| |
|
UKHUWAH (1/2) Ukhuwah (ukhuwwah) yang biasa diartikan sebagai "persaudaraan", terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti "memperhatikan". Makna asal ini memberi kesan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara. Boleh jadi, perhatian itu pada mulanya lahir karena adanya persamaan di antara pihak-pihak yang bersaudara, sehingga makna tersebut kemudian berkembang, dan pada akhirnya ukhuwah diartikan sebagai "setiap persamaan dan keserasian dengan pihak lain, baik persamaan keturunan, dari segi ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan". Secara majazi kata ukhuwah (persaudaraan) mencakup persamaan salah satu unsur seperti suku, agama, profesi, dan perasaan. Dalam kamus-kamus bahasa Arab ditemukan bahwa kata akh yang membentuk kata ukhuwah digunakan juga dengan arti teman akrab atau sahabat. Masyarakat Muslim mengenal istilah ukhuwmah Islamiyyah. Istilah ini perlu didudukkan maknanya, agar bahasan kita tentang ukhuwah tidak mengalami kerancuan. Untuk itu terlebih dahulu perlu dilakukan tinjauan kebahasaan untuk menetapkan kedudukan kata Islamiah dalam istilah di atas. Selama ini ada kesan bahwa istilah tersebut bermakna "persaudaraan yang dijalin oleh sesama Muslim", atau dengan kata lain, "persaudaraan antar sesama Muslim", sehingga dengan demikian, kata "Islamiah" dijadikan pelaku ukhuwah itu. Pemahaman ini kurang tepat. Kata Islamiah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah lebih tepat dipahami sebagai adjektifa, sehingga ukhuwah Islamiah berarti "persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam." Paling tidak, ada dua alasan untuk mendukung pendapat ini. Pertama, Al-Quran dan hadis memperkenalkan bermacam-macam persaudaraan, seperti yang akan diuraikan selanjutnya. Kedua, karena alasan kebahasaan. Di dalam bahasa Arab, kata sifat selalu harus disesuaikan dengan yang disifatinya. Jika yang disifati berbentuk indefinitif maupun feminin, kata sifatnya pun harus demikian. Ini terlihat secara jelas pada saat kita berkata ukhuwwah Islamiyyah dan Al-Ukhuwwah Al-Islamiyyah. UKHUWAH DALAM AL-QURAN Dalam Al-Quran, kata akh (saudara) dalam bentuk tunggal ditemukan sebanyak 52 kali. Kata ini dapat berarti. 1. Saudara kandung atau saudara seketurunan, seperti pada ayat yang berbicara tentang kewarisan, atau keharaman mengawini orang-orang tertentu, misalnya, Diharamkan kepada kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan bapakmu, saudara-saudara perempuan ibumu, (dan) anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki ... (QS Al-Nisa [4]: 23) 2. Saudara yang dijalin oleh ikatan keluarga, seperti bunyi doa Nabi Musa a.s. yang diabadikan Al-Quran, Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku (QS Thaha [20]: 29-30). 3. Saudara dalam arti sebangsa, walaupun tidak seagama seperti dalam firman-Nya, Dan kepada suku 'Ad, (kami utus) saudara mereka Hud (QS Al-A'raf [7]: 65). Seperti telah diketahui kaum 'Ad membangkang terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud, sehingga Allah memusnahkan mereka (baca antara lain QS Al-Haqqah [69]: 6-7). 4. Saudara semasyarakat, walaupun berselisih paham. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai 99 ekor kambing betina, dan aku mempunyai seekor saja, maka dia berkata kepadaku, "Serahkan kambingmu itu kepadaku"; dan dia mengalahkan aku di dalam perdebatan (QS Shad [38]: 23). Dalam sebuah hadis, Nabi Saw. bersabda. Belalah saudaramu, baik ia berlaku aniaya, maupun teraniaya. Ketika beliau ditanya seseorang, bagaimana cara membantu orang yang menganiaya, beliau menjawab, Engkau halangi dia agar tidak berbuat aniaya. Yang demikian itulah pembelaan baginya. (HR Bukhari melalui Anas bin Malik) 5. Persaudaraan seagama. Ini ditunjukkan oleh firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 10 Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara. Di atas telah dikemukakan bahwa dari segi bahasa, kata ukhuwah dapat mencakup berbagai persamaan. Dari sini 1ahir lagi dua macam persaudaraan, yang walaupun secara tegas tidak disebut oleh Al-Quran sebagai "persaudaraan", namun substansinya adalah persaudaraan. Kedua hal tersebut adalah: 1. Saudara sekemanusiaan (ukhuwah insaniah). Al-Quran menyatakan bahwa semua manusia diciptakan oleh Allah dari seorang lelaki dan seorang perempuan (Adam dan Hawa) (QS Al-Hujurat [49]: 13). Ini berarti bahwa semua manusia adalah seketurunan dan dengan demikian bersaudara. 2. Saudara semakhluk dan seketundukan kepada Allah. Di atas telah dijelaskan bahwa dari segi bahasa kata akh (saudara) digunakan pada berbagai bentuk persamaan. Dari sini 1ahir persaudaraan kesemakhlukan. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa: Dan tidaklah (jenis binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya) kecuali umat-umat juga seperti kamu (QS Al-An'am [6): 38). MACAM-MACAM UKHUWAH ISLAMIAH Di atas telah dikemukakan arti ukhuwah Islamiah, yakni ukhuwah yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam. Telah dikemukakan pula beberapa ayat yang mengisyaratkan bentuk atau jenis "persaudaraan" yang disinggung oleh Al-Quran. Semuanya dapat disimpulkan bahwa kitab suci ini memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan: 1. Ukhuwwah 'ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah. 2. Ukhuwwah insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah Saw. juga menekankan lewat sabda beliau, Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Hamba-hamba Allah semuanya bersaudara. 3. Ukhuwwah wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. 4. Ukhuwwah fi din Al-Islam, persaudaraan antar sesama Muslim. Rasulullah Saw. bersabda, Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah (wafat)-ku. Makna dan macam-macam persaudaraan tersebut di atas adalah berdasarkan pemahaman terhadap teks ayat-ayat Al-Quran. Ukhuwah yang secara jelas dinyatakan oleh Al-Quran adalah persaudaraan seagama Islam, dan persaudaraan yang jalinannya bukan karena agama. Ini tecermin dengan jelas dari pengamatan terhadap penggunaan bentuk jamak kata tersebut dalam Al-Quran, yang menunjukkan dua arti kata akh' yaitu: Pertama, ikhwan, yang biasanya digunakan untuk persaudaraan tidak sekandung. Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali sebagian disertakan dengan kata ad-din (agama) seperti dalan surat At-Taubah ayat 11. Apabila mereka bertobat, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, mereka adalah saudara-saudara kamu seagama. Sedangkan sebagian lain tidak dirangkaikan dengan kata ad-din (agama) seperti: Jika kamu menggauli mereka (anak-anak yatim), mereka adalah saudara-saudaramu (QS Al-Baqarah [2]: 220). Teks ayat-ayat tersebut secara tegas dan nyata menunjukkan bahwa Al-Quran memperkenalkan persaudaraan seagama dan persaud araan tidak seagama. Bentuk jamak kedua yang digunakan oleh Al-Quran adalah ikhwat, terdapat sebanyak tujuh kali dan digunakan untuk makna persaudaraan seketurunan, kecuali satu ayat, yaitu, Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara (QS A1-Hujurat [49]: 10). Menarik untuk dipertanyakan, mengapa Al-Quran menggunakan kata ikhwah dalam arti persaudaraan seketurunan ketika berbicara tentang persaudaraan sesama Muslim, atau dengan kata lain, mengapa Al-Quran tidak menggunakan kata ikhwan, padahal kata ini digunakan untuk makna persaudaraan tidak seketurunan? Bukankah lebih tepat menggunakan kata terakhir, jika melihat kenyataan bahwa saudara-saudara seiman terdiri dari banyak bangsa dan suku, yang tentunya tidak seketurunan? Menurut penulis, hal ini bertujuan untuk mempertegas dan mempererat jalinan hubungan antar sesama-Muslim, seakan-akan hubungan tersebut bukan saja dijalin oleh keimanan (yang di dalam ayat itu ditunjukkan oleh kata al-mu'minun), melainkan juga "seakan-akan" dijalin oleh persaudaraan seketurunan (yang ditunjukkan oleh kata ikhwah). Sehingga merupakan kewajiban ganda bagi umat beriman agar selalu menjalin hubungan persaudaraan yang harmonis di antara mereka, dan tidak satupun yang dapat dijadikan dalih untuk melahirkan keretakan hubungan. FAKTOR PENUNJANG PERSAUDARAAN Faktor penunjang lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun sempit adalah persamaan. Semakin banyak persamaan akan semakin kokoh pula persaudaraan. Persamaan rasa dan cita merupakan faktor dominan yang mendahului lahirnya persaudaraan hakiki, dan pada akhirnya menjadikan seseorang merasakan derita saudaranya, mengulurkan tangan sebelum diminta, serta memperlakukan saudaranya bukan atas dasar "take and give," tetapi justru Mengutamakan orang lain atas diri mereka, walau diri mereka sendiri kekurangan (QS Al-Hasyr [59]: 9). Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman pada saat berada di antara sesamanya, dan dorongan kebutuhan ekonomi merupakan faktor-faktor penunjang yang akan melahirkan rasa persaudaraan. Islam datang menekankan hal-hal tersebut, dan menganjurkan mencari titik singgung dan titik temu persaudaraan. Jangankan terhadap sesama Muslim, terhadap non-Muslim pun demikian (QS Ali 'Imran [3]: 64) dan Saba [34): 24-25). PETUNJUK AL-QURAN UNTUK MEMANTAPKAN UKHUWAH Guna memantapkan ukhuwah tersebut, pertama kali Al-Quran menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan ini. Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak Ilahi, juga demi kelestarian hidup, sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di pentas bumi. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu mengenai pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS Al-Ma-idah [5]: 48). Seandainya Tuhan menghendaki kesatuan pendapat, niscaya diciptakan-Nya manusia tanpa akal budi seperti binatang atau benda-benda tak bernyawa yang tidak memiliki kemampuan memilah dan memilih, karena hanya dengan demikian seluruhnya akan menjadi satu pendapat. Dari sini, seorang Muslim dapat memahami adanya pandangan atau bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena semua itu tidak mungkin berada di luar kehendak Ilahi. Kalaupun nalarnya tidak dapat memahami kenapa Tuhan berbuat demikian, kenyataan yang diakui Tuhan itu tidak akan menggelisahkan atau mengantarkannya "mati", atau memaksa orang lain secara halus maupun kasar agar menganut pandangan agamanya, Sungguh kasihan jika kamu akan membunuh dirimu karena sedih akibat mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Islam) (QS Al-Kahf [18]: 6). Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu akan memaksa semua manusia agar menjadi orang-orang yang beriman? (QS Yunus [10]: 99). ---------------- (bersambung 2/2) WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 mailto:mizan@ibm.net |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |