Untuk banci --menurut pendapat yang paling rajih-- hak
waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit
di antara dua keadaannya --keadaan bila ia sebagai laki-laki
dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta
waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi
jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli
waris, atau sampai banci itu meninggal hingga bagiannya
berpindah kepada ahli warisnya.
Makna pemberian hak banci dengan bagian paling sedikit
menurut kalangan fuqaha mawarits mu'amalah bil adhar-- yaitu
jika banci dinilai sebagai wanita bagiannya lebih sedikit,
maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris
wanita; dan bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya
ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki-laki.
Bahkan, bila ternyata dalam keadaan di antara kedua status
harus ditiadakan haknya, maka diputuskan bahwa banci tidak
mendapatkan hak waris.
Bahkan dalam mazhab Imam Syafi'i, bila dalam suatu
keadaan salah seorang dari ahli waris gugur haknya
dikarenakan adanya banci dalam salah satu dari dua status
(yakni sebagai laki-laki atau wanita), maka gugurlah hak
warisnya.
1. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang
anak laki-laki, seorang anak perempuan, dan seorang anak
banci. Bila anak banci ini dianggap sebagai anak laki-laki,
maka pokok masalahnya dari lima (5), sedangkan bila dianggap
sebagai wanita maka pokok masalahnya dari empat (4).
Kemudian kita menyatukan (al-jami'ah) antara dua masalah,
seperti dalam masalah al-munasakhat. Bagian anak laki-laki
adalah delapan (8), sedangkan bagian anak perempuan empat
(4), dan bagian anak banci lima (5). Sisa harta waris yaitu
tiga (3) kita bekukan untuk sementara hingga keadaannya
secara nyata telah terbukti.
2. Seseorang wafat meninggalkan seorang suami, ibu, dan
saudara laki-laki banci. Pokok masalahnya dari enam (6) bila
banci itu dikategorikan sebagai wanita, kemudian di-'aul-kan
menjadi delapan (8). Sedangkan bila sang banci dianggap
sebagai laki-laki, maka pokok masalahnya dari enam (6) tanpa
harus di- 'aul-kan. Dan al-jami'ah (penyatuan) dari
keduanya, menjadilah pokok masalahnya dua puluh empat (24).
Sedangkan pembagiannya seperti berikut: suami sembilan
(9) bagian, ibu enam (6) bagian, saudara laki-laki banci
tiga (3) bagian, dan sisanya kita bekukan. Inilah tabelnya:
6
|
8
|
|
6
|
24
|
Suami 1/2
|
3
|
Suami 1/2
|
3
|
9
|
Ibu 1/3
|
2
|
Ibu 1/3
|
2
|
6
|
Banci
|
3
|
Banci kandung
|
1
|
4
|
Pada tabel tersebut sisa harta yang ada yaitu lima (5)
bagian dibekukan sementara, dan akan dibagikan kembali
ketika keadaan yang sebenamya telah benar-benar jelas.
3. Seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara
kandung perempuan, dan saudara laki-laki seayah banci. Maka
pembagiannya seperti berikut:
Bila banci ini dikategorikan sebagai laki-laki, maka
pokok masalahnya dua (2), sedangkan bila dikategorikan
sebagai perempuan maka pokok masalahnya dari tujuh (7), dan
penyatuan dari keduanya menjadi empat belas (14).
Bagian suami enam (6), saudara kandung perempuan enam (6)
bagian, sedangkan yang banci tidak diberikan haknya. Adapun
sisanya, yakni dua (2) bagian dibekukan. Ini tabelnya:
|
2
|
6
|
7
|
14
|
Suami 1/2
|
1
|
Suami 1/2
|
3
|
6
|
Sdr. kdg. pr. 1/2
|
1
|
Sdr. kdg. pr. 1/2
|
3
|
6
|
Banci lk.
|
-
|
Sdr. pr. seayah 1/6
|
1
|
-
|