Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PERGAULAN LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN      Dr. Yusuf Qardhawi
                                                       (2/3)
 
Kaum wanita pada  zaman  Nabi  saw.  juga  biasa  menghadiri
shalat  Jum'at,  sehingga  salah seorang diantara mereka ada
yang hafal surat "Qaf."  Hal  ini  karena  seringnya  mereka
mendengar  dari  lisan  Rasulullah  saw.  ketika  berkhutbah
Jum'at.
 
Kaum wanita juga biasa menghadiri shalat  Idain  (Hari  Raya
Idul Fitri dan Idul Adha). Mereka biasa menghadiri hari raya
Islam yang besar ini bersama  orang  dewasa  dan  anak-anak,
laki-laki  dan  perempuan,  di tanah lapang dengan bertahlil
dan bertakbir.
 
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Athiyah, katanya:
 
"Kami diperintahkan  keluar  (untuk  menunaikan  shalat  dan
mendengarkan  khutbah)  pada  dua  hari  raya, demikian pula
wanita-wanita pingitan dan para gadis."
 
Dan menurut satu riwayat Ummu Athiyah berkata:
 
"Rasulullah saw. menyuruh kami mengajak keluar  kaum  wanita
pada  hari  raya  Fitri  dan Adha, yaitu wanita-wanita muda,
wanita-wanita yang sedang haid,  dan  gadis-gadis  pingitan.
Adapun   wanita-wanita   yang   sedang  haid,  mereka  tidak
mengerjakan  shalat,  melainkan  mendengarkan  nasihat   dan
dakwah  bagi umat Islam (khutbah, dan sebagainya). Aku (Ummu
Athiyah) bertanya, 'Ya  Rasulullah  salah  seorang  diantara
kami  tidak  mempunyai  jilbab.' Beliau menjawab, 'Hendaklah
temannya meminjamkan jilbab yang dimilikinya.'"1
 
Ini adalah sunnah yang telah dimatikan umat Islam  di  semua
negara   Islam,  kecuali  yang  belakangan  digerakkan  oleh
pemuda-pemuda Shahwah Islamiyyah (Kebangkitan Islam). Mereka
menghidupkan  sebagian  sunnah-sunnah  Nabi  saw. yang telah
dimatikan orang, seperti sunnah i'tikaf  pada  sepuluh  hari
terakhir  bulan  Ramadhan  dan  sunnah kehadiran kaum wanita
pada shalat Id.
 
Kaum  wanita  juga  menghadiri   pengajian-pengajian   untuk
mendapatkan  ilmu  bersama  kaum laki-laki di sisi Nabi saw.
Mereka  biasa  menanyakan  beberapa  persoalan  agama   yang
umumnya malu ditanyakan oleh kaum wanita. Aisyah r.a. pernah
memuji wanita-wanita Anshar yang tidak dihalangi  oleh  rasa
malu  untuk  memahami  agamanya,  seperti menanyakan masalah
jinabat,  mimpi  mengeluarkan  sperma,  mandi  junub,  haid,
istihadhah, dan sebagainya.
 
Tidak hanya sampai disitu hasrat mereka untuk menyaingi kaum
laki-laki dalam menimba-ilmu dari Rasululah saw. Mereka juga
meminta   kepada   Rasulullah  saw.  agar  menyediakan  hari
tertentu untuk mereka, tanpa disertai  kaum  laki-laki.  Hal
ini  mereka  nyatakan  terus  terang kepada Rasulullah saw.,
"Wahai Rasulullah,  kami  dikalahkan  kaum  laki-laki  untuk
bertemu  denganmu,  karena  itu  sediakanlah untuk kami hari
tertentu  untuk  bertemu  denganmu."  Lalu  Rasulullah  saw.
menyediakan  untuk  mereka  suatu hari tertentu guna bertemu
dengan   mereka,   mengajar   mereka,    dan    menyampaikan
perintah-perintah kepada mereka.2
 
Lebih dari itu kaum wanita juga turut serta dalam perjuangan
bersenjata untuk membantu tentara dan para  mujahid,  sesuai
dengan  kemampuan  mereka dan apa yang baik mereka kerjakan,
seperti merawat yang sakit dan terluka, disamping memberikan
pelayanan-pelayanan lain seperti memasak dan menyediakan air
minum. Diriwayatkan dari Ummu Athiyah, ia berkata:
 
"Saya turut berperang bersama Rasulullah saw. sebanyak tujuh
kali,  saya tinggal di tenda-tenda mereka, membuatkan mereka
makanan, mengobati yang terluka, dan merawat yang sakit."3
 
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Anas:
 
"Bahwa Aisyah dan Ummu Sulaim pada waktu perang Uhud  sangat
cekatan  membawa qirbah (tempat air) di punggungnya kemudian
menuangkannya ke mulut orang-orang, lalu mengisinya lagi."4
 
Aisyah r.a.   yang waktu itu sedang  berusia  belasan  tahun
menepis   anggapan   orang-orang   yang   mengatakan   bahwa
keikutsertaan kaum wanita dalam  perang  itu  terbatas  bagi
mereka  yang  telah  lanjut  usia.  Anggapan ini tidak dapat
diterima, dan apa yang dapat  diperbuat  wanita-wanita  yang
telah berusia lanjut dalam situasi dan kondisi yang menuntut
kemampuan fisik dan psikis sekaligus?
 
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa enam orang wanita mukmin turut
serta dengan pasukan yang mengepung Khaibar. Mereka memungut
anak-anak panah, mengadoni  tepung,  mengobati  yang  sakit,
mengepang  rambut,  turut berperang di jalan Allah, dan Nabi
saw memberi mereka bagian dari rampasan perang.
 
Bahkan terdapat riwayat yang sahih yang  menceritakan  bahwa
sebagian  istri  para  sahabat  ada  yang  turut serta dalam
peperangan  Islam  dengan  memanggul  senjata,  ketika   ada
kesempatan   bagi   mereka.  Sudah  dikenal  bagaimana  yang
dilakukan Ummu Ammarah Nusaibah  binti  Ka'ab  dalam  perang
Uhud,  sehingga  Nabi  saw.  bersabda mengenai dia, "Sungguh
kedudukannya lebih baik daripada si Fulan dan si Fulan."
 
Demikian pula Ummu Sulaim menghunus badik pada waktu  perang
Hunain untuk menusuk perut musuh yang mendekat kepadanya.
 
Imam  Muslim  meriwayatkan  dari  Anas,  anaknya  (anak Ummu
Sulaim) bahwa Ummu Sulaim menghunus badik pada waktu  perang
Hunain,  maka  Anas menyertainya. Kemudian suami Ummu Sulaim
Abu Thalhah, melihatnya lantas berkata,  "Wahai  Rasulullah,
ini Ummu Sulaim membawa badik." Lalu Rasululah saw. bertanya
kepada Ummu Sulaim, "Untuk apa badik ini? Ia menjawab, "Saya
mengambilnya,  apabila  ada  salah seorang musyrik mendekati
saya akan saya tusuk perutnya dengan  badik  ini."  Kemudian
Rasulullah saw. tertawa.5
 
Imam Bukhari telah membuat bab tersendiri didalam Shahih-nya
mengenai peperangan yang dilakukan kaum wanita.
 
Ambisi kaum wanita muslimah pada zaman Nabi saw. untuk turut
perang  tidak hanya peperangan dengan negara-negara tetangga
atau yang berdekatan dengan negeri Arab seperti Khaibar  dan
Hunain  saja  tetapi  mereka  juga ikut melintasi lautan dan
ikut menaklukkan daerah-daerah yang jauh  guna  menyampaikan
risalah Islam.
 
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Anas bahwa
pada suatu hari Rasulullah saw. tidur  siang  di  sisi  Ummu
Haram  binti  Mulhan  -  bibi  Anas - kemudian beliau bangun
seraya tertawa. Lalu Ummu Haram  bertanya,  "Mengapa  engkau
tertawa,  wahai  Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ada beberapa
orang dari umatku yang diperlihatkan kepadaku  berperang  fi
sabilillah.  Mereka  menyeberangi  lautan  seperti raja-raja
naik kendaraan."  Ummu  Haram  berkata,  "Wahai  Rasulullah,
doakanlah  kepada  Allah  agar  Dia menjadikan saya termasuk
diantara mereka." Lalu Rasulullah saw. mendoakannya.6
 
Dikisahkan bahwa Ummu Haram ikut  menyeberangi  lautan  pada
zaman  Utsman  bersama suaminya Ubadah bin Shamit ke Qibris.
Kemudian ia jatuh dari  kendaraannya  (setelah  menyeberang)
disana,  lalu  meninggal  dan  dikubur  di  negeri tersebut,
sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli sejarah.7
 
Dalam kehidupan bermasyarakat kaum wanita juga  turut  serta
berdakwah:   menyuruh   berbuat  ma'ruf  dan  mencegah  dari
perbuatan munkar, sebagaimana firman Allah:
 
"Dan  orang-orang  yang  beriman,  laki-laki  dan  perempuan
sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)  yang  ma'ruf,  mencegah
dari yang munkar..." (at-Taubah: 71 )
 
Diantara  peristiwa  yang terkenal ialah kisah salah seorang
wanita muslimah pada zaman khalifah Umar  bin  Khattab  yang
mendebat beliau di sebuah masjid. Wanita tersebut menyanggah
pendapat Umar mengenai masalah mahar (mas  kawin),  kemudian
Umar  secara terang-terangan membenarkan pendapatnya, seraya
berkata, "Benar wanita itu,  dan  Umar  keliru."  Kisah  ini
disebutkan   oleh   Ibnu   Katsir  dalam  menafsirkan  surat
an-Nisa', dan beliau berkata, "Isnadnya  bagus."  Pada  masa
pemerintahannya,  Umar juga telah mengangkat asy-Syifa binti
Abdullah al-Adawiyah sebagai pengawas pasar.
 
Orang yang mau  merenungkan  Al-Qur'an  dan  hadits  tentang
wanita  dalam  berbagai  masa  dan pada zaman kehidupan para
rasul atau nabi, niscaya ia tidak  merasa  perlu  mengadakan
tabir  pembatas  yang  dipasang  oleh  sebagian orang antara
laki-laki dengan perempuan.
 
Kita dapati Musa - ketika masih muda  dan  gagah  perkasa  -
bercakap-cakap  dengan  dua  orang gadis putri seorang syekh
yang telah tua (Nabi Syusaib;  ed.).  Musa  bertanya  kepada
mereka  dan  mereka  pun  menjawabnya  dengan  tanpa  merasa
berdosa atau bersalah,  dan  dia  membantu  keduanya  dengan
sikap  sopan  dan  menjaga  diri.  Setelah Musa membantunya,
salah seorang di antara gadis tersebut  datang  kepada  Musa
sebagai  utusan  ayahnya  untuk  memanggil Musa agar menemui
ayahnya.  Kemudian  salah  seorang  dari  kedua  gadis   itu
mengajukan   usul   kepada   ayahnya   agar  Musa  dijadikan
pembantunya,  karena  dia  seorang  yang  kuat   dan   dapat
dipercaya.
 
Marilah kita baca kisah ini dalam Al-Qur'an:
 
"Dan tatkala ia (Musa) sampai di sumber air negeri Madyan ia
menjumpai  disana  sekumpulan  orang  yang  sedang  meminumi
(ternaknya),  dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu,
dua orang wanita yang sedang  menghambat  (ternaknya).  Musa
berkata,  'Apakah  maksudmu (dengan berbuat begitu.?)' Kedua
wanita itu menjawab,  'Kami  tidak  dapat  meminumi  (ternak
kami),   sebelum   penggembala-penggembala  itu  memulangkan
(ternaknya), sedangkan bapak  kami  adalah  orang  tua  yang
telah  lanjut  umurnya.'  Maka Musa memberi minum ternak itu
untuk (menolong) keduanya, kemudian dia  kembali  ke  tempat
yang teduh lalu berdoa, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat
memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan  kepadaku.'
Kemudian  datanglah  kepada  Musa  salah  seorang dari kedua
wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, 'Sesungguhnya
bapakku  memanggil  kamu  agar  ia  memberi balasan terhadap
(kebaikan)-mu memberi minum (ternak)kami.' Maka tatkala Musa
mendatangi  bapaknya  (Syu'aib)  dan  menceritakan kepadanya
cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata, 'Janganlah  kamu
takut.  Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.'
Salah seorang dari kedua wanita itu  berkata,  'Ya  bapakku,
ambillah  ia  sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang  kamu  ambil  untuk
bekerja  (pada  kita)  ialah  orang  yang  kuat  lagi  dapat
dipercaya.'" (al-Qashash: 23-26)
 
                                      (Bagian 1/3, 2/3, 3/3)
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team