|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
F. Keadaan JaninAda lima keadaan bagi janin dalam kaitannya dengan hak mewarisi. Kelima keadaan tersebut:
Keadaan PertamaSeluruh harta waris yang ada dibagikan kepada ahli waris yangada secara langsung, tanpa harus menunggu kelahiran janin yang ada di dalam kandungan, disebabkan janin tersebut tidak termasuk ahli waris dalam segala kondisi. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ayah, dan ibu yang sedang hamil dari ayah tiri pewaris. Berarti bila janin itu lahir ia menjadi saudara laki-laki seibu pewaris. Dalam keadaan demikian berarti mahjub hak warisnya oleh adanya ayah pewaris. Karenanya harta waris yang ada hanya dibagikan kepada istri seperempat (1/4), ibu sepertiga (1/3) dari sisa setelah diambil hak istri, dan sisanya menjadi bagian ayah sebagai 'ashabah. Pokok masalahnya dari empat (4). Keadaan KeduaSeluruh harta waris yang ada dibagikan kepada ahli waris yang ada dengan menganggap bahwa janin yang dikandung adalah salah satu dari ahli waris, namun untuk sementara bagiannya dibekukan hingga kelahirannya. Setelah janin lahir dengan selamat, maka hak warisnya diberikan kepadanya. Namun, bila lahir dan ternyata bukan termasuk dari ahli waris, maka harta yang dibekukan tadi dibagikan lagi kepada ahli waris yang ada. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan istri, paman (saudara ayah), dan ipar perempuan yang sedang hamil (istri saudara kandung laki-laki), maka pembagiannya seperti berikut: istri mendapat seperempat (1/4), dan sisanya yang dua per tiga (2/3) dibekukan hingga janin yang ada di dalam kandungan itu lahir. Bila yang lahir anak laki-laki, maka dialah yang berhak untuk mendapatkan sisa harta yang dibekukan tadi. Sebab kedudukannya sebagai keponakan laki-laki (anak laki-laki keturunan saudara kandung laki-laki), oleh karenanya ia lebih utama dibanding kedudukan paman kandung. Namun, apabila yang lahir anak perempuan, maka sisa harta waris yang dibekukan itu menjadi hak paman. Sebab keponakan perempuan (anak perempuan keturunan saudara laki-laki) termasuk dzawil arham. Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, tiga saudara perempuan seibu, dan istri ayah yang sedang hamil. Pembagiannya seperti berikut: apabila istri ayah tersebut melahirkan bayi laki-laki, berarti menjadi saudara laki-laki seayah. Maka dalam keadaan demikian ia tidak berhak mendapatkan waris, karena tidak ada sisa dari harta waris setelah diambil para ashhabul furudh yang ada. Namun, bila ternyata bayi tersebut perempuan, berarti ia menjadi saudara perempuan seayah, maka dalam hal ini ia berhak mendapat bagian separo (1/2), dan pokok masalahnya dari enam (6) di-'aul-kan menjadi sembilan (9). Setelah ashhabul furudh menerima bagian masing-masing, kita lihat sisanya yang menjadi bagian bayi yang masih dalam kandungan. Bila yang lahir bayi perempuan, maka sisa bagian yang dibekukan menjadi bagiannya, namun bila ternyata laki-laki yang lahir, maka sisa harta waris yang dibekukan tadi diberikan dan dibagikan kepada ahli waris yang ada. Tabelnya seperti berikut:
Sisanya tiga (3), untuk sementara dibekukan hingga janin telah dilahirkan. Keadaan KetigaApabila janin yang ada di dalam kandungan sebagai ahli waris dalam segala keadaannya --hanya saja hak waris yang dimilikinya berbeda-beda (bisa laki-laki dan bisa perempuan)-- maka dalam keadaan demikian hendaknya kita berikan dua ilustrasi, dan kita bekukan untuk janin dari bagian yang maksimal. Sebab, boleh jadi, jika bayi itu masuk kategori laki-laki, ia akan lebih banyak memperoleh bagian daripada bayi perempuan. Atau terkadang terjadi sebaliknya. Jadi, hendaknya kita berikan bagian yang lebih banyak dari jumlah maksimal kedua bagiannya, dan hendaknya kita lakukan pembagian dengan dua cara dengan memberikan bagian ahli waris yang ada lebih sedikit dari bagian-bagian masing-masing. Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan istri yang sedang hamil, ibu, dan ayah. Dalam keadaan demikian, bila janin dikategorikan sebagai anak laki-laki, berarti kedudukannya sebagai anak laki-laki pewaris, dan pembagiannya seperti berikut: ibu seperenam (1/6), ayah seperenam (1/6), dan bagian istri seperdelapan (1/8), dan sisanya merupakan bagian anak laki-laki sebagai 'ashaloub. Agar keadaan ketiga ini lebih jelas maka perlu saya kemukakan contoh tabel dalam dua kategori (laki-laki dan perempuan).
Sisanya satu (1), dibekukan. Bila bagian janin dalam kandungan tidak berubah baik sebagai laki-laki maupun perempuan, maka kita sisihkan bagian warisnya, dan kita berikan bagian para ahli waris yang ada secara sempurna. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan saudara kandung perempuan, saudara perempuan seayah, dan ibu yang hamil dari ayah lain (ayah tiri pewaris). Apabila janin telah keluar dari rahim ibunya, maka bagian warisnya tetap seperenam (1/6), baik ia laki-laki ataupun perempuan. Sebab kedudukannya sebagai saudara laki-laki seibu atau saudara perempuan seibu dengan pewaris. Dengan demikian, kedudukan bayi akan tetap mendapat hak waris seperenam (1/6), dalam kedua keadaannya, baik sebagai laki-laki ataupun sebagai perempuan. Inilah tabelnya.
Keadaan KelimaApabila tidak ada ahli waris lain selain janin yang di dalam kandungan, atau ada ahli waris lain akan tetapi mahjub haknya karena adanya janin, maka dalam keadaan seperti ini kita tangguhkan pembagian hak warisnya hingga tiba masa kelahiran janin tersebut. Bila janin itu lahir dengan hidup normal, maka dialah yang akan mengambil hak warisnya, namun jika ia lahir dalam keadaan mati, maka harta waris yang ada akan dibagikan kepada seluruh ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Sebagai misal, seseorang wafat dan meninggalkan menantu perempuan yang sedang hamil (istri dan anak laki-lakinya) dan saudara laki-laki seibu. Maka janin yang masih dalam kandungan merupakan pokok ahli waris, baik kelak lahir sebagai laki-laki atau perempuan. Karenanya, akan menggugurkan hak waris saudara laki-laki pewaris yang seibu tadi. Sebab, bila janin tadi lahir sebagai laki-laki berarti kedudukannya sebagai cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki, dengan begitu ia akan mengambil seluruh sisa harta waris yang ada karena ia sebagai 'ashabah. Dan bila janin tadi lahir sebagai perempuan, maka ia sebagai cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan akan mendapat bagian separo (1/2) harta \varis yang ada, dan sisanya akan dibagikan sebagai tambahan (ar-radd) bila ternyata tidak ada 'ashabah. Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri yang sedang hamil dan saudara kandung laki-laki. Maka bagian istri adalah seperdelapan (1/8), dan saudara laki-laki tidak mendapat bagian bila janin yang dikandung tadi laki-laki. Akan tetapi, bila bayi tersebut perempuan maka istri mendapatkan seperdelapan (1/8) bagian, anak perempuan setengah (1/2) bagian, dan sisanya merupakan bagian saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pembagian Waris Menurut Islam oleh Muhammad Ali ash-Shabuni penerjemah A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995 Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Tel.(021) 7984391-7984392-7988593 Fax.(021) 7984388 ISBN 979-561-321-9 ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota Please direct any suggestion to Media Team |