| |
|
D. Hak Waris Orang yang Tenggelam dan TertimbunBetapa banyak kejadian dan musibah yang kita alami dalam kehidupan di dunia ini. Sayangnya, sangat sedikit di antara kita yang mau mengambil i'tibar (pelajaran). Terkadang kejadian dan musibah itu tiba-tiba datangnya, tanpa diduga. Sehingga hal ini sering kali membuat manusia bertekuk lutut dan tidak berdaya, bahkan sebagian manusia berani melakukan hal-hal yang menyimpang jauh dari kebenaran dalam menghadapinya. Hanya orang-orang mukmin yang ternyata tetap bersabar dalam menghadapi musibah, ujian, dan cobaan, karena mereka selalu melekatkan kehidupannya dengan iman, dan berpegang teguh pada salah satu rukunnya --yaitu iman kepada qadha dan qadar-Nya. Semua yang menimpa mereka terasa sebagai sesuatu yang ringan, sementara lisan mereka --jika menghadapi musibah-- senantiasa mengucapkan: "sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kepada-Nyalah kita kembali". Begitulah kehidupan dunia yang selalu silih berganti. Kadangkadang manusia tertawa dan merasa lapang dada, tetapi dalam sekejap keadaan dapat berubah sebaliknya. Oleh karenanya tidak ada sikap yang lebih baik kecuali berlaku sabar dan berserah diri kepada-Nya. Perhatikan firman Allah SWT berikut:
Bukan sesuatu yang mustahil jika dalam suatu waktu dua orang bersaudara bepergian bersama-sama menggunakan pesawat terbang atau kapal laut, lalu mengalami kecelakaan. Atau mungkin saja terjadi bencana alam yang mengakibatkan rumah yang mereka huni runtuh, sehingga sebagian anggota keluarga mereka menjadi korban. Maka jika di antara mereka ada yang mempunyai keturunan, tentulah akan muncul persoalan dalam kaitannya dengan kewarisan. Misalnya, bagaimana cara pelaksanaan pemberian hak waris kepada masingmasing ahli waris? Kaidah Pembagian Waris Orang yang Tenggelam dan TertimbunKaidah yang berlaku dalam pembagian hak waris orang yang tenggelam dan tertimbun yaitu dengan menentukan mana di antara mereka yang lebih dahulu meninggal. Apabila hal ini telah diketahui dengan pasti, pembagian waris lebih mudah dilaksanakan, yakni dengan memberikan hak waris kepada orang yang meninggal kemudian. Setelah orang kedua (yang meninggal kemudian) meninggal, maka kepemilikan harta waris tadi berpindah kepada ahli warisnya yang berhak. Begitulah seterusnya. Sebagai contoh, apabila dua orang bersaudara tenggelam secara bersamaan lalu yang seorang meninggal seketika dan yang seorang lagi meninggal setelah beberapa saat kemudian, maka yang mati kemudian inilah yang berhak menerima hak waris, sekalipun masa hidup yang kedua hanya sejenak setelah kematian saudaranya yang pertama. Menurut ulama faraid, hal ini telah memenuhi syarat hak mewarisi, yaitu hidupnya ahli waris pada saat kematian pewaris. Sedangkan jika keduanya sama-sama tenggelam atau terbakar secara bersamaan kemudian mati tanpa diketahui mana yang lebih dahulu meninggal, maka tidak ada hak waris di antara keduanya atau mereka tidak saling mewarisi. Hal ini sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama faraidh yang menyebutkan: "Tidak ada hak saling mewarisi bagi kedua saudara yang mati karena tenggelam secara bersamaan, dan tidak pula bagi kedua saudara yang mati karena tertimbun reruntuhan, serta yang meninggal seketika karena kecelakaan dan bencana lainnya." Hal demikian, menurut para ulama, disebabkan tidak terpenuhinya salah satu persyaratan dalam mendapatkan hak waris. Maka seluruh harta peninggalan yang ada segera dibagikan kepada ahli waris dari kerabat yang masih hidup. Sebagai contoh, dua orang bersaudara mati secara berbarengan. Yang satu meninggalkan istri, anak perempuan, dan anak paman kandung (sepupu); sedangkan yang satunya lagi meninggalkan dua anak perempuan, dan anak laki-laki paman kandung (sepupu yang pertama disebutkan). Maka pembagiannya seperti berikut: istri mendapat seperdelapan (1/8) bagian, anak perempuan yang pertama setengah (1/2), dan sisanya untuk bagian sepupu sebagai 'ashabah. Adapun bagian kedua anak perempuan (dari yang kedua) adalah dua per tiga (2/3), dan sisanya merupakan bagian sepupu tadi sebagai 'ashabah. Misal lain, suami-istri meninggal secara bersamaan dan mempunyai tiga anak laki-laki. Suami-istri itu masing-masing mempunyai harta. Kemudian sang istri pernah mempunyai anak laki-laki dari suaminya yang dahulu, begitupun sang suami telah mempunyai istri lain dan mempunyai anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut: Harta istri yang meninggal untuk anaknya, sedangkan harta suami yang meninggal seperdelapannya (1/8) merupakan bagian istrinya yang masih hidup, dan sisanya adalah untuk anak laki-lakinya dari istri yang masih hidup itu. Kemudian, harta ketiga anak laki-laki, seperenamnya (1/6) diberikan atau merupakan bagian saudara laki-laki mereka yang seibu, dan sisanya merupakan bagian saudara laki-lakinya yang seayah dengan mereka. Pembahasan tentang hak waris-mewarisi bagi orang-orang yang mati tenggelam atau tertimbun reruntuhan atau musibah lainnya merupakan bagian terakhir dari buku ini. Semoga apa yang saya lakukan dapat memberikan banyak manfaat bagi para penuntut ilmu faraid, amin. Allahlah yang memberi taufik dan petunjuk kepada kita, dan saya akhiri pembahasan ini dengan pujian kepada Rabb semesta alam. |
|
Pembagian Waris Menurut Islam oleh Muhammad Ali ash-Shabuni penerjemah A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995 Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Tel.(021) 7984391-7984392-7988593 Fax.(021) 7984388 ISBN 979-561-321-9 ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |