|
BAGIAN KETUJUH: PERBUATAN-PERBUATAN QURAISY YANG
KEJI (3/3)
Diluar itu, untuk mencapai tingkat pengertian yang lebih
tinggi, orang sudah dibutakan oleh harta benda duniawi, oleh
kenikmatan hidup sejenak yang dirasakannya. Untuk
kepentingan duniawi itu, untuk memburu saat sejenak itu,
mereka berperang dan bertempur. Tak ada sesuatu yang akan
dapat menghambat mereka menancapkan kuku dan gigi mereka ke
batang leher kebenaran, kebaikan dan pengertian moral yang
tinggi itu. Lalu, kesempurnaan yang paling suci artinya itu
oleh mereka akan diinjak-injak di bawah telapak kaki yang
sudah kotor.
Bagaimana pendapat kita tentang orang-orang Arab Quraisy
itu yang melihat Muhammad makin sehari makin banyak
pengikutnya? Mereka kuatir, kebenaran yang sudah
diproklamirkan itu suatu ketika akan menguasai mereka, akan
menguasai orang-orang yang sudah setia kepada mereka, yang
lalu akan menjalar sampai kepada orang-orang Arab di seluruh
jazirah. Sebelum melakukan itu mereka harus memotong leher
orang itu dulu jika dapat mereka lakukan. Lebih dulu mereka
harus melakukan propaganda, pemboikotan, blokade, penyiksaan
dan kekerasan terhadap musuh-musuh besar mereka itu.
Sebab ketiga keberatan mereka menjadi pengikut Muhammad
ialah mereka takut sekali pada hari kebangkitan serta siksa
neraka pada Hari Perhitungan kelak. Kita sudah melihat
masyarakat yang begitu hanyut dalam hidup bersenang-senang
dengan cara yang berlebih-lebihan. Mereka menganggap
perdagangan dan riba itu wajar. Bagi orang kaya di kalangan
mereka itu tak ada sesuatu yang dipandang hina, yang harus
dijauhi. Disamping itu, dengan membawakan sesajen segala
kejahatan dan dosa mereka itu sudah dapat ditebus. Seseorang
cukup mengadu nasibnya dengan qidh (anak panah) di depan
Hubal, sebelum ia melakukan sesuatu tindakan. Tanda yang
diberikan oleh anak panah, itulah perintah yang datang dari
Hubal. Supaya kejahatan-kejahatan dan dosa-dosanya itu
diampuni oleh berhala-berhala, cukup ia menyembelih binatang
untuk berhala-berhala itu. Ia dapat dibenarkan melakukan
pembunuhan, perampokan, melakukan kejahatan, ia tidak
dilarang menjalankan pelacuran selama ia mampu memberi suap
kepada dewa-dewa itu berupa kurban-kurban dan
penyembelihan-penyembelihan.
Sekarang datang Muhammad membawakan
ayat-ayat yang begitu menakutkan, membuat jantung mereka
rasakan pecah karena ngerinya, sebab Tuhan selalu mengawasi
mereka. Pada Hari Kemudian mereka akan dibangkitkan kembali
sebagai kejadian baru, dan bahwa yang akan menjadi penolong
mereka hanyalah perbuatan mereka sendiri.
"Apabila datang suara dahsyat yang memekakkan. Tatkala
seseorang lari meninggalkan saudaranya. Ibunya dan bapanya.
Isterinya dan anak-anaknya. Setiap orang hari itu dengan
urusannya sendiri. Wajah-wajah pada hari itu ada yang
berseri. Tertawa dan bergembira. Dan ada pula wajah-wajah
kelabu pada hari itu. Tertutup kegelapan. Mereka itulah
orang-orang yang ingkar, orang-orang yang sudah rusak."
(Qur'an, 80: 33-42)
Dan suara dahsyat itu datang. "Apabila langit sudah
bagaikan hancuran logam. Dan gunung-gunung bagaikan gumpalan
bulu. Dan tak akan ada kawan akrab menanyakan kawannya.
Padahal mereka menampakkan diri kepada mereka. Ingin sekali
orang jahat itu akan dapat menebus diri dari siksaan hari
itu dengan memberikan anak-anaknya. Isterinya, saudaranya.
Dan keluarganya yang melindunginya. Dan semua yang ada di
bumi; kemudian ia hendak menyelamatkan diri. Tidak
sekali-kali. Itu adalah api menyala. Lapisan kepalapun
tercabut. Dipanggilnya orang yang telah pergi membelakangi
dan yang berpaling. Yang telah menyimpan kekayaan dan
menyembunyikannya." (Qur'an, 70: 8-18)
"Hari itulah kamu dihadapkan akan diadili. Perbuatanmu
takkan ada yang tersembunyi. Barangsiapa yang suratnya
diberikan kepadanya dengan tangan kanan, ia akan berkata ini
dia! Bacakan suratku. Sudah percaya benar aku bahwa aku akan
nmenemui perhitungan. Lalu ia berada dalam kenikmatan hidup.
Dalam taman yang tinggi. Buah-buahannyapun dekat sekali.
Makanlah, dan minumlah sepuas hati, sesuai dengan amalmu
yang kamu sediakan masa lampau. Tetapi, barangsiapa yang
suratnya diberikan dengan tangan kiri, ia akan berkata: Ah,
coba aku tidak diberi surat! Dan tidak lagi aku mengetahui,
bagaimana perhitunganku! Ah, sekiranya aku mati saja.
Kekayaanku tidak dapat menolong aku. Hancurlah sudah
kekuasaanku. Sekarang bawalah dia dan belenggukan. Sesudah
itu, campakkan ia kedalam api neraka. Lalu masukkan ia ke
dalam mata rantai, panjangnya tujuhpuluh hasta. Tadinya ia
tiada beriman kepada Tuhan yang Maha Agung. Dan tiada pula
mendorong memberikan makanan kepada orang miskin. Maka,
sekarang disini tak ada lagi kawan setianya. Tiada makanan
baginya selain daripada kotoran. Yang hanya dimakan oleh
mereka yang penuh dosa."(Qur'an, 69: 18-37)
Sudahkah orang membacanya? Sudahkah mendengarnya?
Tidakkah merasa ngeri, merasa takut? Ini hanya sebahagian
kecil dari yang pernah diperingatkan Muhammad kepada
masyarakatnya. Kita membacanya sekarang, dan sebelum itupun
sudah pula membacanya, mendengarnya, berulang kali. Segala
gambaran neraka yang terdapat dalam Qur'an hidup lagi dalam
pikiran kita, ketika kita membacanya kembali.
"Tatkala kami tanyakan kepada jahanam: - Masih ada lagi?"
(Qur'an, 50:30)
"... Setiap kulit-kulit mereka itu sudah matang, Kami
ganti dengan kulit lain lagi, supaya siksaan itu mereka
rasakan." (Qur'an, 4: 56)
Dengan merasakan adanya kengerian itu, orang akan mudah
memperkirakan betapa sebenarnya perasaan Quraisy dan
terutama orang-orang kayanya, tatkala mendengarkan kata-kata
semacam itu, sebab sebelum mereka mendapat peringatan
tentang siksa, mereka sudah merasa dirinya jauh dan aman
dari itu, dalam lindungan dewa-dewa dan berhala-berhala
mereka.
Juga sesudah itu orang akan mudah pula memperkirakan
betapa meluapnya semangat mereka mendustakan Muhammad,
mengadakan tantangan dan penghinaan. Mereka memang tidak
pernah mengenal arti Hari Kebangkitan, juga mereka tidak
pernah mengakui apa yang didengarnya itu. Tidak ada diantara
mereka itu yang membayangkan, bahwa setelah orang
meninggalkan hidup ini, ia akan mendapat balasan atas segala
perbuatan selama hidupnya. Tetapi apa yang mereka takutkan
dalam hidup mereka pada hari kemudian itu, ialah mereka
takut akan penyakit, takut akan mengalami bencana pada harta
benda, pada turunan, kedudukan dan kekuasaannya. Hidup
sekarang ini bagi mereka ialah seluruh tujuan hidupnya.
Seluruh perhatian mereka hanya tertuju untuk memupuk segala
macam kesenangan dan menolak segala macam yang mereka
takuti. Bagi mereka hari kemudian ialah masalah gaib yang
masih tertutup. Dalam hati mereka sudah merasa bahwa apabila
perbuatan mereka itu jahat dunia gaib itu boleh jadi akan
mendatangkan bencana kepada mereka. Lalu mereka menantikan
adanya alamat baik atau alamat buruk. Segera mereka
mengadukan nasib itu dengan permainan anak panah, dengan
mengocok batu-batu kerikil dan menolak burung3
serta menyembelih kurban. Semua itu merupakan penangkal
terhadap segala yang mereka takuti dalam hidup mereka di
kemudian hari.
Sebaliknya, segala yang mengenai adanya balasan sesudah
mati, mengenai hari kebangkitan tatkala sangkakala ditiup,
mengenai surga yang disediakan untuk mereka yang takwa,
neraka untuk mereka yang aniaya, mengenai semua itu memang
tak pernah terlintas dalam pikiran mereka.
Pada dasarnya mereka sudah pernah mendengar semua itu
dalam agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi mereka belum pernah
mendengar dengan gambaran yang begitu kuat dan menakutkan
seperti yang mereka dengar melalui wahyu kepada Muhammad
itu, dan yang memberi peringatan kepada mereka - akan siksa
abadi dalam perut neraka, yang sangat menggamakkan hati
karena rasa takut hanya dengan mendengar gambarannya saja -
kalau mereka masih juga seperti keadaan itu, bersukaria dan
berlumba-lumba memperbanyak harta dengan melakukan
penindasan terhadap si lemah, makan harta anak piatu,
membiarkan kemiskinan dan melakukan riba secara
berlebih-lebihan. Apalagi kalau orang dapat melihat dengan
hati nuraninya jalan yang ditempuh manusia dengan langkah
yang begitu sempit selama hidupnya menuju mati, sesudah
kebangkitan kembali kelak dengan segala suka dan
dukanya.
Sebaliknya surga yang dijanjikan Tuhan yang luasnya
seperti langit dan bumi, disitu takkan terdengar cakap
kosong, juga tak ada perbuatan dosa. Yang ada hanyalah
ucapan "selamat." Segala yang menyenangkan hati, menyedapkan
mata itulah yang ada. Tetapi Quraisy menyangsikan semua itu.
Dan yang menambah lagi kesangsian mereka karena mereka
menginginkan segala yang segera. Mereka ingin melihat
kenikmatan itu nyata dalam kehidupan dunia ini. Mereka tidak
betah menunggu sampai hari pembalasan, sebab mereka memang
tidak percaya pada hari pembalasan itu.
Boleh jadi orang akan merasa heran
bagaimana jantung orang-orang Arab itu sampai begitu rapat
tertutup tidak mau menerima persepsi hidup akhirat serta
balasan yang ada. Padahal perjuangan antara yang baik dengan
yang jahat itu sudah berkecamuk dalam sejarah manusia sejak
dunia ini berkembang, tak pernah berhenti dan tak pernah
diam. Orang-orang Mesir purbakala, ribuan tahun sebelum
kerasulan Muhammad melengkapi mayat mereka dengan segala
perbekalan untuk keperluan akhirat, dalam kafannya
diletakkan pula "Kitab Orang Mati" lengkap dengan
nyanyian-nyanyian dan peringatan-peringatan. Pada kuil-kuil
mereka dilukiskan pula gambar-gambar timbangan, perhitungan,
taubat dan siksaan. Orang-orang India menggambarkan jiwa
bahagia itu dalam Nirwana. Sedang penitisan ruh jahat
dilukiskan dalam bentuk makhluk-makhluk yang sejak ribuan
dan jutaan tahun tersiksa sampai ia ditelan oleh kebenaran,
supaya menjadi suci. Kemudian ia kembali lagi melakukan
kebaikan, karena ingin mencapai Nirwana.
Juga orang-orang Majusi di Persia. Mereka tidak menolak
adanya perjuangan yang baik dan yang jahat, Dewa Gelap dan
Dewa Cahaya. Juga agama yang dibawa Musa, agama yang dibawa
Kristus, sama-sama melukiskan adanya kehidupan yang kekal,
adanya kesukaan Tuhan dan kemurkaanNya. Sekarang orang-orang
Arab. Tidakkah semua itu pernah sampai kepada mereka? Mereka
adalah pedagang-pedagang yang dalam perjalanan mereka pernah
mengadakan hubungan dengan agama-agama itu semua. Bagaimana
mereka tidak mengenalnya? Bagaimana tidak mungkin itu akan
menimbulkan suatu persepsi khusus pada mereka? Mereka adalah
orang-orang pedalaman yang banyak sekali berhubungan dengan
alam lepas tak terbatas. Lebih mudah bagi mereka melukiskan
ruh-ruh yang terdapat dalam wujud ini, menjelma pada siang
hari yang terang menyala atau pada senja menjelang malam
gulita. Ruh-ruh yang baik dan yang jahat, ruh-ruh yang
mereka anggap bersemayam dalam diri berhala-berhala yang
akan mendekatkan mereka kepada Tuhan itu.
Jadi sudah tentu mereka juga mempunyai konsep tentang
alam gaib yang ada di sekitar mereka. Akan tetapi, mereka
sebagai masyarakat pedagang, jiwa mereka lebih cenderung
pada yang nyata saja. Juga karena kegemaran mereka hidup
bersenang-senang, minum minuman keras, sama sekali mereka
menolak adanya balasan hari kemudian. Apa yang diperoleh
orang dalam hidupnya, menurut anggapan mereka, baik atau
buruk adalah balasan atas perbuatannya. Dan tak ada balasan
lagi sesudah hidup ini. Oleh karena itu wahyu yang berisi
peringatan dan berita gembira pada mula kerasulan itu
kebanyakannya turun di Mekah; karena ia ingin menyelamatkan
ruh mereka, tempat Muhammad diutus itu. Sudah sepatutnya
pula bila ia mengingatkan mereka atas dosa dan kesesatan
yang telah mereka lakukan itu. Sudah sepatutnya pula bila ia
ingin mengangkat mereka dari lembah penyembahan berhala
kepada penyembahan Allah Yang Tunggal, Maka Kuasa.
Demi keselamatan rohani keluarga dan umat manusia
seluruhnya, Muhammad serta orang-orang yang beriman sudi
memikul segala macam siksaan dan pengorbanan, memikul
penderitaan rohani dan jasmani, dan kemudian pergi
meninggalkan tanah tumpah darah, menjauhi permusuhan
sanak-keluarga, yang sepintas-lalu sudah kita lihat di atas.
Dan seolah cinta Muhammad makin dalam kepada mereka, makin
besar hasratnya ingin menyelamatkan mereka, setiap ia
mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih besar lagi dari
mereka itu. Hari Kebangkitan dan Hari Perhitungan adalah
ayat-ayat yang harus diperingatkan kepada mereka guna
menolong mereka dari penyakit paganisma dan gelimang dosa
yang.menimpa mereka itu. Pada tahun-tahun permulaan itu
tiada henti-hentinya wahyu memperingatkan dan membukakan
mata mereka. Sungguhpun begitu mereka tetap gigih tidak mau
mengakui, tetap menolak, sampai-sampai mereka terdorong
mengobarkan perang mati-matian. Bahaya dan bencana
peperangan itu baru padam sesudah Islam mendapat kemenangan,
sesudah Allah menempatkannya diatas segala agama.
Catatan kaki:
- Juru penerang yang mempesonakan, Juru pesona bahasa
atau pesona bahasa hampir merupakan terjemahan harfiah
dari ungkapan Sahir'-bayan atau Sihr'l-bayan, yang sukar
diterjemahkan, yakni suatu retorika, yang karena
kefasihan dan keindahan bahasanya, orang yang
mendengarnya terpesona seperti kena sihir lalu cepat
sekali menerima (A).
- Nama panggilan Abu Jahl (A).
- Menolak burung artinya melempari burung dengan batu
kerikil atau mengusirnya dengan suara. Kalau burung
terbang ke arah kanan, maka itu alamat buruk.
|