NABI MUHAMMAD SAW. (1/3)

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Disadari atau tidak, wujud Tuhan  pasti  dirasakan  oleh  jiwa
manusia  baik  redup  atau  benderang. Manusia menyadari bahwa
suatu ketika dirinya akan mati. Kesadaran ini  mengantarkannya
kepada  pertanyaan  tentang  apa  yang  akan  terjadi  sesudah
kematian,  bahkan  menyebabkan  manusia  berusaha   memperoleh
kedamaian dan keselamatan di negeri yang tak dikenal itu.
 
Wujud   Tuhan   yang   dirasakan,  serta  hal-ihwal  kematian,
merupakan dua dari  sekian  banyak  faktor  pendorong  manusia
untuk  berhubungan  dengan Tuhan dan memperoleh informasi yang
pasti. Sayangnya tidak semua manusia mampu melakukan hal  itu.
Namun,   kemurahan   Allah   menyebabkan-Nya  memilih  manusia
tertentu untuk  menyampaikan  pesan-pesan  Allah,  baik  untuk
periode  dan  masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusia
di setiap waktu dan tempat. Mereka yang mendapat tugas  itulah
yang dinamai Nabi (penyampai berita) dan Rasul (Utusan Tuhan).
 
Jumlah  mereka  secara  pasti  tidak diketahui. Al-Quran hanya
menginforrnasikan bahwa,
 
"Tidak satu  umat  (kelompok  masyarakat)  pun  kecuali  telah
pernah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan" (QS Fathir
[35]: 24).
 
Al-Quran juga menyatakan kepada Nabinya bahwa,
 
"Kami telah mengutus nabi-nabi sebelum kamu, di antara  mereka
ada  yang  telah  kami  sampaikan  kisahnya, dan ada pula yang
tidak Kami sampaikan kepadamu" (QS Al-Mu'min [40]: 78)
 
Al-Quran  menyebutkan  secara  tegas  nama  dua   puluh   lima
Nabi/Rasul;   delapan  belas  di  antaranya  disebutkan  dalam
Al-Quran surat Al-An'am (6): 83-86,  sisanya  didapatkan  dari
berbagai ayat.
 
Nabi  Muhammad Saw. seperti dinyatakan Al-Quran surat Al-A'raf
(7): 158 -diutus kepada seluruh manusia, dan beliau  merupakan
khataman nabiyyin (penutup para nabi) (QS Al-Ahzab [33]: 40).
 
Masa Prakelahiran
 
Al-Quran  menegaskan  bahwa  para  nabi  telah pernah diangkat
janjinya untuk percaya dan membela Nabi Muhammad Saw.
 
"Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dan para Nabi,
'Sungguh  apa  saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan
hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) yang
membenarkan  kamu,  niscaya  kamu sungguh-sungguh akan beriman
kepadanya dan  menolongnya.'  Allah  berfirman,  'Apakah  kamu
mengakui dan menerima perjanjian-Ku yang demikian itu?' Mereka
menjawab, 'Kami mengakui.'" (QS Ali'Imran [3]: 81)
 
Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda,
 
"Demi  (Allah)  yang   jiwaku   berada   pada   genggaman-Nya,
seandainya  Musa  a.s.  hidup,  dia  tidak  dapat mengelak dan
mengikutiku" (HR Imam Ahmad)
 
Tidak jelas kapan dan  bagaimana  perjanjian  yang  disinggung
ayat  tersebut. Setidaknya, ia mengisyaratkan bahwa Allah Swt.
telah merencanakan sesuatu  untuk  Nabi  Muhammad  Saw.,  jauh
sebelum  kelahiran  beliau.  Karena  itu  pula sementara pakar
menyatakan  bahwa  kematian  ayah  beliau  sebelum  kelahiran,
kepergiannya    ke    pedesaan    menjauhi    ibunya,    serta
ketidakmampuannya membaca dan menulis merupakan strategi  yang
dipersiapkan  Tuhan  kepada  beliau untuk dijadikan utusan-Nya
kepada seluruh umat manusia kelak.
 
Bahkan ulama lain meyakini bahwa  pemilihan  hal-hal  tertentu
berkaitan  dengan  beliau  bukanlah  kebetulan. Misalnya bulan
lahir, hijrah, dan wafatnya pada  bulan  Rabi'ul  Awal  (musim
bunga).  Nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah
(hamba Allah)  ,  ibunya  Aminah  (yang  memberi  rasa  aman),
kakeknya yang bergelar Abdul Muththalib bernama Syaibah (orang
tua yang bijaksana), sedangkan yang membantu ibunya melahirkan
bernama  Asy-Syifa'  (yang  sempurna  dan  sehat),  serta yang
menyusukannya adalah Halimah As-Sa'diyah (yang lapang dada dan
mujur).  Semuanya mengisyaratkan keistimewaan berkaitan dengan
Nabi Muhammad Saw. Makna nama-nama  tersebut  memiliki  kaitan
yang erat dengan kepribadian Nabi Muhammad Saw.
 
Al-Quran  surat  Al-A'raf (7): 157 juga menginformasikan bahwa
Nabi Muhammad Saw. pada hakikatnya  dikenal  oleh  orang-orang
Yahudi  dan  Nasrani.  Hal  ini  antara lain disebabkan mereka
mendapatkan (nama)-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil  (QS
Al-A'raf [7]: 157).
 
Menurut  pakar agama Islam, yang ditegaskan oleh Al-Quran itu,
dapat terbaca antara lain dalam Pertanjian Lama, Kitab Ulangan
33 ayat 2:
 
"...  bahwa  Tuhan telah datang dari Torsina, dan telah terbit
untuk mereka itu dari Seir, kelihatanlah ia dengan  gemerlapan
cahayanya dari gunung Paran."
 
Pemahaman  mereka berdasarkan analisis berikut: "Gunung Paran"
menurut Kitab Pertanjian Lama, Kejadian ayat 21, adalah tempat
putra   Ibrahim  -yakni  Nabi  Ismail-  bersama  ibunya  Hajar
memperoleh air (Zam-Zam). Ini berarti  bahwa  tempat  tersebut
adalah  Makkah, dan dengan demikian yang tercantum dalam Kitab
Ulangan di atas mengisyaratkan tiga tempat terpancarnya cahaya
wahyu Ilahi: Thur Sina tempat Nabi Musa a.s., Seir tempat Nabi
Isa a.s. ,  dan  Makkah  tempat  Nabi  Muhammad  Saw.  Sejarah
membuktikan bahwa beliau satu-satunya Nabi dari Makkah.
 
Karena  itu pula wajar jika Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 146
menyatakan bahkan  mereka  itu  mengenalnya  (Muhammad  Saw.),
sebagaimana  mereka  mengenal  anak-anak  mereka, bahkan salah
seorang penganut agama Yahudi yang kemudian masuk Islam, yaitu
Abdullah  bin  Salam  pernah berkata, "Kami lebih mengenal dan
lebih yakin tentang kenabian Muhammad Saw. daripada pengenalan
dan keyakinan kami tentang anak-anak kami. Siapa tahu pasangan
kami menyeleweng."
 
Masa Prakenabian
 
Ada  beberapa  ayat  Al-Quran  yang  berbicara  tentang   Nabi
Muhammad Saw. sebelum kenabian beliau. Antara lain,
 
"Bukankah  Dia (Tuhan) mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu
Dia  melindungimu,  dan  Dia  mendapatimu  bimbang,  lalu  Dia
memberi  petunjuk  kepadamu, dan Dia mendapatimu dalam keadaan
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS Al-Dhuha [93]:
6-8).
 
Beliau yatim sejak di dalam kandungan, kemudian dipelihara dan
dilindungi oleh paman dan  kakeknya.  Beliau  hidup  di  dalam
keresahan  dan  kebimbangan  melihat sikap masyarakatnya, lalu
Allah memberinya petunjuk, dan mengangkatnya sebagai Nabi  dan
Rasul.  Beliau  hidup miskin karena ayahnya tidak meninggalkan
warisan untuknya, kecuali  beberapa  ekor  kambing  dan  harta
lainnya yang tidak berarti. Tetapi Allah memberinya kecukupan,
khususnya menjelang  dan  saat  hidup  berumah  tangga  dengan
istrinya, Khadijah a.s.
 
Ayat  lain  yang  oleh  ulama  dianggap berbicara tentang Nabi
Muhammad Saw. pada  masa  kanak-kanaknya,  adalah  surat  Alam
Nasyrah ayat pertama:
 
"Bukankah Kami (Tuhan) telah melapangkan dada untukmu?"
 
Sebagian     ulama    mengartikan    kata    nasyrah    dengan
"memotong/membedah." Memang,  bila  dikaitkan  dengan  sesuatu
yang  bersifat  materi,  artinya  demikian.  Apabila dikaitkan
dengan sesuatu yang bersifat nonmateri,  kata  itu  mengandung
arti  membuka,  memberi  pemahaman, menganugerahkan ketenangan
dan semaknanya.
 
Yang mengaitkan dengan hal-hal materi berpendapat  bahwa  ayat
ini  berbicara tentang "pembedahan" yang pernah dilakukan oleh
para malaikat terhadap Nabi Muhammad Saw. kala beliau  remaja.
Pendapat   ini   antara   lain  dikemukakan  oleh  mufasir  An
-Naisaburi.
 
Tetapi  sepanjang  penelitian  penulis  kata  tersebut  dengan
berbagai  bentuknya  terulang  sebanyak 5 kali, dan tidak satu
pun yang  digunakan  dengan  arti  harfiah,  apalagi  bermakna
pembedahan.  Akan  lebih  jelas lagi jika hal itu disejajarkan
dengan ayat yang berbicara tentang doa Nabi Musa a.s. di dalam
Al-Quran.
 
"Wahai   Tuhanku,  lapangkanlah  dadaku,  mudahkanlah  untukku
urusanku  dan  lepaskanlah  kekakuan  lidahku,  supaya  mereka
mengerti perkataanku" (QS Thaha [20]: 25-28)
 
Selanjutnya Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak
pernah membaca satu  kitab  atau  menulis  satu  kata  sebelum
datangnya wahyu Al-Quran.
 
"Engkau   tidak   pernah  membaca  satu  kitab  pun  sebelumnya
(Al-Quran), tidak juga menulis satu tulisan  dengan  tanganmu,
(andai  kata  kamu  pernah  membaca  dan  menulis)  pasti akan
benar-benar   ragulah   orang   yang   mengingkari-(mu)"   (QS
Al-'Ankabut [29]: 48).
 
Ayat  ini  secara  pasti  menyatakan  bahwa beliau Saw. adalah
orang yang tidak pandai membaca dan menulis. Banyak ulama yang
memahami  bahwa  kendatipun  kemudian  Nabi  Saw. menganjurkan
umatnya belajar membaca  dan  menulis,  namun  beliau  sendiri
tidak  melakukannya, karena Allah Swt. ingin menjadikan beliau
sebagai bukti bahwa informasi  yang  diperolehnya  benar-benar
bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah Swt.
 
Ada  juga  ulama  yang  memahami  bahwa  ketidakmampuan beliau
membaca  hanya  terbatas  sampai  sebelum  terbukti  kebenaran
ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrah
ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut  pendukungnya
ide  ini  dikuatkan  antara  lain  oleh kata "sebelumnya" yang
terdapat pada ayat di atas.
 
Memang, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran  (QS
Al-A'raf  [7]  157  dan 158) , dan keduanya menjadi sifat Nabi
Muhammad Saw. Memang kedua ayat itu turun di Makkah,  meskipun
ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan,
 
"Dia  (Allah)  yang  mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta
huruf), seorang Rasul di antara mereka" (QS Al-Jum'ah [62]: 2)
 
Di sisi lain, harus disadari bahwa  masyarakat  beliau  ketika
itu  menganggap  kemampuan  menulis  sebagai  bukti  kelemahan
seseorang.
 
Pada masa  itu  sarana  tulis-menulis  amat  langka,  sehingga
masyarakat  amat  mengandalkan hafalan. Seseorang yang menulis
dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan
kekurangan. Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis,
dan ketika ia  sadar  bahwa  ada  orang  yang  melihatnya,  ia
bermohon,
 
"Jangan  beri  tahu  siapa pun, karena ini (kemampuan menulis)
bagi kami adalah aib."
 
Memang, nilai-nilai dalam  masyarakat  berubah,  sehingga  apa
yang  dianggap  baik  pada  hari  ini,  boleh  jadi sebelumnya
dinilai  buruk.  Pada  masa  kini  kemampuan  menghafal  tidak
sepenting  masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah
diperoleh.
 
Masa Kenabian
 
Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Quran surat  Al-Ahqaf
ayat  15  sebagai  usia  kesempurnaan,  Muhammad Saw. diangkat
menjadi Nabi. Ditandai dengan  turunnya  wahyu  pertama  Iqra'
bismi Rabbik.
 
Sebelumnya beliau tidak pernah menduga akan mendapat tugas dan
kedudukan  yang  demikian  terhormat.  Karena  itu   ditemukan
ayat-ayat  Al-Quran  yang  menguraikan  sikap  beliau terhadap
wahyu dan memberi kesan  bahwa  pada  mulanya  beliau  sendiri
"ragu"  dan  gelisah  mengenai  hal  yang dialaminya. QS Yunus
(10): 94 mengisyaratkan bahwa,
 
"Kalau engkau ragu terhadap apa yang Kami  turunkan  kepadamu,
maka  tanyakanlah  kepada  orang-orang yang membaca Kitab Suci
sebelum kamu (QS Yunus [10]: 94).
                                              (bersambung 2/3)


WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team