Kebebasan Wanita

oleh Abdul Halim Abu Syuqqah

Indeks Islam | Indeks Wanita | Indeks Artikel | Tentang Pengarang


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

E. APAKAH BUKU INI MENGAJAK PADA PETUNJUK?

Rasulullah saw. bersabda:

"Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya adalah pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikuti ajakannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang mengajak pada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikuti ajakannya itu, tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa-dosa mereka." (HR Muslim)38

Saya berharap kiranya tulisan yang ada dalam buku ini dapat mengajak pembaca pada petunjuk. Ada beberapa hal yang mendorong saya memiliki harapan seperti itu, dan yang terpenting adalah:

1. Dakwah/ajakan untuk melakukan pengelompokan tematis terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan Sunnah Nabi saw. merupakan ajakan pada petunjuk. Pengelompokkan semacam ini sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dan memudahkan para pakar mengkaji secara cermat nash-nash yang berhubungan dengan spesialisasi mereka dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu jiwa, ilmu sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan berbagai metodologi penelitian. Atau juga mengenai masalah-masalah kontemporer seperti masalah wanita, kesetiakawanan sosial, konsep-konsep pembaruan, dan perubahan. Para pakar, dengan membaca nash-nash yang sudah terkelompok tersebut, insya Allah mampu mengikuti jalur yang membawanya pada petunjuk dan kebenaran.

2. Dakwah untuk kembali pada pokok-pokok agama, yaitu Kitab dan Sunnah, dengan tujuan mengkaji dan mengevaluasi pemahaman-pemahaman dan pandangan-pandangan yang kita warisi dari nenek moyang dalam bidang wanita atau bidang-bidang lainnya adalah dakwah pada petunjuk. Rasulullah saw. telah bersabda:

"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang mana kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang pada keduanya, yaitu, Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (HR Malik dalam Al-Muwaththa')39

3. Dakwah untuk menyebarluaskan Sunnah di tengah umat manusia, dengan catatan setiap fatwa didukung oleh dalil yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Nabi saw. adalah dakwah kepada petunjuk. Tujuan dakwah itu adalah agar manusia memahami hukum-hukum agama mereka dan pada waktu yang sama memelihara ayat-ayat Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits Nabi saw. yang dapat menerangi hati dan akal pikiran mereka, sehingga mereka dapat menikmati petunjuk Allah dengan mudah dan santai seperti halnya mereka menikmati udara, air, cahaya mentari, dan sinar rembulan. Mari kita simak jawaban Atha bin Rabah terhadap seseorang yang meminta fatwa, dengan hadits Rasulullah saw. berikut. Dikatakan bahwa Abu Syihab (Musa bin Nafi') berkata:

"Aku tiba diMekah dalam keadaan berhaji tamattu dengan umrah Aku sampai atau masuk Mekah tiga hari sebelum hari tarwiyah (tgl 8 bulan Dzulhijjah). Lalu orang-orang Mekah berkata kepada ku: 'Kalau begitu hajimu sama dengan haji orang Mekah?'Akhir nya aku pergi menemai Atha untuk meminta fatwa. Dia berkata: 'Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan kepadaku bahwasanya dia melakukan haji bersama Rasulullah saw. pada hari dia menggiring unta korban bersamanya, dan mereka telah membaca talbiyah untuk haji if rad.' Lalu Nabi saw. berkata kepada mereka: 'Bertahallullah kalian dari ihram dengan cara melakukan thawaf di Ka'batullah dan sa'i antara Shafa dan Marwah dan bercukurlah, kemudian berdiamlah di Mekah dalam keadaan tahallul, sehingga apabila sudah tiba hari tarwiyah, maka ucapkanlah talbiyah untuk haji dan jadikanlah apa yang kamu bawa (binatang ternak) sebagai korban haji tamattu!'" (HR Bukhari)40

Demikianlah nash-nash agama diumumkan sehingga tersebar di tengah-tengah masyarakat dan tidak pernah mengendap di balik pendapat para tokoh.

4. Dakwah untuk menetapkan/mengakui diperbolehkannya wanita membuka wajah dan diperbolehkannya melibatkan diri dalam kehidupan sosial bersama kaum laki-laki dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan agama --setelah diketahui bahwa pembolehan tersebutkan berdasarkan dalil-dalil yang kuat-- adalah dakwah pada petunjuk. Karena petunjuk Allah itu datang untuk melepaskan manusia dari kesulitan. Allah SWT berfirman: "... Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan..." (al-Hajj: 78) Himbauan ini diarahkan pada dua kelompok:

Pertama, kelompok yang mengharamkan membuka wajah dan segala bentuk partisipasi wanita meskipun keadaan membutuhkan dan meskipun wanita mengikuti aturan-aturan agama. Kelompok ini saya himbau supaya mempelajari dengan baik hukum-hukum agama dan waspadalah terhadap peringatan hadits Nabi saw. berikut:

"Sesungguhnya orang yang mengharamkan yang halal sama dengan orang yang menghalalkan yang haram."41

Artinya kedua hal tersebut sama-sama melangkahi batas syariat Allah. Sementara Rasulullah saw. menetapkan sunnahnya atau bolehnya wanita membuka wajah dan mengikuti kegiatan sosial adalah demi kebaikan umat Islam. Keikutsertaan wanita memperlancar pelaksanaan kehidupan yang serius dan sejahtera serta membuka jalan bagi kaum wanita untuk beramal saleh, mulai dari menuntut ilmu, mengajarkannya, membantu suami yang lemah dalam mencari nafkah hidup, sampai pada ikut ambil bagian dalam kegiatan sosial yang bermanfaat atau kegiatan politik yang mendukung segala sesuatu yang positif, serta menentang segala bentuk penyimpangan. Untuk menjelaskan syariat Allah kepada kelompok ini, panutan yang paling tepat menurut hemat saya adalah apa yang pernah dicontohkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a.. Dia pernah melakukan shalat zuhur, kemudian beliau duduk di lapangan Kufah untuk melayani kebutuhan dan keperluan masyarakat hingga datang waktu shalat asar. Lalu dia mengambil air, kemudian minum, lalu membasuh muka, kedua tangan, kepala, dan kedua kakinya. Dia berdiri dan meminum sisanya dalam keadaan berdiri, kemudian berkata: "Sesungguhnya orang-orang tidak suka minum dalam keadaan berdiri, sementara Nabi saw. sendiri pernah melakukan seperti apa yang aku lakukan ini." (HR Bukhari)42

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits Ali tersebut dapat dipetik beberapa pelajaran, diantaranya, apabila seorang alim melihat masyarakat menghindari sesuatu, sementara dia tahu bahwa apa yang dihindari masyarakat itu dibolehkan (menurut agama), maka hendaklah dia menjelaskan apa yang benar mengenai masalah tersebut, karena membiarkannya berlarut-larut dikhawatirkan akan menyebabkan orang lain menyangkanya haram. Apabila orang alim itu khawatir hal itu terjadi, maka hendaklah dia segera memberitahu hukumnya meskipun dia tidak ditanya orang. Tapi kalau ditanya, jelas dia harus menjawabnya."43

Kedua, kelompok yang melanggar syariat Allah dan melakukan tindakan murahan, memamerkan aurat, dan ikhtilath yang bersifat negatif. Saya menyeru mereka untuk menaati Allah dan mengikuti ajaran-ajaran-Nya, yaitu dengan menutup apa yang diperintahkan Allah untuk menutupnya dan mematuhi aturan syariat ketika melakukan pertemuan antara laki-laki dan wanita. Jika tidak, tunggulah kemarahan dan murka Allah. Mereka akan terjerumus ke dalam berbagai macam kuman penyakit sosial seperti yang kini sedang dihadapi oleh masyarakat Barat.

Dengan mengetengahkan setumpuk nash yang menerangkan pelaksanaan konkret yang sering dilakukan wanita muslimah dan yang berlangsung di bawah naungan wahyu Allah serta bimbingan Rasulullah saw. yang menjelaskan kepada manusia wahyu yang turun dari langit, saya kira nash-nash tersebut dapat menerangi jalan kita sehingga tidak diombang-ambingkan oleh hawa natsu, baik hawa nafsu orang-orang fasik maupun hawa nafsu orang-orang yang radikal. Patut sekali kita teladani dan ikuti panduan nash-nash tersebut agar kita dapat keluar dari kegelapan ke alam yang terang benderang sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat yang mulia dan mencabut akar-akar jahiliah dari dalam diri kita sebagaimana mereka mencabut akar-akar jahiliah dari dalam diri mereka. Pada waktu yang sama kita akan terbebas dan bersih dari apa yang diperingatkan oleh Rasulullah saw. kepada kita dalam sabda beliau:

"Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai sekalipun mereka memasuki lubang biawak, kalian tetap mengikutinya." Kami bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhari dan Muslim)44

Yang membuat kita prihatin, kedua kelompok tersebut --kelompok fasik dan kelompok radikal-- telah mengikuti sunnah/jejak para pendahulu mereka, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, kemudian ikut pula masuk ke dalam lubang biawak. Orang-orang fasik telah mengikuti sunnah zaman paling modern dari (orang-orang yang sebelum mereka), yaitu peradaban Barat modern dalam hal tidak menutup aurat, gaya hidup permisivisme, dan aktivitas seks bebas. Sementara itu, kelompok radikal mengikuti sunnah zaman paling kuno dari (orang-orang yang sebelum mereka) dan zaman pertengahan, yaitu tradisi keras dan kepala batu seperti yang umum berlaku di kalangan Bani Israil pada abad-abad kuno dan orang-orang Nasrani beserta gereja mereka pada abad pertengahan. Ironisnya, kaum radikal ini sering sekali menuduh kelompok fasik mengikuti sunnah orang-orang yang sebelum mereka dan memasuki lubang biawak, sementara mereka tidak sadar akan perbuatan mereka sendiri dengan membelenggu diri dan kaum wanita mereka sendiri. Islam datang untuk membebaskan orang-orang mukmin, laki-laki maupun wanita, dari belenggu-belenggu tersebut. Allah SWT berfirman:

"(Yaitu) orang-orangyang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung" (al-A'raf: 157)

F. ANTARA PERINGATAN ALLAH DAN RASUL-NYA DENGAN PERINGATAN KAWAN-KAWAN

Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan ilmu, sebagaimana firman-Nya ini:

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (al-Baqarah: 159)

Rasulullah saw. pun bersabda:

"Janganlah sekali-kali wibawa manusia sampai menghalangi seseorang untuk mengatakan sesuatu yang hak jika ia mengetahuinya, menyaksikannya, atau mendengarnya. Sebab tindakannya itu tidak akan mendekatkan ajal dan tidak akan menjauhkannya dari rezeki." (HR Ahmad)45

Adapun tanggapan teman-teman yang pernah membaca beberapa buku pokok tentang kegiatan ilmiah semacam ini dan menyebarluaskannya di tengah masyarakat akan saya jelaskan berikut ini. Kalangan teman-teman itu terbagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok yang mengingatkan adanya kerusakan zaman dan penggunaan nash-nash secara keliru oleh sebagian orang yang mengikuti hawa nafsu dan meletakkan nash-nash itu tidak pada tempatnya. Contohnya, mereka sering mengemukakan nash-nash yang mempermudah pertemuan laki-laki dan wanita tanpa harus memperhatikan aturan dan etika pertemuan tersebut. Kepada kelompok ini saya katakan bahwa pengisian zaman secara keliru tidak harus menghambat kita dari menerangkan syariat Allah kepada seluruh manusia. Para penegak kebenaran harus bekerjasama untuk menangkis serangan para penyebar kebatilan dan mengantisipasi makar mereka setiap kali mereka melakukannya.

Tanggapan itu mengingatkan saya pada tanggapan serupa yang disampaikan oleh Syekh Nashiruddin al-Albani sehubungan dengan bukunya tentang hijab wanita muslimah. Dia berkata: "Sebagian ahli ilmu dan pencari ilmu --apalagi yang bersifat taqlid-- meskipun mereka kagum pada buku tersebut, tampaknya tidak puas dengan pernyataan yang terdapat dalam buku itu bahwa wajah wanita bukanlah aurat... Mereka terbagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok yang masih berpendapat bahwa wajah wanita adalah aurat. Kedua, kelompok yang sependapat dengan kami bahwa wajah wanita bukan aurat. Namun demikian mereka berpendapat bahwa pernyataan semacam ini tidak perlu disebarluaskan mengingat sudah begitu rusaknya keadaan zaman sekarang ini dengan tujuan saddudz dzari'ah (mencegah keburukan). Kepada mereka ini kami katakan bahwa hukum syariat yang sudah tetap di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. tidak boleh disembunyikan dan ditutupi dari manusia dengan alasan bahwa zaman sudah rusak dan lain sebagainya, karena umumnya dalil mengatakan haramnya menyembunyikan ilmu, seperti firman Allah SWT dalam surat al-Bagarah: 159 dan sabda Nabi saw. ini:

"Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih)

Jika pendapat bahwa wajah wanita itu bukan aurat merupakan hukum yang sudah tetap dalam agama --sebagaimana yang kita yakini-- mengapa kita meyembunyikan ilmu tersebut kepada orang banyak? Ya Allah, ampunanilah kami! Jika orang yang berpendapat bahwa syariat telah menetapkan bahwa wajah wanita bukan aurat kemudian menganggap tidak perlu mengamalkannya demi kaidah saddudz dzari'ah (mencegah keburukan) diminta supaya memberitahukan pendapatnya ini kepada masyarakat, tidak boleh disembunyikan, kemudian sebutkan dalil-dalil yang menguatkan pendapat tersebut. Tapi saya yakin hal ini tidak mungkin dia lakukan sama sekali."46

Kedua, kelompok lain yang mengingatkan saya pada serangan keras dari orang-orang yang menentang beberapa pendapat yang terdapat dalam buku ini dan bertentangan dengan apa yang sudah berlaku dalam masyarakat. Kepada kelompok ini saya katakan: "Jika para penentang itu --meskipun keras-- menyampaikan kritik ilmiah untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan, maka seorang yang berakal --saya berharap demikian-- harus memetik manfaat dari kritikan tersebut guna mengoreksi kesalahannya, atau menjawab argumentasi dengan argumentasi, apalagi dia tahu bahwa setiap akal manusia pasti mengandung kelemahan dan kekurangan, sehingga kadang-kadang dia salah langkah meskipun dia bertujuan kebenaran itu. Tetapi tidak ada jalan untuk mencapai kebenaran kecuali dengan bertemunya beberapa pemikiran atau bahkan dengan pergesekan pemikiran. Jika dalam pergesekan tersebut seseorang merasakan sesuatu yang keras, dia harus sabar menahannya seperti halnya dia menahan pahitnya obat. Dia harus memiliki keyakinan bahwa di balik kepahitan itu ada penyembuhan atas kekurangan dan kelemahan dalam pemahaman. Tidak akan sukses suatu kaum yang tidak mampu berlapang dada dalam menerima perbedaan pendapat. Namun demikian, sopan dan lemah lembut lebih baik bagi seorang muslim dalam semua urusannya, sebab Rasulullah saw. pernah bersabda:

"Sesungguhnya Allah itu lemah lembut. Dia menyukai kelemahlembutan dalam segala perkara." (HR Bukhari dan Muslim)47

"Sesungguhnya kelemahlembutan itu tidak terdapat pada sesuatu kecuali dia memperindahnya." (HR Muslim)48

Ketika menyusun buku ini saya berusaha memulainya dengan dialog dengan para penentang tersebut dan mendiskusikan dalil-dalil mereka. Hal itu terlihat jelas dalam beberapa pasal yang sengaja saya khususkan untuk dialog dengan penentang peranan wanita muslimah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan penentang terbukanya wajah wanita muslimah.

Setelah menjelaskan sikap terhadap peringatan teman-teman tersebut, pantas pula jika saya memperhatikan peringatan Allah SWT dan peringatan Rasul-Nya tentang bahaya menyembunyikan ilmu. Saya berdoa semoga Allah SWT memperlihatkan kepada kita bahwa yang hak itu adalah hak dan memberikan kemudahan bagi kita untuk mengikutinya, serta memperlihatkan kepada kita bahwa yang batil itu adalah batil dan memberi kemudahan bagi kita untuk menghindarinya.

Disamping itu kita juga memohon semoga Allah memberikan kesajahteraan bagi kita di dunia dan di akhirat. Ini dari satu sisi. Sementara dari sisi lain, saya kira bahwa pola yang saya pakai dalam penulisan buku ini --yaitu mengumpulkan nash-nash yang bersifat operasional dan praktis-- dapat meredam rasa khawatir teman-teman saya. Apalagi dalam mengikuti pola ini saya mempunyai panutan yang tepat dan baik, yaitu Rasulullah saw. dan para sahabat beliau yang mulia. Contohnya, Imam Bukhari --yang dikenal kealiman dan kefaqihannya-- melalui tarajim (bab-bab yang terdapat dalam kitab sahihnya) menjuduli salah satu dari sekian bab dalam kitab "Berpegang Teguh pada Kitab dan Sunnah" dia beri judul [kalimat Arab] yang artinya: "Nabi saw. mengajarkan kepada umat-nya, baik laki-laki maupun wanita, apa yang diajarkan Allah kepadanya tanpa menggunakan pendapat atau pemisalan."49

Tepat sekali apa yang dikatakan oleh al-Muhallab ketika mengomentari bab Bukhari ini: "Maksud Bukhari bahwa seorang alim apabila dia berbicara dengan menggunakan nash, tidak perlu lagi berbicara berdasarkan pendapat dan qiyasnya (analogi)."50

(sebelum, sesudah)


Kebebasan Wanita (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah)
Abdul Halim Abu Syuqqah
Penerjemah: Drs. As'ad Yasin
Juni 1998
Penerbit Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388

Indeks Islam | Indeks Wanita | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

| Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team