BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI
YATHRIB1 (2/4)
Orang yang begitu mulia, sangat rendah hati, orang yang
penuh kasih sayang, selalu memenuhi janji, sifatnya yang
pemurah, selalu terbuka bagi si miskin, bagi orang yang
hidup menderita, ini juga yang memberikan kewibawaan
kepadanya terhadap penduduk Yathrib. Dan semua ini telah
sampai kepada suatu ikatan perjanjian persahabatan dan
persekutuan serta menetapkan adanya kebebasan beragama.
Perjanjian ini - menurut hemat kita - merupakan suatu
dokumen politik yang patut dikagumi sepanjang sejarah. Dan
fase yang dialami dalam sejarah hidup Rasul ini belum pernah
dialami oleh seorang nabi atau rasul lain. Pernah ada Isa,
ada Musa, ada nabi-nabi yang lain sebelum itu. Mereka
terbatas hanya pada dakwah agama saja. Mereka menyampaikan
itu kepada orang dengan jalan berdebat, dengan jalan
mujizat. Sesudah itu mereka tinggalkan ditangan para
penguasa yang kemudian, dan untuk menyiarkan dakwahnya itu
harus dilakukan dengan kekuatan politik dan membela
kebebasan orang yang sudah beriman kepadanya itu dengan
kekuatan senjata yang disertai peperangan pula. Agama
Kristen disiarkan oleh murid-muridnya yang kemudian sesudah
Isa. Mereka dan pengikut-pengikut mereka masih selalu
mengalami siksaan. Baru setelah ada raja-raja yang cenderung
kepada agama ini, ia dilindunginya dan disiarkan. Begitu
juga halnya dengan agama lain, di dunia Timur ataupun di
Barat.
Sebaliknya Muhammad, tersebarnya Islam serta menangnya
misi kebenaran itu harus berada ditangannya. Ia menjadi
Rasul, menjadi negarawan, pejuang dan penakluk. Semua itu
demi Allah, demi misi kebenaran, yang oleh karenanya ia
diutus. Dalam hal ini semua, sebenarnya dia adalah orang
besar, lambang kesempurnaan insani par exellence dalam arti
kata yang sebenarnya.
Antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan
orang-orang Yahudi, Muhammad membuat suatu perjanjian
tertulis yang berisi pengakuan atas agama mereka dan
harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik,
demikian bunyinya:
"Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Surat
Perjanjian ini dari Muhammad - Nabi; antara orang-orang
beriman dan kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Yathrib
serta yang mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjuang
bersama-sama mereka; bahwa mereka adalah satu umat di luar
golongan orang lain.
"Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy adalah tetap
menurut adat kebiasaan baik yang berlaku2 di
kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan
darah3 antara sesama mereka dan mereka menebus
tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil
diantara sesama orang-orang beriman.
"Bahwa Banu Auf adalah tetap menurut adat kebiasaan baik
mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah
seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus
tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil
diantara sesama orang-orang beriman."
Kemudian disebutnya tiap-tiap suku4 Anshar itu
serta keluarga tiap puak: Banu'l-Harith, Banu Saida, Banu
Jusyam, Banu'n-Najjar, Banu 'Amr b. 'Auf dan Banu'n-Nabit.
Selanjutnya disebutkan,
"Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan
seseorang yang menanggung beban hidup dan hutang yang berat
diantara sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara
yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar
diat.
"Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji
dalam menghadapi mukmin lainnya.
"Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa harus
melawan orang yang melakukan kejahatan diantara mereka
sendiri, atau orang yang suka melakukan perbuatan aniaya,
kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan diantara
orang-orang beriman sendiri, dan mereka semua harus
sama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri.
"Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh membunuh sesama
mukmin lantaran orang kafir untuk melawan orang beriman.
"Bahwa jaminan Allah itu satu: Dia melindungi yang lemah
diantara mereka.
"Bahwa orang-orang yang beriman itu hendaknya saling
tolong-menolong satu sama lain.
"Bahwa barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi
pengikut kami, ia berhak mendapat pertolongan dan persamaan;
tidak menganiaya atau melawan mereka
"Bahwa persetujuan damai orang-orang beriman itu satu;
tidak dibenarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian
sendiri dengan meninggalkan mukmin lainnya dalam keadaan
perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil
adanya.
"Bahwa setiap orang yang berperang bersama kami, satu
sama lain harus saling bergiliran.
"Bahwa orang-orang beriman itu harus saling membela
terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.
"Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya
berada dalam pimpinan yang baik dan lurus.
"Bahwa orang tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau
jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang
beriman.
"Bahwa barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak
bersalah dengan cukup bukti maka ia harus mendapat balasan
yang setimpal kecuali bila keluarga si terbunuh sukarela
(menerima tebusan).
"Bahwa orang-orang yang beriman harus menentangnya semua
dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.
"Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui isi
piagam ini dan percaya kepada Allah dan kepada hari
kemudian, tidak dibenarkan menolong pelaku kejahatan atau
membelanya, dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau
melindunginya, ia akan mendapat kutukan dan murka Allah pada
hari kiamat, dan tak ada sesuatu tebusan yang dapat
diterima.
"Bahwa bilamana diantara kamu timbul perselisihan tentang
sesuatu masalah yang bagaimanapun, maka kembalikanlah itu
kepada Allah dan kepada Muhammad - 'alaihishshalatu
wassalam.
"Bahwa orang-orang Yahudi harus mengeluarkan belanja
bersama-sama orang-orang beriman selama mereka masih dalam
keadaan perang.
"Bahwa orang-orang Yahudi Banu Auf adalah satu umat
dengan orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya
berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islampun
hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk
pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali
orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang
semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan
keluarganya sendiri.
"Bahwa terhadap orang-orang Yahudi Banu'n-Najjar, Yahudi
Banu'l-Harith, Yahudi Banu Sa'ida, Yahudi Banu-Jusyam,
Yahudi Banu Aus, Yahudi Banu Tha'laba, Jafna dan Banu
Syutaiba5 berlaku sama seperti terhadap mereka
sendiri.
"Bahwa tiada seorang dari mereka itu boleh keluar kecuali
dengan ijin Muhammad s.a.w.
"Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi menuntut haknya
karena dilukai; dan barangsiapa yang diserang ia dan
keluarganya harus berjaga diri, kecuali jika ia menganiaya.
Bahwa Allah juga yang menentukan ini.
"Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah
mereka sendiri dan kaum Musliminpun berkewajiban menanggung
nafkah mereka sendiri pula. Antara mereka harus ada tolong
menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang pihak
yang mengadakan piagam perjanjian ini.
"Bahwa mereka sama-sama berkewajiban, saling
nasehat-menasehati dan saling berbuat kebaikan dan menjauhi
segala perbuatan dosa.
"Bahwa seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan
salah terhadap sekutunya, dan bahwa yang harus ditolong
ialah yang teraniaya.
"Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban mengeluarkan
belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam
keadaan perang.
"Bahwa kota Yathir adalah kota yang dihormati bagi orang
yang mengakui perjanjian ini.
"Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh
diganggu dan diperlakukan dengan perbuatan jahat.
"Bahwa tempat yang dihormati itu tak boleh didiami orang
tanpa ijin penduduknya.
"Bahwa bila diantara orang-orang yang mengakui perjanjian
ini terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan
menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya kepada Allah
dan kepada Muhammad Rasulullah -s.a.w. - dan bahwa Allah
bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian
ini
"Bahwa melindungi orang-orang Quraisy atau menolong
mereka tidak dibenarkan.
"Bahwa antara mereka harus saling membantu melawan orang
yang mau menyerang Yathrib ini. Tetapi apabila telah diajak
berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.
"Bahwa apabila mereka diajak berdamai, maka orang-orang
yang beriman wajib menyambutnya, kecuali kepada orang yang
memerangi agama. Bagi setiap orang, dari pihaknya sendiri
mempunyai bagiannya masing-masing.
"Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri mereka sendiri
atau pengikut-pengikut mereka mempunyai kewajiban seperti
mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini dengan
segala kewajiban sepenuhnya dari mereka yang menyetujui
naskah perjanjian ini.
"Bahwa kebaikan itu bukanlah kejahatan dan bagi orang
yang melakukannya hanya akan memikul sendiri akibatnya. Dan
bahwa Allah bersama pihak yang benar dan patuh menjalankan
isi perjanjian ini
"Bahwa orang tidak akan melanggar isi perjanjian ini,
kalau ia bukan orang yang aniaya dan jahat.
"Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota
Medinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang
yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.
"Sesungguhnya Allah melindungi orang yang berbuat
kebaikan dan bertakwa."
Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad
sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun yang lalu dan yang
telah menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan
menyatakan pendapat; tentang keselamatan harta-benda dan
larangan orang melakukan kejahatan. Ia telah membukakan
pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa
itu. Dunia, yang selama ini hanya menjadi permainan tangan
tirani, dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran semata.
Apabila dalam penandatanganan dokumen ini orang-orang Yahudi
Banu Quraiza, Banu'n-Nadzir dan Banu Qainuqa tidak ikut
serta, namun tidak selang lama sesudah itu merekapun
mengadakan perjanjian yang serupa dengan Nabi.
Demikianlah, seluruh kota Medinah dan sekitarnya telah
benar-benar jadi terhormat bagi seluruh penduduk. Mereka
berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap
serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerja sama
antara sesama mereka guna menghormati segala hak dan segala
macam kebebasan yang sudah disetujui bersama dalam dokumen
ini
Muhammad sudah cukup merasa lega dengan hasil demikian
ini. Kaum Musliminpun merasa tenteram menjalankan kewajiban
agama mereka, baik dalam berjamaah ataupun
sendiri-sendiri.
Mereka tidak lagi kuatir ada gangguan
atau akan takut difitnah. Ketika itulah Muhammad
menyelesaikan perkawinannya dengan Aisyah bt. Abi Bakr, yang
waktu itu baru berusia sepuluh atau sebelas tahun. Ia adalah
seorang gadis yang lemah-lembut dengan air muka yang manis
dan sangat disukai dalam pergaulan. Ketika itu ia sedang
menjenjang remaja puteri, mempunyai kegemaran bermain-main
dan bersukaria. Pertumbuhan badannya baik sekali.
Pertama ia pindah ke tempatnya yang sekarang di samping
tempat Sauda di sisi mesjid, ia melihat Muhaminad adalah
seorang ayah yang penuh kasih-sayang, seorang suami yang
penuh cintakasih. Ia tidak keberatan ikut bermain-main
dengan barang-barang mainannya itu. Dengan itu Aisyah telah
menghiburnya pula dari pikiran yang berat-berat yang selalu
menjadi bebannya karena suasana politik Yathrib yang kini
sudah mulai diarahkan dengan sebaik-baiknya itu.
Dalam suasana kaum Muslimin yang sudah
mulai tenteram menjalankan tugas-tugas agama itu, pada waktu
itu kewajiban zakat dan puasa mulai pula dijalankan
hukumnya. Di Yathrib inilah Islam mulai menemukan
kekuatannya. Ketika Muhammad sampai di Medinah, bila ketika
itu waktu-waktu sembahyang sudah tiba, orang berkumpul
bersama-sama tanpa dipanggil. Lalu terpikir akan memanggil
orang bersembahyang dengan mempergunakan terompet seperti
orang-orang Yahudi. Tetapi dia tidak menyukai terompet itu.
Lalu dianjurkan mempergunakan genta, yang akan dipukul waktu
sembahyang, seperti dilakukan oleh orang-orang Nasrani.
Tetapi kemudian sesudah ada saran dari Umar dan
sekelompok Muslimim - menurut satu sumber, - atau dengan
perintah Tuhan melalui wahyu, menurut sumber lain -
penggunaan genta inipun dibatalkan dan diganti dengan azan.
Selanjutnya diminta kepada Abdullah b. Zaid b. Tha'laba:
"Kau pergi dengan Bilal dan bacakan kepadanya - maksudnya
teks azan - dan suruh dia menyerukan azan itu, sebab
suaranya lebih merdu dari suaramu."
Di samping mesjid ada sebuah rumah
kepunyaan seorang wanita dari Banu'n-Najjar yang lebih
tinggi dari mesjid. Bilal naik keatas rumah itu lalu
menyerukan azan. Dengan demikian, setiap hari di waktu fajar
seluruh penduduk Yathrib mendengar seruan bersembahyang itu
diucapkan dengan alunan suara yamg indah dan lembut sekali,
yang ditujukan Bilal ke segenap penjuru, dan menggema ke
telinga pendengarnya:
"Allahu Ahbar! Allahu Akbar! Asyhadu an la ilaha
illa Allah Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayy 'ala'
sh-shala hayy 'ala'l-falah. Allahu Akbar. Allahu Akbar. La
ilaha illa Allah." (Allah Maha Besar! Allah Maha
Besar! Aku bersaksi tak ada tuhan selain Allah. Aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah Utusan Allah. Marilah sembahyang.
Marilah mencapai kemenangan. Allah Maha Besar. Allah Maha
Besar. Tak ada tuhan selain Allah).
Dengan demikian ini rasa takut yang selama ini membayangi
kaum Muslimin telah berubah jadi aman dan tenteram. Yathrib
kini telah menjadi Madinat'r-Raslll - menjadi Kota -
Rasulullah. Penduduk kota ini yang bukan Islam sudah pula
merasakan adanya kekuatan kaum Muslimin - suatu kekuatan
yang bersumber dari lubuk hati yang sudah mengenal
pengorbanan, yang sudah mengalami pelbagai macam
penderitaan, demi membela iman. Kini mereka memetik buahnya,
buah kesabaran dan ketabahan hati. Mereka merasakan adanya
kebebasan beragama yang telah ditentukan Islam itu dan bahwa
tidak ada kekuasaan seseorang atas manusia lain, dan bahwa
agama hanya bagi Allah semata, hanya kepadaNya adanya
pengabdian itu. Di hadapan Tuhan semua manusia itu sama.
Balasan yang akan mereka terima sesuai dengan perbuatan yang
mereka lakukan dan dengan niat yang telah mendorong
perbuatan itu.
Sekarang jalan sudah terbuka di hadapan Muhammad dalam
menyebarkan ajaran-ajarannya itu. Dan biarlah pribadinya dan
segala tingkah lakunya yang akan menjadi teladan tertinggi
dalam ajaran-ajarannya itu. Dan biarlah ini pula yang akan
menjadi batu pertama dalam pembinaan peradaban Islam.
Batu pertama ini ialah persaudaraan umat manusia:
persaudaraan yang akan mengakibatkan seseorang tidak
sempurna imannya sebelum ia dapat mencintai saudaranya
seperti mencintai dirinya sendiri dan sebelum persaudaraan
demikian itu dapat mencapai kebaikan dan rasa kasih-sayang
tanpa suatu sikap lemah dan mudah menyerah. Ada orang yang
bertanya kepada Muhammad; "Perbuatan apakah yang baik dalam
Islam?" Dijawab: "Sudi memberi makan dan memberi salam
kepada orang yang kaukenal dan yang tidak kaukenal."
Dalam khutbah pertama yang diucapkannya
di Medinah ia berkata: "Barangsiapa yang dapat melindungi
mukanya dari api neraka sekalipun hanya dengan sebutir
kurma, lakukanlah itu. Kalau itupun tidak ada, maka dengan
kata-kata yang baik. Sebab dengan itu, kebaikan itu mendapat
balasan sepuluh kali lipat." Dan dalam khutbahnya yang kedua
dikatakannya: "Beribadatlah kamu sekalian kepada Allah dan
janganlah mempersekutukanNya dengan apapun. Benar-benar
takutlah kamu kepadaNya. Hendaklah kamu jujur terhadap Allah
tentang apa yang kamu katakan baik itu; dan dengan ruh Allah
hendaklah kamu sekalian saling cinta-mencintai. Allah sangat
murka kepada orang yang melanggar janjinya sendiri."
Dengan kata-kata ini dan yang semacam ini ia berbicara
dengan sahabat-sahabatnya itu, ia berkhutbah di mesjid
kepada orang banyak, sambil bersandar pada batang pohon
kurma yang dijadikan penopang atap mesjid itu, yang kemudian
lalu disuruh buatkan mimbar terdiri dari tiga tangga. Waktu
menyampaikan khutbah ia berdiri pada tangga pertama, dan
pada tingkat tangga kedua di waktu ia duduk.
Bukan hanya kata-katanya itu saja yang menjadi sendi
ajaran adanya persaudaraan demikian itu, yang dalam
peradaban Islam merupakan bagian yang penting sekali,
melainkan juga perbuatannya serta teladan yang diberikannya
adalah contoh persaudaraan dalam bentuknya yang benar-benar
sempurna. Dia adalah Rasulullah - Utusan Allah; tapi tidak
mau ia menampakkan diri dalam gaya orang berkuasa, atau
sebagai raja atau pemegang kekuasaan duniawi. Kepada
sahabat-sahabatnya ia berkata: "Jangan aku dipuja, seperti
orang-orang Nasrani memuja anak Mariam. Aku adalah hamba
Allah. Sebutkan sajalah hamba Allah dan RasulNya."
Sekali pernah ia mendatangi sekelompok sahabat-sahabatnya
sambil bertelekan pada sebatang tongkat. Mereka berdiri
menyambutnya. Tapi dia berkata: "Jangan kamu berdiri seperti
orang-orang asing yang mau saling diagungkan.
Apabila ia mengunjungi sahabat-sahabatnya iapun duduk
dimana saja ada tempat yang terluang. Ia bergurau dengan
sahabat-sahabatnya, bergaul dengan mereka, diajaknya mereka
bercakap-cakap, anak-anak merekapun diajaknya bermain-main
dan didudukkannya mereka itu dipangkuannya. Dipenuhinya
undangan yang datang dari orang merdeka atau dari si budak
dan si miskin. Dikunjunginya orang yang sedang sakit, yang
jauh tinggal di sana, di ujung kota. Orang yang datang minta
maaf dimaafkannya. Dan ia yang memulai memberi salam kepada
orang yang dijumpainya. Ia yang lebih dulu mengulurkan
tangan menjabat sahabat-sahabatnya. Apabila ada orang yang
menunggu ia sedang salat, dipercepatnya sembahyangnya lalu
ditanyanya orang itu akan keperluannya. Sesudah itu kembali
lagi ia meneruskan ibadatnya. Baik hati ia kepada setiap
orang dan selalu senyum. Dalam rumah-tangga, ia ikut memikul
beban keluarga: ia mencuci pakaian, menambalnya dan memerah
susu kambing. Ia juga yang menjahit terompahnya, menolong
dirinya sendiri dan mengurus unta. Ia duduk makan bersama
dengan bujang, ia juga mengurus keperluan orang yang lemah,
yang menderita dan orang miskin. Apabila ia melihat
seseorang yang sedang dalam kebutuhan ia dan keluarganya
mengalah, sekalipun mereka sendiri dalam kekurangan, tak ada
sesuatu yang disimpannya untuk besok; sehingga tatkala ia
wafat, baju besinya sedang tergadai di tangan seorang Yahudi
- karena untuk keperluan belanja keluarganya. Sangat rendah
hati ia, selalu memenuhi janji. Tatkala ada sebuah delegasi
dari pihak Najasi datang, dia sendiri yang melayani mereka,
sehingga sahabat-sahabat menegurnya:
"Sudah cukup ada yang lain," kata sahabat-sahabatnya
itu.
"Mereka sangat menghormati sahabat-sahabat kita,"
katanya. "Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka.
|