BAGIAN KELIMA: DARI MASA KERASULAN SAMPAI
ISLAMNYA UMAR (4/4)
Kedua orang utusan itu ialah 'Amr bin'l-'Ash dan Abdullah
bin Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar
istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud
supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah
dari Mekah itu kepada mereka.
"Paduka Raja," kata mereka, "mereka datang ke negeri
paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu.
Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut
agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan
sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami
diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat
mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga
mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang
itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa
orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki."
Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan
dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka
menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka
akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada
pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui
raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri
keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu
datang menghadap
"Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan
masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan
menganut agamaku, atau agama lain?" tanya Najasyi setelah
mereka datang.
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja'far b. Abi b.
Talib.
"Paduka Raja," katanya, "ketika itu kami masyarakat yang
bodoh, kami menyembah berhala, bangkaipun kami makan, segala
kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat,
dengan ketanggapun kami tidak baik; yang kuat menindas yang
lemah. Demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang
rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya,
dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula. Ia mengajak kami
menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan
batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan
nenek-moyang kami menyembahnya. Ia menganjurkan kami untuk
tidak berdusta untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan
keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan
darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami
melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta,
memakan harta anak piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang
bersih. Ia minta kami menyembah Allah dan tidak
mempersekutukanNya. Selanjutnya disuruhnya kami melakukan
salat, zakat dan puasa. [Lalu disebutnya beberapa
ketentuan Islam]. Kami pun membenarkannya. Kami turut
segala yang diperintahkan Allah. Lalu yang kami sembah hanya
Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan
siapa pun juga. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang
dihalalkan kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami
memusuhi kami, menyiksa kami dan menghasut supaya kami
meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala;
supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami
lakukan dulu. Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya
dan menekan kami, mereka menghalang-halangi kami dari agama
kami, maka kamipun keluar pergi ke negeri tuan ini. Tuan
jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada
di dekat tuan, dengan harapan di sini takkan ada
penganiayaan."
"Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat
tuan-tuan bacakan kepada kami?" tanya Raja itu lagi.
"Ya," jawab Ja'far; lalu ia membacakan Surah Mariam dari
pertama sampai pada firman Allah:
"Lalu ia memberi isyarat menunjuk kepadanya. Kata mereka:
Bagaimana kami akan bicara dengan anak yang masih muda
belia? Dia (Isa) berkata: 'Aku adalah hamba Allah, diberiNya
aku Kitab dan dijadikanNya aku seorang nabi. DijadikanNya
aku pembawa berkah dimana saja aku berada, dan dipesankanNya
kepadaku melakukan sembahyang dan zakat selama hidupku. Dan
berbaktilah aku kepada ibuku, bukan dijadikanNya aku orang
congkak yang celaka. Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan,
tatkala aku mati dan tatkala aku hidup kembali!'" (Qur'an
19: 29-33)
Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa
yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu
terkejut: "Kata-kata yang keluar dari sumber yang
mengeluarkan kata-kata Yesus Kristus'" kata mereka.
Najasyi lalu berkata: "Kata-kata ini dan yang dibawa oleh
Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada
kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami takkan
menyerahkan mereka kepada tuan-tuan!"
Keesokan harinya 'Amr bin'l-'Ash kembali menghadap Raja
dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan
yang luarbiasa terhadap Isa anak Mariam. Panggillah mereka
dan tanyakan apa yang mereka katakan itu.
Setelah mereka datang, Ja'far berkata: Tentang dia
pendapat kami seperti yang dikafakan Nabi kami: 'Dia adalah
hamba Allah dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya yang
disampaikan kepada Perawan Mariam."
Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan
menggoreskannya di tanah. Dan dengan gembira sekali baginda
berkata:
"Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak
lebih dari garis ini."
Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya,
ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui
Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah.
Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan
tenteram. Ketika kemudian disampaikan kepada mereka, bahwa
permusuhan pihak Quraisy sudah berangsur reda, mereka lalu
kembali ke Mekah untuk pertama kalinya - dan Muhammadpun
masih di Mekah.
Akan tetapi, setelah kemudian ternyata, bahwa penduduk
Mekah masih juga mengganggunya dan mengganggu
sahabat-sahabatnya, merekapun kembali lagi ke Abisinia.
Mereka terdiri dari delapanpuluh orang tanpa wanita dan
anak-anak. Adakah kedua kali hijrah mereka itu hanya
semata-mata melarikan diri dari gangguan ataukah meskipun
dalam perencanaan Muhammad sendiri - mereka mempunyai tujuan
politik? Sebaiknya ahli sejarah akan dapat mengungkapkan hal
ini.
Sudah pada tempatnya bagi penulis sejarah hidup Muhammad
akan bertanya: bagaimana Muhammad dapat tenang membiarkan
sahabat-sahabatnya pergi ke Abisinia, padahal agama penduduk
itu adalah agama Nasrani, agama ahli kitab, Nabi mereka Isa
yang diakui kerasulannya oleh Islam? Lalu ia tidak kuatir
mereka akan tergoda seperti yang dilakukan oleh Quraisy
walaupun dengan cara lain? Bagaimana pula ia akan merasa
tenang terhadap godaan itu, mengingat Abisinia adalah negeri
makmur; yang tidak sama dengan Mekah; dan lebih dapat
mempengaruhi daripada Quraisy? Kenyataannya, dari kalangan
Muslimin yang pergi ke Abisinia itu sudah ada seorang yang
masuk Kristen. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa kekuatiran
akan adanya godaan ini seharusnya selalu ada pada Muhammad
mengingat keadaannya yang masih lemah dan mereka yang
menjadi pengikutnya masih menyangsikan kemampuannya
melindungi diri mereka sendiri atau akan dapat mengalahkan
musuh mereka. Besar sekali dugaan bahwa hal demikian memang
sudah terlintas dalam pikiran Muhammad, melihat tingkat
kecerdasannya yang begitu tinggi dengan ketajaman pikiran
dan pandangannya yang jauh, yang semuanya itu seimbang
dengan jiwa besarnya, dengan kemurnian rohaninya, budi
pekerti yang luhur serta perasaannya yang halus sekali
itu.
Tetapi sungguhpun begitu, dari segi ini ia yakin dan
tenang sekali. Pada waktu itu - dan sampai pada waktu
pembawa risalah itu wafat - inti ajaran Islam masih bersih
sekali, kemurniannya masih belum ternodakan. Seperti ajaran
Nasrani di Najran, Hira dan Syam, begitu juga paham Nasrani
di Abisinia sudah dijangkiti oleh noda, perselisihan antara
mereka yang menuhankan Ibu Mariam dengan mereka yang
menuhankan Isa. Disamping ada lagi yang berlainan dengan
kedua golongan itu, mereka yang masih mengambil dari sumber
ajaran yang murni, yang tidak perlu dikuatirkan.
Sebenarnya, kebanyakan agama-agama itu sesudah beberapa
generasi saja berjalan, sudah dijangkiti oleh semacam
paganisma, meskipun bukan dari jenis rendahan, yang waktu
itu berkembang di negeri-negeri Arab; tetapi bagaimanapun
paganisma juga.
Kedatangan Islam merupakan musuh berat buat paganisma
dalam segala bentuk dan coraknya. Ditambah lagi, bahwa agama
Nasrani waktu itu sudah mengakui adanya suatu golongan klas
khusus di kalangan pemuka-pemuka agama - yang oleh Islam
samasekali tidak dikenal - yang pada waktu itu merupakan
golongan tertinggi dan paling suci. Juga pada waktu itu -
dan dasar ini tetap berlaku - Islam merupakan agama yang
menjunjung jiwa manusia ke puncak tertinggi. Tak ada peluang
yang akan dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya selain
daripada baktinya dan perbuatan yang baik, dan orang harus
mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya. Tidak ada
berhala-berhala, tidak ada pendeta-pendeta, tidak ada
dukun-dukun dan tidak ada apapun yang akan merintangi jiwa
manusia itu untuk berhubungan dengan seluruh wujud ini
dengan perbuatan dan kelakuan yang baik. Allah juga yang
akan membalas segala perbuatan itu dengan berlipat
ganda.
Dan ruh! Soal ruh adalah urusan Tuhan. Ruh yang
berhubungan dengan kekekalan dan keabadian zaman. Segala
perbuatan baik bagi ruh ini tak ada tabir yang akan
menutupinya dari Tuhan, dan tak ada kekuasaan apapun selain
Allah. Orang-orang yang kaya, yang kuat atau yang jahat
dapat saja menyiksa jasad ini, dapat saja memisahkannya dari
segala kesenangan dan hawa nafsu dan dapat saja
menghancurkan semua itu, tetapi ruh atau jiwa itu takkan
dapat mereka kuasai selama yang bersangkutan mau
menempatkannya lebih tinggi di atas segala kekuasaan materi
dan waktu, dan tetap berhubungan dengan seluruh alam
ini.
Manusia itu akan mendapat balasan atas segala
perbuatannya bilamana kelak setiap jiwa menerima balasan
menurut apa yang telah dikerjakannya. Ketika itu seorang
ayah takkan dapat menolong anaknya, dan seorang anak takkan
pula dapat menolong ayahnya sedikitpun. Ketika itu harta si
kaya. sudah tak berguna lagi, tidak juga si kuat dengan
kekuatannya, atau ahli-ahli teologi itu dengan ilmu
ketuhanannya. Tetapi yang penting hanyalah perbuatan mereka,
yang nanti akan menjadi saksi. Ketika itulah seluruh alam
wujud berpadu semua dalam kekekalan dan keabadiannya. Tuhan
tidak akan memperlakukan tidak adil terhadap siapapun. "Dan
balasan yang kamu terima hanya menurut apa yang kamu
perbuat."
Bagaimana Muhammad akan merasa kuatir akan adanya godaan
terhadap mereka yang sudah diajarkan semua arti ini, sudah
ditanamkan ke dalam jiwa mereka dan sudah pula akidah dan
iman itu terpateri dalam lubuk hati mereka! Bagaimana pula
ia akan merasa kuatir akan adanya godaan, sedang teladan
yang diberikannya itu hidup dihadapan mereka, dengan
pribadinya yang begitu dicintai, sehingga kecintaan mereka
kepadanya melebihi cintanya kepada diri sendiri kepada anak
keluarganya! Pribadi, yang telah menempatkan akidah itu
diatas semua raja di muka bumi ini, di langit, dengan
matahari dan bulan, tatkala ia mengatakan kepada pamannya:
"Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud
supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan
kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan
kemenangan itu di tanganku, atau aku binasa karenanya."
Pribadi inilah, pribadi yang telah disinari cahaya iman
kebijaksanaan dan keadilan, kebaikan, kebenaran serta
keindahan; di samping itu adalah pribadi yang penuh rasa
rendah hati, rasa kesetiaan serta keakraban dan
kasih-sayang.
Karena itulah, sedikitpun tidak goyah hatinya melepaskan
sahabat-sahabatnya berangkat hijrah ke Abisinia. Keadaan
mereka yang sudah merasa aman di dekat Najasyi, merasa
tenang dengan agama mereka di tengah-tengah masyarakat yang
tidak punya hubungan famili atau pertalian batin itu,
membuat pihak Quraisy lebih menyadari, bahwa gangguan mereka
terhadap kaum Muslimin - sebagai masyarakat dari sesama
mereka, dari keluarga mereka dan seketurunan pula - adalah
suatu penganiayaan, suatu perbuatan kekerasan dan
demoralisasi yang tak berkesudahan. Itu semua adalah suatu
tekanan dengan pelbagai macam siksaan kepada mereka yang
sudah begitu kuat jiwanya untuk menerima siksaan demikian
itu. Tetapi mereka sekarang sudah tidak lagi mendapat
sesuatu gangguan. Mereka sudah menganggap, bahwa ketabahan
menghadapi segala penderitaan itu adalah suatu pendekatan
kepada Tuhan, dan suatu ampunan.
Waktu itu 'Umar ibn'l-Khattab adalah
pemuda yang gagah perkasa, berusia antara tigapuluh dan
tigapuluh lima tahun. Tubuhnya kuat dan tegap, penuh emosi
dan cepat naik darah. Kesenangannya foya-foya dan
minum-minuman keras. Tetapi terhadap keluarga ia bijaksana
dan lemah-lembut. Dari kalangan Quraisy dialah yang paling
keras memusuhi kaum Muslimin.
Akan tetapi sesudah ia mengetahui, bahwa mereka sudah
hijrah ke Abisinia dan mengetahui pula rajanya memberikan
perlindungan kepada mereka, iapun merasa kesepian berpisah
dengan mereka itu. Ia merasakan betapa pedihnya hati, betapa
pilunya perasaan mereka berpisah dengan tanah air.
Tatkala itu Muhammad sedang berkumpul dengan
sahabat-sahabatnya yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah
rumah di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya, Ali
bin Abi Talib sepupunya, Abu Bakr b. Abi Quhafa dan Muslimin
yang lain. Pertemuan mereka ini diketahui 'Umar. Iapun pergi
ketempat mereka, ia mau membunuh Muhammad. Dengan demikian
bebaslah Quraisy dan kembali mereka bersatu, setelah
mengalami perpecahan, sesudah harapan dan berhala-berhala
mereka hina.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Nu'aim b. Abdullah.
Setelah mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata:
"Umar, engkau menipu diri sendiri. Kaukira keluarga 'Abd
Manaf. akan membiarkan kau merajalela begini sesudah engkau
membunuh Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja ke rumah
dan perbaiki keluargamu sendiri?!"
Pada waktu itu Fatimah, saudaranya, beserta Sa'id b. Zaid
suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui
hal ini dari Nu'aim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung
menemui mereka. Di tempat itu ia mendengar ada orang membaca
Qur'an. Setelah mereka merasa ada orang yang sedang
mendekati, orang yang membaca itu sembunyi dan Fatimah
menyembunyikan kitabnya.
"Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?!" tanya
Umar.
Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan
suara lantang: "Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut
Muhammad dan menganut agamanya!" katanya sambil menghantam
Sa'id keras-keras. Fatimah, yang berusaha hendak melindungi
suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri
itu jadi panas hati.
"Ya, kami sudah Islam! Sekarang lakukan apa saja," kata
meteka.
Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di
muka saudaranya itu. Ketika itu juga lalu timbul rasa iba
dalam hatinya. Ia menyesal. Dimintanya kepada saudaranya
supaya kitab yang mereka baca itu diberikan kepadanya.
Setelah dibacanya, wajahnya tiba-tiba berubah. Ia merasa
menyesal sekali atas perbuatannya itu. Menggetar rasanya ia
setelah membaca isi kitab itu. Ada sesuatu yang luarbiasa
dan agung dirasakan, ada suatu seruan yang begitu luhur.
Sikapnya jadi lebih bijaksana.
Ia keluar membawa hati yang sudah lembut dengan jiwa yang
tenang sekali. Ia langsung menuju ke tempat Muhammad dan
sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul di Shafa. Ia minta
ijin akan masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan
adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum Muslimin telah
mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat.
Dengan Islamnya Umar ini kedudukan Quraisy jadi lemah
sekali. Sekali lagi mereka mengadakan pertemuan guna
menentukan langkah lebih lanjut. Sebenarnya peristiwa ini
telah memperkuat kedudukan kaum Muslimin, telah memberikan
unsur baru berupa kekuatan yang luarbiasa yang menyebabkan
kedudukan Quraisy terhadap kaum Muslimin dan kedudukan
mereka terhadap Quraisy sudah tidak seperti dulu lagi.
Keadaan kedua belah pihak ini kemudian diteruskan oleh suatu
perkembangan politik baru, penuh dengan peristiwa-peristiwa,
dengan pengorbanan-pengorbanan dan kekerasan-kekerasan baru
lagi, yang sampai menyebabkan terjadinya hijrah dan
munculnya Muhammad sebagai politikus di samping Muhammad
sebagai Rasul.
Catatan kaki
- Pada umumnya kata 'namus besar' (an-namus'l-akbar)
oleh beberapa penulis yang datang kemudian diberi
anotasi, bahwa kata namus berarti 'Jibnl.' Mungkin ini
didasarkan kepada (N) dan (LA) yang juga mengartikan
demikian. Mengenai kata-kata ini Dr. Haekal tidak
memberikan catatan. Demikian juga Ibn Ishaq dan ibn
Hisyam. Salah seorang Orientalis - Montgomery Watt
misalnya - memberikan catatan bahwa kata namus biasanya
diambil dan bahasa Yunani nomos, dan ini berarti
undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan, (Muhammad
at Mecca, p. 51). Sebaliknya pemakaian kata namus bukan
istilah Qur'an, sebab Qur'an menggunakan kata Taurat
apabila yang dimaksud dengan namus itu undang-undang Nabi
Musa (A).
- ash-Shafa ialah sebuah bukit dekat Mekah (A).
- Semacam gedung pertemuan (A).
- Menurut kepercayaan mereka penyakit yang disebabkan
oleh gangguan jin, aslinya ra'i (A).
- Dalam literatur Barat umumnya disebut Negus (A)
- Peristiwa ini terjadi dalam tahun 615 Masehi (tahun
kelima sesudah kerasulan) (A).
|