NABI MUHAMMAD SAW. (2/3)

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Kegelisahan itu bertambah besar pada saat  wahyu  yang  beliau
nanti-nantikan  tidak  kunjung datang, hingga menurut beberapa
riwayat beliau sedemikian gelisah, sampai-sampai konon  beliau
hampir saja mencelakakan dirinya. Rupanya Allah Swt. bermaksud
menjadikan beliau lebih  merindukan  lagi  "sang  kekasih  dan
firman-firman-Nya"    agar   semakin   mantap   cinta   beliau
kepada-Nya.
 
Surat  Adh-Dhuha  menyatakan  sekelumit  hal  itu,   sekaligus
sekilas  kedudukan  beliau  di  sisi  Allah.  Surat  ini turun
berkenaan  dengan  kegelisahan  Nabi  Muhammad   Saw.   karena
ketidakhadiran  Malaikat  Jibril  membawa wahyu setelah sekian
kali sebelumnya datang.
 
"Demi  adh-dhuha,  dan  malam  ketika  hening.  Tuhanmu  tidak
meninggalkan kamu dan tidak pula membenci-(mu dan siapa pun).
 
Mengapa     adh-dhuha    -yakni    "matahari    ketika    naik
sepenggalah"-yang dipilih berkaitan  dengan  wahyu-wahyu  yang
diterima  oleh  Nabi Saw., atau apakah adh-dhuha ada kaitannya
dengan ketidakhadiran wahyu-wahyu Ilahi?
 
Ketika matahari naik sepenggalah, cahayanya memancar menerangi
seluruh penjuru. Cahayanya tidak terlalu terik, sehingga tidak
menyebabkan gangguan sedikit pun, bahkan  panasnya  memberikan
kesegaran, kenyamanan, dan kesehatan.
 
Di  sini  Allah  Swt.  melambangkan kehadiran wahyu selama ini
sebagai  kehadiran  cahaya  matahari  yang  sinarnya  demikian
jelas, menyegarkan, dan menyenangkan. Sedangkan ketidakhadiran
wahyu dinyatakan dengan kalimat, "Demi malam ketika hening."
 
Dari kedua hal yang bertolak  belakang  itu,  Allah  menafikan
dugaan  atau  tanggapan  yang  menyatakan  bahwa Muhammad Saw.
telah ditinggalkan oleh  Tuhannya,  atau  bahkan  Tuhan  telah
membencinya.  Kehadiran malam tidak menjadikan seseorang boleh
berkata  bahwa  matahari  tidak  akan  terbit   lagi,   karena
kenyataan  sehari-hari  membuktikan  kekeliruan ucapan seperti
itu. Nah,  ketidakhadiran  wahyu  beberapa  saat  tidak  dapat
dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa wahyu tidak akan hadir
lagi atau Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya.
 
Ketidakhadiran  antara  lain  menjadi  isyarat   kepada   Nabi
Muhammad  Saw.  untuk  beristirahat,  karena "malam" dijadikan
Tuhan sebagai waktu "beristirahat."
 
Dapat juga dikatakan bahwa ketidakhadiran  wahyu  justru  pada
saat  Nabi  Muhammad  menanti-nantikannya,  membuktikan  bahwa
wahyu adalah wewenang Tuhan sendiri. Walaupun  keinginan  Nabi
Saw.  meluap-luap  menantikan  kehadirannya,  namun jika Tuhan
tidak menghendaki, wahyu tidak akan  datang.  Ini  membuktikan
bahwa wahyu bukan merupakan hasil renungan atau bisikan jiwa.
 
Kenabian Muhammad Saw. bukan merupakan hal yang baru bagi umat
manusia.  Nabi  Muhammad  secara  tegas  diperintahkan   untuk
menyatakan hal itu,
 
"Katakanlah,  'Aku  bukanlah  rasul  yang  pertama  di  antara
rasul-rasul. Aku tidak mengetahui yang  diperbuat  terhadapku,
tidak  juga  terhadapmu.  Aku  tidak lain hanya mengikuti yang
diwahyukan  kepadaku  dan  aku  tidak  lain  seorang   pemberi
peringatan yang menjelaskan.'" (QS Al-Ahqaf [46]: 9)
 
Namun demikian' kenabian Muhammad Saw. berbeda dengan kenabian
utusan Tuhan yang lain. Sebelum beliau, para  Nabi  dan  Rasul
diutus  untuk  masyarakat  dan  waktu  tertentu,  tetapi  Nabi
Muhammad Saw. diutus untuk seluruh manusia di setiap waktu dan
tempat,
 
"Katakanlah    (hai   Muhammad),   'Wahai   seluruh   manusia!
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk  kamu  semua'"  (QS
Al-A'raf [7]: 158)
 
Ada  sementara orientalis yang menduga bahwa pada mulanya Nabi
Muhammad Saw.  hanya  bermaksud  mengajarkan  agamanya  kepada
orang-orang  Arab,  tetapi setelah beliau berhasil di Madinah,
beliau memperluas dakwahnya untuk seluruh manusia.
 
Pendapat ini sungguh keliru, karena  sejak  di  Makkah  beliau
telah menegaskan bahwa beliau diutus untuk seluruh manusia.
 
"Katakanlah    (hai   Muhammad),   'Wahai   seluruh   manusia!
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu  semua.'"  (QS
Al-A'raf [7]: 158).
 
Ayat  ini  turun  ketika  Nabi  Saw.  sedang berada di Makkah,
bahkan menurut  sementara  ulama,  semua  ayat  Al-Quran  yang
dimulai  dengan  panggilan  "Wahai  seluruh manusia," semuanya
turun di Makkah kecuali beberapa ayat.
 
Perbedaan yang lain adalah para  nabi  sebelum  beliau  selalu
mengaitkan    kenabian    dengan    hal-hal    yang   bersifat
suprarasional,  baik  berbentuk   sihir,   pengetahuan   gaib,
mimpi-mimpi, dan lain-lain.
 
Isa a.s. misalnya bersabda,
 
"Sesungguhnya  Aku  telah datang kepadamu dengan membawa bukti
(mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat burung  untuk  kamu
dari  tanah, kemudian aku meniupnya sehingga ia menjadi burung
dengan seizin Allah, dan  aku  menyembuhkan  orang  yang  buta
sejak lahir, dan orang yang berpenyakit sopak (lepra), dan aku
menghidupkan orang mati dengan seizin Allah, dan aku  kabarkan
kepadamu  yang  kamu  makan  dan  yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah  suatu  tanda  (mukjizat
tentang    kebenaran    kerasulanku)    bagimu,    jika   kamu
sungguh-sungguh beriman." (QS Ali 'Imran [3]: 49)
 
Dalam Perjanjian  Baru,  Isa  a.s.  juga  menyatakan,  "Jangan
percaya  padaku,  jika  aku  tidak mengerjakan pekerjaan Bapak
..."
 
Demikian halnya Isa a.s. dan para nabi sebelumnya. Oleh karena
itu,  ketika  masyarakat Arab Quraisy meminta bukti-bukti yang
bersifat suprarasional, Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk
menyampaikan kalimat-kalimat berikut:
 
"Katakanlah,  'Sesungguhnya  bukti-bukti  itu  bersumber  dari
Allah, sedang aku hanya pembawa peringatan yang menjelaskan.'"
(QS Al-'Ankabut [29]: 50)
 
Dr.  Nazme  Luke,  seorang  pendeta  Mesir,  berkomentar bahwa
menghidupkan orang mati, mengembalikan penglihatan orang buta,
dan  lain-lain  adalah hal-hal yang sangat mengagumkan, tetapi
tidak berarti apa-apa jika digunakan untuk  membuktikan  bahwa
2+2 = 5.
 
Masyarakat  pada  masa  Isa  a.s. membutuhkan bukti-bukti yang
bersifat suprarasional, karena mereka belum  mencapai  tingkat
kedewasan   yang  memadai.  Hal  ini,  tulisnya,  sama  dengan
membujuk anak kecil untuk makan, padahal jika telah dewasa, ia
akan makan tanpa dibujuk.
 
Memang  Nabi  Muhammad  Saw.  tidak  mengandalkan hal-hal yang
bersifat suprarasional sebagai bukti kebenaran ajarannya.
 
Bukti kebenaran kenabian dan kerasulannya adalah Al-Quran  dan
diri  beliau  sendiri  yang  ummi  (tidak  pandai  membaca dan
menulis). Para pakar bersepakat  dengan  menggunakan  berbagai
tolok ukur untuk mengakui beliau sebagai manusia teragung yang
pernah dikenal oleh sejarah kemanusiaan
 
Demikianlah kesimpulan Thomas Carlyle dalam bukunya On Heroes,
Hero,  Worship  and  the  Heros  in History dengan menggunakan
tolok ukur kepahlawanan. Demikian pula Will Durant  dalam  The
Story  of  Civilization  in  the World dengan tolok ukur hasil
karya, Marcus Dodds dalam Muhammad, Buddha, and Christ, dengan
tolok   ukur  keberanian  moral,  Nazme  Luke  dalam  Muhammad
Al-Rasul wa Al-Risalah dengan  tolok  ukur  metode  pembuktian
ajaran, serta Michael Hart dalam bukunya tentang seratus tokoh
dunia yang paling berpengaruh dalam sejarah, dengan tolok ukur
pengaruh serta sederetan pakar lainnya.
 
"Mustahil  bagi  siapa  pun  yang  mempelajari  kehidupan  dan
karakter Muhammad (Saw.), hanya mempunyai perasaan hormat saja
terhadap   Nabi  mulia  itu.  Ia  akan  melampauinya  sehingga
meyakini bahwa beliau adalah salah seorang Nabi terbesar  dari
sang  Pencipta,"  demikian Annie Besant menulis dalam The Life
and Teachings of Muhammad.
 
Dalam  konteks  ini  Al-Quran  surat  Alam  Nasyrah   ayat   4
menyatakan,
 
"Sesungguhnya Kami pasti akan meninggikan namamu."
 
Dalam ayat lain dinyatakan:
 
"Wahai  seluruh  manusia,  telah datang kepada kamu bukti yang
sangat jelas dan Tuhanmu (yakni Muhammad Saw.), dan Kami telah
(pula) menurunkan cahaya yang terang benderang (Al-Quran)" (QS
Al-Nisa' [4]: 174).
 
Akhlak dan Fungsi Kenabian Muhammad Saw.
 
Al-Quran  mengakui  secara  tegas  bahwa  Nabi  Muhammad  Saw.
memiliki  akhlak  yang  sangat  agung.  Bahkan dapat dikatakan
bahwa  konsideran  pengangkatan  beliau  sebagai  nabi  adalah
keluhuran  budi pekertinya. Hal ini dipahami dari wahyu ketiga
yang antara lain menyatakan bahwa:
 
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada  di  atas  akhlak  yang
agung" (QS Al-Qalam [68]: 4).
 
Kata  "di  atas"  tentu  mempunyai  makna  yang  sangat dalam,
melebihi kata lain, misalnya, pada tahap/dalam keadaan  akhlak
mulia
 
Seperti  dikemukakan  di atas, Al-Quran surat Al-An'am ayat 90
menyebutkan dalam rangkaian ayat-ayatnya 18  nama  Nabi/Rasul.
Setelah  kedelapan  belas  nama disebut, Allah berpesan kepada
Nabi Muhammad Saw.,
 
"Mereka itulah yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, maka
hendaknya kamu meneladani petunjuk yang mereka peroleh."
 
Ulama-ulama   tafsir   menyatakan   bahwa   Nabi   Saw.  pasti
memperhatikan benar pesan ini. Hal itu terbukti  antara  lain,
ketika salah seorang pengikutnya mengecam kebijaksanaan beliau
saat membagi harta rampasan perang, beliau  menahan  amarahnya
dan menyabarkan diri dengan berkata,
 
"Semoga  Allah merahmati Musa a s. Dia telah diganggu melebihi
gangguan yang kualami ini, dan dia bersabar  (maka  aku  lebih
wajar bersabar daripada Musa a s.)."
 
Karena  itu  pula  sebagian  ulama  tafsir menyimpulkan, bahwa
pastilah  Nabi  Muhammad  Saw.  telah  meneladani  sifat-sifat
terpuji para nabi sebelum beliau
 
Nabi  Nuh  a.s.  dikenal  sebagai seorang yang gigih dan tabah
dalam berdakwah. Nabi Ibrahim  a.s.  dikenal  sebagai  seorang
yang  amat  pemurah, serta amat tekun bermujahadah mendekatkan
diri kepada Allah. Nabi Daud a.s. dikenal  sebagai  nabi  yang
amat  menonjolkan  rasa  syukur  serta penghargaannya terhadap
nikmat Allah. Nabi Zakaria a.s., Yahya  a.s.,  dan  Isa  a.s.,
adalah  nabi-nabi  yang  berupaya menghindari kenikmatan dunia
demi mendekatkan diri kepada Allah Swt.
 
Nabi Yusuf a.s.  terkenal  gagah,  dan  amat  bersyukur  dalam
nikmat dan bersabar menahan cobaan. Nabi Yunus a. s. diketahui
sebagai nabi  yang  amat  khusyuk  ketika  berdoa,  Nabi  Musa
terbukti sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, Nabi
Harun  a.s.  sebaliknya,  adalah  nabi   yang   penuh   dengan
kelemahlembutan.  Demikian  seterusnya, dan Nabi Muhammad Saw.
meneladani semua keistimewaan mereka itu.
 
Ada beberapa sifat Nabi Muhammad  Saw.  yang  ditekankan  oleh
Al-Quran, antara lain,
 
"Sesungguhnya  telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya  penderitaanmu  (umat  manusia),
serta sangat menginginkan kebaikan untuk kamu semua, lagi amat
tinggi belas kasihannya serta penyayang  terhadap  orang-orang
mukmin" (QS Al-Tawbah [9]: 128).
 
Begitu   besar  perhatiannya  kepada  umat  manusia,  sehingga
hampir-hampir saja ia mencelakakan diri demi  mengajak  mereka
beriman  (baca  QS  Syu'ara  [26]:  3). Begitu luas rahmat dan
kasih  sayang  yang  dibawanya,  sehingga  menyentuh  manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa.
 
Sebelum  Eropa  memperkenalkan  Organisasi  Pencinta Binatang,
Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan,
 
"Bertakwalah   kepada   Allah   dalam   perlakuanmu   terhadap
binatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik."
 
"Seorang  wanita  terjerumus  ke  dalam  neraka  karena seekor
kucing yang dikurungnya."
 
"Seorang wanita yang bergelimang dosa  diampuni  Tuhan  karena
memberi minum seekor anjing yang kehausan."
 
Rahmat  dan  kasih  sayang yang dicurahkannya sampai pula pada
benda-benda tak bernyawa. Susu, gelas, cermin, tikar, perisai,
pedang, dan sebagainya, semuanya beliau beri nama, seakan-akan
benda-benda  tak  bernyawa  itu  mempunyai  kepribadian   yang
membutuhkan   uluran   tangan,   rahmat,   kasih  sayang,  dan
persahabatan.
 
Diakui  bahwa  Muhammad   Saw.   diperintahkan   Allah   untuk
menegaskan bahwa,
 
"Aku  tidak  lain  kecuali  manusia seperti kamu, (tetapi aku)
diberi wahyu ..." (QS Al-Kahf [18]: 110).
                                              (bersambung 3/3)


WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team