BAGIAN KEDUAPULUH: PERJANJIAN HUDAIBIYA
(3/3)
Selain itu kesabaran Muhammad terlihat pula ketika
terjadi penulisan isi persetujuan itu, yang membuat beberapa
orang Muslimin jadi lebih kesal. Ia memanggil Ali b. Abi
Talib dan katanya:
"Tulis: Bismillahir-Rahmanir-Rahim (Dengan nama Allah,
Pengasih dan Penyayang)."
"Stop!" kata Suhail. "Nama Rahman dan Rahim ini tidak
saya kenal. Tapi tulislah: Bismikallahuma (Atas namaMu ya
Allah)."
Kata Rasulullah pula:
"Tulislah: Atas namaMu ya Allah." Lalu sambungnya lagi:
"Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah
dan Suhail b. 'Amr."
"Stop," sela Suhail lagi. "Kalau saya sudah mengakui
engkau Rasulullah, tentu saya tidak memerangimu. Tapi
tulislah namamu dan nama bapamu."
Lalu kata Rasulullah pula:
"Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad b.
Abdillah." Dan selanjutnya perjanjian antara kedua belah
pihak itu ditulis, bahwa kedua belah pihak mengadakan
gencatan senjata selama sepuluh tahun - menurut pendapat
sebagian besar penulis sejarah Nabi - atau dua tahun menurut
al-Waqidi - bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy
menyeberang kepada Muhammad tanpa seijin walinya, harus
dikembalikan kepada mereka, dan barangsiapa dari pengikut
Muhammad menyeberang kepada Quraisy, tidak akan
dikembalikan; bahwa barangsiapa dari masyarakat Arab yang
senang mengadakan persekutuan dengan Muhammad diperbolehkan,
dan barangsiapa yang senang mengadakan persekutuan dengan
Quraisy juga diperbolehkan; bahwa untuk tahun ini Muhammad
dan sahabat-sahabatnya harus kembali meninggalkan Mekah,
dengan ketentuan akan kembali pada tahun berikutnya; mereka
dapat memasuki kota dan tinggal selama tiga hari di Mekah
dan senjata yang dapat mereka bawa hanya pedang tersarung
dan tidak dibenarkan membawa senjata lain.
Begitu perjanjian ini ditanda-tangani,
pihak Khuza'a segera bersekutu dengan Muhammad dan Banu Bakr
bersekutu pula dengan Quraisy. Selanjutnya begitu perjanjian
ini ditandatangani begitu pula Abu Jandal b. Suhail b. 'Amr
datang dan terus hendak menggabungkan diri dengan Muslimin,
dan akan pergi bersama-sama pula. Tetapi Suhail sendiri
melihat anaknya demikian dipukulnya mukanya dan direnggutnya
ditentang leher untuk kemudian dikembalikan kepada Quraisy.
Dalam pada itu Abu Jandal sendiri berteriak
sekuat-kuatnya:
"Saudara-saudara Muslimin. Saya akan dikembalikan kepada
orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama
saya ini?!"
Dengan peristiwa itu kaum Muslimin makin gelisah, makin
tidak senang mereka pada hasil perjanjian yang diadakan
antara Rasul dengan Suhail. Tetapi Muhammad lalu mengarahkan
kata-katanya kepada Abu Jandal:
"Abu Jandal, tabahkan hatimu. Semoga Allah membuat engkau
dan orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan
suatu jalan keluar. Kita sudah menandatangani persetujuan
dengan golongan itu, dan ini sudah kita berikan kepada
mereka dan merekapun sudah pula memberikan kepada kita,
dengan nama Allah. Kita tidak akan mengkhianati mereka."
Sekarang Abu Jandal kembali kepada Quraisy, sesuai
vlengan isi persetujuan dan janji Nabi. Suhail juga lalu
berangkat pulang ke Mekah.
Muhammad masih tinggal. Ia gelisah melihat keadaan
orang-orang sekelilingnya. Kemudian ia sembahyang, dan
keadaannya mulai tenang kembali. Ia berdiri, hewan korbannya
mulai disembelih. Ia duduk kembali, rambut kepalanya dicukur
sebagai tanda umrah sudah dimulai. Hatinya sudah merasa
tenang, merasa tenteram. Melihat Nabi melakukan itu, dan
melihat ketenangannya pula, merekapun bergegas pula
menyembelih hewan dan mencukur rambut kepala - sebagian ada
yang bercukur dan ada juga yang hanya memangkas
(menggunting) rambut:
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang
mencukur rambut," kata Muhammad.
Orang-orang jadi gelisah sambil bertanya:
"Dan mereka yang berpangkas rambut, ya Rasulullah?"
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang
bercukur rambut," katanya lagi.
Orang-orang masih gelisah sambil bertanya:
"Dan mereka yang berpangkas rambut, ya Rasulullah?"
"Dan mereka yang berpangkas rambut," katanya lagi.
"Rasulullah," kata setengah mereka lagi, "kenapa doa buat
yang bercukur saja yang dinyatakan, bukan buat yang
bergunting rambut?"
"Karena mereka sudah tidak ragu-ragu."
"Tidak ada jalan lain buat Muslimin mereka mesti kembali
ke Medinah dengan harapan akan kembali ke Mekah tahun depan.
Sebahagian besar mereka itu membawa pikiran demikian ini
dengan berat hati. Kalau tidak karena perintah Rasul, mereka
takkan dapat menahan hati. Tiada biasanya mereka menerima
kekalahan atau menyerah tanpa pertempuran. Karena iman
mereka akan pertolongan Allah kepada Rasul dan agama, mereka
tidak ragu-ragu lagi akan menyerbu Mekah, kalau saja
Muhammad memerintahkan yang demikian itu.
Mereka tinggal di Hudaibiya selama
beberapa hari lagi. Ada mereka yang bertanya-tanya tentang
hikmah perjanjian yang dibuat oleh Nabi itu; ada pula yang
dalam hati kecilnya masih menyangsikan adanya hikmah
demikian itu.
Akhirnya mereka berangkat pulang.
Sementara mereka di tengah perjalanan antara Mekah dengan
Medinah tiba-tiba turun wahyu kepada Nabi dengan Surah
Al-Fat-h. Firman Tuhan itupun oleh Nabi kemudian
dibacakannya kepada sahabat-sahabat:
"Kami telah memberikan kepadamu suatu kemenangan yang
nyata; supaya Tuhan mengampuni kesalahanmu yang sudah lalu
dan yang akan datang, dan Tuhan akan mencukupkan karuniaNya
kepadamu serta membimbing engkau ke jalan yang lurus."
(Qur'an, 48: 1-2) Dan seterusnya sampai pada akhir
Surah.
Tidak sangsi lagi kalau begitu bahwa Perjanjian Hudaibiya
ini adalah suatu kemenangan yang nyata sekali. Dan memang
demikianlah adanya. Sejarahpun mencatat, bahwa isi
perjanjian ini adalah suatu hasil politik yang bijaksana dan
pandangan yang jauh, yang besar sekali pengaruhnya terhadap
masa depan Islam dan masa depan orang-orang Arab itu semua.
Ini adalah yang pertama kali pihak Quraisy mengakui
Muhammad, bukan sebagai pemberontak terhadap mereka,
melainkan sebagai orang yang tegak sama tinggi duduk sama
rendah. Dan sekaligus mengakui pula berdirinya dan adanya
kedaulatan Islam itu. Kemudian juga suatu pengakuan bahwa
Musliminpun berhak berziarah ke Ka'bah serta melakukan
upacara-upacara ibadah haji; suatu pengakuan pula dari
mereka, bahwa Islam adalah agama yang sah diakui sebagai
salah satu agama di jazirah itu. Selanjutnya gencatan
senjata yang selama dua tahun atau sepuluh tahun membuat
pihak Muslimin merasa lebih aman dari jurusan selatan tidak
kuatir akan mendapat serangan Quraisy, yang juga berarti
membuka jalan buat Islam untuk lebih tersebar lagi. Bukankah
orang-orang Quraisy yang merupakan musuh Islam paling gigih
dan lawan berperang yang paling keras itu sekarang sudah
tunduk, sedang sebelum itu mereka samasekali tidak pernah
akan mau tunduk?
Kenyataannya setelah persetujuan perletakan senjata itu
Islam memang tersebar luas, berlipat ganda lebih cepat
daripada sebelumnya. Jumlah mereka yang datang ke Hudaibiya
ketika itu sebanyak 1400 orang. Tetapi dua tahun kemudian,
tatkala Muhammad hendak membuka Mekah jumlah mereka yang
datang sudah sepuluh ribu orang. Mereka yang masih
menyangsikan hikmah perjanjian Hudaibiya ini, yang sangat
keberatan ialah adanya sebuah klausul dalam perjanjian itu
yang menyebutkan, bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy
menyeberang kepada Muhammad tanpa seijin walinya, harus
dikembalikan kepada mereka, dan barangsiapa dari pengikut
Muhammad menyeberang kepada Quraisy tidak akan dikembalikan
kepada Muhammad. Tanggapan Muhammad dalam hal ini ialah
apabila ada orang yang murtad dari Islam dan minta
perlindungan Quraisy, orang semacam ini tidak perlu lagi
kembali kepada jamaah Muslimin, dan siapa-siapa yang masuk
Islam dan berusaha menggabungkan diri dengan Muhammad
mudah-mudahan Tuhan akan membukakan jalan keluar.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang
membuktikan kebenaran pendapat Muhammad bahkan lebih cepat
dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Juga ini menunjukkan,
bahwa dengan persetujuan Hudaibiya itu Islam telah
memperoleh keuntungan besar yang luarbiasa, dan dua bulan
kemudian sesudah itu telah pula membukakan jalan buat
Muhammad memulai mengirimkan surat-surat kepada raja-raja
dan kepala-kepala negara asing mengajak mereka masuk
Islam.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu
memang membuktikan kebenaran pendapat Muhammad lebih cepat
dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Abu Bashir6
telah datang dari Mekah ke Medinah sebagai seorang Muslim.
Sesuai dengan isi persetujuan ia mesti dikembalikan kepada
Quraisy sebab ia pergi tidak seijin tuannya. Untuk itu maka
Azhar b. 'Auf dan Akhnas b. Syariq berkirim surat kepada
Nabi supaya orang itu dikembalikan. Surat-surat itu dibawa
oleh seorang laki-laki dari Banu 'Amir yang datang bersama
seorang budak.
"Abu Bashir," kata Nabi, "Kita telah membuat perjanjian
dengan pihak mereka, seperti sudah kauketahui. Suatu
pengkhianatan menurut agama kita tidak dibenarkan. Semoga
Allah membuat engkau dan orang-orang Islam yang ditindas
bersama kau merupakan suatu kelapangan dan jalan keluar.
Berangkat sajalah engkau kembali kedalam lingkungan
masyarakatmu."
"Rasulullah," kata Abu Bashir, "Saya akan dikembalikan
kepada orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena
agama saya ini."
Lalu Nabi mengulangi kata-kata tadi. Dan kedua orang itu
pun berangkat.
Sesampainya di Dhu'l-Hulaifa dimintanya kepada kawan
seperjalanannya dari Banu 'Amir itu supaya memperlihatkan
pedangnya Setelah digenggamnya erat-erat pedang itu
ditangannya, diayunkannya kepada orang dari Banu 'Amir itu
dan dibunuhnya orang itu. Sekarang sang budak lari ke
jurusan Medinah, langsung menemui Nabi.
"Orang ini tampaknya dalam ketakutan," kata Nabi setelah
melihat orang itu. Lalu katanya kepada orang tersebut, "He!
Ada apa?"
"Teman tuan membunuh teman saya," kata orang itu.
Tidak lama kemudian Abu Bashir muncul dengan membawa
pedang terhunus dan berkata dengan menujukan kata-katanya
kepada Muhammad.
"Rasulullah," katanya. "Jaminan tuan sudah terpenuhi, dan
Tuhan sudah melaksanakan buat tuan. Tuan menyerahkan saya ke
tangan mereka dan dengan agama saya itu saya tetap bertahan,
supaya jangan saya dianiaya atau dipermainkan karena
keyakinan agama saya itu."
Sebenarnya Rasul tidak dapat menyembunyikan kekagumannya
dan harapannya sekiranya dia punya anak buah.
Gambar 1. Berdasarkan peta dalam buku
Ar-Rasul 'l-Qa'id oleh Jendral Mahmud Syait
Khattab
|
Sesudah itu Abu Bashir berangkat juga. Ia berhenti di
Al-Ish, di pantai laut sepanjang jalur Quraisy ke Syam.
Dalam perjanjian Muhammad dengan Quraisy ialah membiarkan
jalan ini sebagai lalu-lintas perdagangan, yang tidak boleh
diganggu olehnya atau oleh Quraisy. Tetapi setelah Abu
Bashir pergi ke daerah itu dan hal ini didengar oleh umat
Muslimin yang tinggal di Mekah serta tentang kekaguman Rasul
kepadanya, sebanyak kira-kira tujuhpuluh laki-laki dari
mereka ini lari pula menemuinya dan menggabungkan diri di
tempat tersebut, lalu dijadikannya dia sebagai pemimpin
mereka. Sekarang mereka bersama-sama mencegat Quraisy dalam
perjalanan itu. Setiap orang yang berhasil mereka tangkap,
mereka bunuh dan setiap ada kafilah dagang tentu mereka
rampas. Ketika itulah Quraisy menyadari bahwa hal ini
merupakan suatu kerugian besar buat mereka, apabila kaum
Muslimin itu masih tetap tinggal di Mekah. Mereka
memperhitungkan, bahwa usaha mengurung orang yang
benar-benar teguh imannya, lebih berbahaya daripada
membebaskannya. Tentu ia akan mencari kesempatan lari. Ia
akan melancarkan perang yang tak berkesudahan terhadap
mereka yang mengurungnya, dan mereka juga yang akan rugi.
Seolah teringat oleh Quraisy ketika Muhammad hijrah ke
Medinah. Ia mencegat perjalanan kafilah mereka. Perbuatan
semacam itu mereka kuatirkan akan diulangi oleh Abu
Bashir.
Sehubungan dengan inilah mereka lalu mengutus orang
kepada Nabi. Dimintanya supaya ia mau menampung orang-orang
Islam itu, dan supaya membiarkan jalan lalu-lintas itu
kembali aman. Dengan demikian Quraisy telah mundur setapak
dari apa yang secara gigih disyaratkan oleh Suhail b. 'Amr
bahwa Muslimin Quraisy yang pergi menyeberang kepada
Muhammad tidak seijin walinya harus di kembalikan ke Mekah.
Dengan sendirinya syarat itu jadi gugur, yang dulu pernah
membuat Umar bin'l-Khattab jadi gusar karenanya dan yang
telah menyebabkan dia jadi marah-marah kepada Abu Bakr.
Selanjutnya Mulmammad telah menampung sahabat-sahabatnya
itu dan jalan ke Syam itu pun kembali jadi aman.
Terhadap wanita-wanita Quraisy yang turut
hijrah ke Medinah, Muhammad mempunyai pendapat lain
lagi.
Setelah ada persetujuan gencatan senjata itu Umm Kulthum
bt. 'Uqba b. Mu'ait keluar dari Mekah. Saudaranya, 'Umara
dan Walid, yang kemudian menyusul, menuntut kepada
Rasulullah supaya wanita itu dikembalikan kepada mereka
sesuai dengan isi Perjanjian Hudaibiya. Akan tetapi Nabi
menolak. Ia berpendapat, bahwa menurut hukum, kaum wanita
tidak termasuk dalam persetujuan itu. Apabila ada wanita
yang minta perlindungan, maka harus dilindungi. Disamping
itu, bilamana wanita itu sudah masuk Islam, maka suaminya
yang masih musyrik sudah tidak sah lagi. Mereka harus
berpisah. Dalam hal inilah firman Tuhan datang:
"Orang-orang yang beriman. Apabila wanita-wanita yang
beriman itu, datang hijrah kepada kamu hendaklah mereka itu
kamu uji. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka.
Bila kamu juga sudah mengetahui, bahwa mereka memang
wanita-wanita yang beriman, jangan hendaknya mereka
dikembalikan kepada orang-orang yang kafir. Mereka tidak
halal buat (menjadi isteri) orang-orang kafir, dan
orang-orang kafir itupun tidak halal buat (menjadi suami)
mereka. Dan bayarkanlah kepada (suami-suami) mereka apa yang
sudah mereka nafkahkan. Tiada salahnya kamu menikah dengan
mereka itu kalau sudah kamu bayarkan maharnya. Dan janganlah
kamu bertahan pada perkawinan wanita-wanita kafir, dan
mintalah apa yang telah kamu nafkahkan, begitupun biarlah
mereka juga minta apa yang telah mereka nafkahkan. Demikian
itulah Dia memberikan keputusan antara sesama kamu. Allah
Maha mengetahui dan Maha Bijaksana." (Qur'an, 60: 10)
Sekali lagi peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi itu membuktikan kebenaran kebijaksanaan
Muhammad. Membenarkan pandangannya yang jauh serta
politiknya yang, tepat sekali. Selanjutnya membuktikan pula,
bahwa ketika ia membuat Perjanjian Hudaibiya itu ia telah
meletakkan dasar yang kukuh sekali dalam kebijaksanaan
politik dan penyebaran Islam. Dan inilah kemenangan yang
nyata itu.
Dengan adanya Pelianjian Hudaibiya ini segala hubungan
antara Quraisy dengan Muhammad telah menjadi tenang sekali.
Masing-masing pihak sudah merasa aman pula. Sekarang Quralsy
semua mencurahkan perhatiannya pada perluasan
perdagangannya, dengan harapan kalau-kalau semua kerugian
yang dialaminya selama perang antara Muslimin dengan Quraisy
itu dapat ditarik kembali; demikian juga ketika jalan ke
Syam itu tertutup perdagangannya terancam akan mengalami
kehancuran.
Sebaliknya Muhammad, ia mencurahkan perhatiannya pada
soal kelanjutan menyampaikan ajarannya kepada seluruh umat
manusia di segenap pelosok dunia. Pandangannya diarahkan
dalam langkah mencapai sukses untuk ketenteraman umat
Muslimin di seluruh jazirah. Bidang itulah yang dilakukannya
dengan mengirimkan utusan-utusan kepada raja-raja pada
beberapa negara, disamping mengosongkan orang-orang Yahudi
dari seluruh jazirah Arab, yang semuanya itu selesai
samasekali sesudah perang Khaibar.
Catatan kaki:
- Asalnya badana atau badn, yaitu unta atau sapi yang
di sembelih (A)
- Sebuah desa enam atau tujuh mil jauhnya dari Medinah,
tempat pertemuan penduduk Medinah yang akan pergi
haji.
- Usfan, sebuah desa terletak antara Mekah dan Medinah,
sekitar 60 km dari Mekah.
- Kira'l-Ghamim sebuah wadi di depan 'Usfan, sekitar 8
mil (± 12 km).
- Ahabisy ialah perkampungan di pegunungan (sebuah
kabilah Arab ahli pelempar panah). Dinamakan demikian,
karena warna kulit mereka yang hitam sekali, atau karena
sifatnya yang mengelompok, atau juga di hubungkan pada
Hubsy, nama sebuah gunung di hilir Mekah (lihat juga
halaman 311).
- Nama lengkapnya Abu Bashir 'Utba b. Usaid (atau b.
Asid seperti dalam As-Sirat'n-Nabawiya oleh Ibn Hisyam,
jilid tiga, p. 337) dari Thaqif, karena keyakinan
agamanya telah dipenjarakan oleh Quraisy di Mekah.
Kemudian ia melarikan diri menyusul Nabi ke Medinah
(A).
|