini, yang takkan pernah berubah dan berganti.
Suatu pertemuan umum yang luas ini telah dapat melaksanakan
arti persaudaraan dan persamaan semua orang beriman dalam
bentuknya yang paling luas, luhur dan bersih.
Inilah ketentuan-ketentuan dan
kaidah-kaidah Islam seperti yang diwahyukan kepada Muhammad
'alaihissalam. Ini terrnasuk prinsip-prinsip iman seperti
sudah kita lihat dalam ayat-ayat yang kita kutip tadi, dan
sebagai prinsip-prinsip kehidupan rohani Islam. Sesudah
semua kita lihat, akan mudah sekal kita menilai,
norrna-norma etika apa yang harus kita terapkan atas dasar
itu. Norma-norma ini memang sungguh luhur sekali, yang
memang belum ada tandingannya dalam kebudayaan mana pun atau
dalam zaman apa pun. Apa yang akan membawa manusia untuk
mencapai kesempurnaannya bila saja ia dapat melatih diri
sebagaimana mestinya, oleh Qur'an sudah dirumuskan, bukan
hanya dalam satu surah saja hal ini disebutkan, bahkan
disana-sini juga disebut. Begitu salah satu surah kita baca,
kita sudah dibawa ke puncak yang lebih tinggi, yang belum
dicapai oleh suatu kebudayaan sebelum itu, juga tidak
mungkin akan dicapai oleh kebudayaan yang sesudah itu. Untuk
mengetahui betapa agungnya klimaks yang telah dicapai itu
cukup kita lihat misalnya adat sopan santun atas dasar
rohani ini yang bersumberkan keimanan kepada Allah serta
latihan mental dan hati kita atas dasar tersebut, tanpa
orang melihat akan mencari keuntungan materi di balik sernua
itu.
Dalam berbagai zaman dan bangsa,
penulis-penulis sudah sering sekali melukiskan gambar
Manusia Sempurna - atau Superman. Penyair-penyair, para
pengarang, filsuf-filsuf dan penulis-penulis drama, sejak
zaman dahulu mereka sudah pernah melukiskan gambaran ini,
dan sampai sekarang masih terus melukiskan. Tetapi
sungguhpun demikian, tidak akan ada sebuah gambaran manusia
sempurna yang dilukiskan begitu cemerlang dan unik seperti
disebutkan dalam rangkaian Surah al-Isra' (17). Ini baru
sebagian saja hikmah yang diwahyukan Allah kepada Rasul,
bukan dimaksudkan untuk melukiskan Manusia Sempurna
melainkan untuk mengingatkan manusia tentang beberapa
kewajiban. Dalam hal ini firman Allah:
"Dan Tuhanmu sudah memerintahkan, jangan ada yang kamu
sembah selain Dia dan supaya berbuat baik kepada ibu-bapa.
Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, janganlah kamu
mengucapkan kata "ah" kepada mereka dan jangan pula kamu
membentak mereka, tapi ucapkanlah dengan kata-kata yang
mulia kepada mereka (93). Dan rendahkanlah harimu dengan
penuh kesayangan kepada mereka, dan doakan: 'Ya Allah, beri
rahmatlah kepada mereka berdua, seperti kasih-sayang mereka
mendidikku sewaktu aku kecil' (24) Tuhan kamu lebih
mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Kalau kamu orang-orang
yang berguna. Dia Maha Pengampun kepada mereka yang mau
bertaubat (25). Berikanlah kepada keluarga yang dekat itu
bagiannya, begitu juga kepada orang-orang miskin dan orang
dalam perjalanan. Tetapi jangan kamu hambur-hamburkan secara
boros (26). Pemboros-pemboros itu sungguh golongan setan,
sedang setan sungguh ingkar kepada Tuhan (27). Dan jika kamu
berpaling dari mereka karena hendak mencari kurnia Tuhan
yang kauharapkan, katakanlah kepada mereka dengan kata-kata
yang lemah lembut (28). Jangan kaujadikan tanganmu
terbelenggu ke kuduk, dan jangan pula engkau terlalu
mengulurkannya, supaya engkau tidak jadi tercela dan
menyesal (29). Sesungguhnya Tuhan melimpahkan rejeki kepada
siapa saja dan menentukan ukurannya. Dia Maha mengetahui
akan hamba-hambaNya (30). Dan jangan kamu membunuhi
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami yang memberi
rejeki mereka, juga rejeki kamu: sebab membunuh mereka suatu
kesalahan besar (31). Janganlah kamu mendekati perjinahan,
sebab perbuatan itu sungguh keji, dan cara yang sangat buruk
(32). Janganlah kamu menghilangkan nyawa orang yang sudah
dilarang Tuhan, kecuali atas dasar yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh tidak pada tempatnya, maka kepada
penggantinya telah kami berikan kekuasaan; tetapi janganlah
dia membunuh dengan melanggar batas karena dia pun (yang
dibunuh) mendapat pertolongan (33). Harta anak yatim jangan
kamu dekati, kecuali dengan cara yang baik sekali - sampai
dia dewasa. Dan penuhilah janji itu, sebab setiap janji
menghendaki tanggungjawab (34). Jagalah sukatanmu bila kamu
menakar, penuhilah dan timbanglah dengan timbangan yang
jujur. Itulah cara yang baik dan akan lebih baik sekali
kesudahannya (35). Dan janganlah engkau mencampuri persoalan
yang tidak kauketahui; sebab segala pendengaran, penglihatan
dan isi hati orang, semua itu akan dimintai
pertanggunganjawaban (36). Juga janganlah engkau berjalan di
muka bumi dengan congkak, sebab engkau tidak akan dapat
menembus bumi ini, juga tidak akan sampai setinggi gunung
(37). Semua itu suatu kejahatan yang dalam pandangan Tuhan
sangat buruk sekali." (38) (Qur'an, 17: 23 - 38)
Sungguh ini suatu budi pekerti yang luhur, suatu
integritas moral yang sempurna sekali! Setiap ayat yang
tersebut ini akan membuat pembaca jadi tertegun membacanya,
ia akan mengagungkannya melihat susunan yang begitu kuat,
begitu indah, dengan daya tarik kata-katanya, artinya yang
sangat luhur serta cara melukiskannya yang sudah merupakan
suatu mujizat.3 Sayang sekali disini tempatnya
tidak mengijinkan kita menyatakan rasa kekaguman itu! Ya,
bagaimana akan mungkin, sedang untuk membicarakan keenam
belas ayat itu saja seharusnya diperlukan sebuah buku
tersendiri yang cukup besar!
Kalau kita mau membawakan satu segi saja
dari budi-pekerti dan pendidikan akhlak yang terdapat dalam
Qur'an, tentunya bidangnya akan luas sekali, yang tidak
mungkin dapat ditampung dalam penutup buku ini. Cukup
kiranya kalau kita sebutkan, bahwa tidak ada sebuah buku pun
yang pernah memberikan dorongan begitu besar kepada orang
supaya melakukan kebaikan, seperti yang diberikan oleh
Qur'an itu. Tidak ada buku yang begitu agung mengangkat
martabat manusia seperti yang diperlihatkan Qur'an. Juga
yang bicara tentang perbuatan baik dan kasih-sayang, tentang
persaudaraan dan cinta-kasih, tentang tolong-menolong dan
keserasian, tentang kedermawanan dan kemurahan hati, tentang
kesetiaan dan menunaikan amanat, tentang kehersihan dan
ketulusan hati, keadilan dan sifat pemaat, kesabaran,
ketabahan, kerendahan hati dan dorongan melakukan perbuatan
terhormat, berbakti dan mencegah melakukan perbuatan jahat,
dengan i'jaz4 (mujizat) yang tak ada taranya
dalam menyajikan seperti yang dikemukakan oleh Qur'an itu.
Tak ada buku melarang sikap lemah dan pengecut, sifat
egoisma dan dengki, kebencian dan kezaliman, berdusta dan
mengumpat, pemborosan, kekikiran, tuduhan palsu dan
perkataan buruk, permusuhan, perusakan, tipu-muslihat,
pengkhianatan dan segala sifat dan perbuatan hina dan
mungkar - seperti yang dilarang oleh Qur'an, dengan begitu
kuat, meyakinkan, dengan i'jaz (mujizat), yang diturunkan
dalam wahyu kepada Nabi berbangsa Arab itu. Tiada sebuah
surah pun yang kita baca, yang tidak akan memberi anjuran
yang mendorong kita melakukan perbuatan baik, menganjurkan
kita berbakti dan mencegah kita melakukan perbuatan jahat.
Dianjurkannya orang mencapai kesempurnaan yang akan membawa
kepada kehidupan harga diri dan budipekerti yang luhur. Kita
dengarkan Qur'an mengenai toleransi:
"Tangkislah kejahatan itu dengan cara yang
sebaik-baiknya. Kami mengetahui apa yang mereka sebutkan."
(Qur'an, 23: 96)
"Kebaikan dan kejahatan itu tidak sama. Tangkislah
(kejahatan) itu dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga
orang yang tadinya bermusuhan dengan engkau, akan menjadi
sahabat yang akrab sekali." (Qur'an, 41: 34)
Tetapi toleransi yang dianjurkan Qur'an ini tidak
mendorong orang bersikap lemah, melainkan menyuruh orang
supaya berwatak terhormat (nobility of character), selalu
berlumba untuk kebaikan dan menjauhkan diri dari segala
kehinaan:
"Apabila ada orang memberi salam penghormatan kepadamu,
balaslah dengan cara yang lebih baik, atau
(setidak-tidaknya) dengan yang serupa." (Qur'an, 4: 86)
"Dan kalau kamu mengadakan (pukulan) pembalasan, balaslah
seperti yang mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu
tabah hati, itulah yang paling baik bagi mereka yang berhati
tabah (sabar)." (Qur'an, 16: 126)
Dan ini jelas sekali, bahwa toleransi yang dianjurkan itu
ialah dalam arti yang terhormat, tanpa bersikap lemah
samasekali, melainkan sepenuhnya sikap yang disertai harga
diri.
Toleransi yang dianjurkan oleh Qur'an dengan cara yang
terhormat ini dasarnya ialah persaudaraan, yang oleh Islam
dijadikan tiang kebudayaan, dan yang dimaksud pula menjadi
persaudaraan antar-manusia di seluruh jagat. Corak
persaudaraan Islam ini ialah yang terjalin dalam keadilan
dan kasih-sayang tanpa suatu sikap lemah dan menyerah.
Persaudaraan atas dasar persamaan dalam hak, dalam kebaikan
dan kebenaran tanpa terpengaruh oleh untung-rugi kehidupan
duniawi, sekalipun mereka dalam kekurangan. Mereka ini lebih
takut kepada Allah daripada kepada yang lain. Mereka ini
orang-orang yang punya harga diri. Sungguhpun begitu mereka
sangat rendah hati. Mereka orang-orang yang dapat dipercaya,
yang menepati janji bila mereka berjanji, orang-orang yang
sabar dan tabah dalam menghadapi kesulitan, yang apabila
mendapat musibah, mereka berkata: Inna lillahi wa inna
ilaihi rajiun - 'Kami kepunyaan Allah dan kepadaNya juga
kami kembali.' Tak ada yang membuang muka dan berjalan di
muka bumi dengan sikap congkak. Tuhan menjauhkan mereka dari
sifat serakah dan kikir, tiada berkata dusta, terhadap Tuhan
dan kepada sesamanya. Mereka tidak mau menyebarkan perbuatan
keji di kalangan orang-orang beriman, mereka menjauhkan diri
dari segala dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan
apabila mereka marah, mereka segera meminta maaf. Mereka
dapat menahan amarah dan dapat pula memaafkan orang lain.
Sedapat mungkin mereka menghindarkan prasangka, mereka tidak
mau saling memata-matai atau saling menggunjing dari
belakang. Mereka tidak boleh memakan harta sesamanya dengan
cara yang tidak sah, lalu akan membawa perkara itu kepada
hakim, supaya mereka dapat memakan harta orang lain dengan
cara dosa itu. Jiwa mereka dibersihkan dari segala sifat
dengki, tipu-menipu, cakap kosong dan segala perbuatan yang
rendah.
Ciri-ciri khas watak dan etika yang
menjadi landasan budi-pekerti dan pendidikan akhlak yang
murni itu dasarnya ialah - seperti yang sudah kita sebutkan
- disiplin rohani seperti yang ditentukan oleh Qur'an dan
yang bertalian pula dengan iman kepada Allah. Inilah soal
yang pokok sekali dan ini pula yang akan menjamin adanya
sistem moral dalam jiwa orang dengan tetap bersih dari
segala noda, jauh dari segala penyusupan yang mungkin akan
merusak. Moral yang dasarnya memperhitungkan untung-rugi
segera akan diperbesar selama ia yakin bahwa kelemahan
demikian itu tidak akan menggangu keuntungannya. Orang yang
dasar moralnya memperhitungkan untung-rugi demikian ini
sikap luarnya akan berbeda dengan isi hati. Keadaannya yang
disembunyikan akan berbeda dengan yang diperlihatkan kepada
orang. Ia berpura-pura jujur, tapi tidak akan segan-segan ia
menjadikan itu hanya sebagai tameng untuk memancing
keuntungan. Ia berpura-pura benar, tapi tidak akan
segan-segan ia meninggalkannya kalau dengan meninggalkan itu
ia akan mendapat keuntungan. Orang yang pertimbangan
moralnya demikian ini dalam menghadapi godaan mudah sekali
jadi lemah, mudah sekali terbawa arus nafsu dan
tujuan-tujuan tertentu!
Kelemahan ini ialah gejala yang jelas terlihat dalam
dunia kita sekarang. Sudah sering sekali orang mendengar
adanya perbuatan-perbuatan skandal dan korupsi dimana-mana
dalam dunia yang sudah beradab ini. Sebabnya ialah karena
kelemahan, orang lebih mencintai harta dan kedudukan atau
kekuasaan daripada nilai moral yang tinggi dan iman yang
sebenarnya. Tidak sedikit mereka terjerumus masuk ke dalam
jurang tragedi moral dan melakukan kejahatan yang paling
keji, kita lihat pada mulanya mereka pun berakhlak baik,
tetapi masih untung-rugi itu juga yang menjadi dasar
moralnya. Tadinya mereka menganggap bahwa sukses dalam hidup
ini bergantung pada kejujuran. Lalu mereka bersikap jujur
karena ingin sukses, bukan bersikap jujur karena terikat
oleh akidahnya -oleh keyakinan batinnya. Mereka berhenti
hanya sampai disitu, meskipun ini sangat membahayakan
dirinya. Tetapi setelah mereka lihat bahwa mengabaikan
masalah kejujuran dalam peradaban abad kini merupakan salah
satu jalan mencapai sukses, maka kejujuran itu pun mereka
abaikan. Yang demikian ini ada yang tetap tertutup dari mata
orang, rahasianya tidak sampai terbongkar dan akan tetap
dipandang terhormat, tetapi ada juga yang rahasianya
terbongkar dan ia tercemar, yang kadang berakhir dengan
bunuh diri.
|