|
EPILOG
Tentunya seseorang dapat terus-menerus menafsirkan
kembali geografi Bibel Ibrani dalam pengertian Arabia Barat
dan bukan Palestina. Namun bagi penelitian ini jumlah
masalah yang dibahas sudah cukup banyak. Suatu saat jika ada
generasi ahli Bibel baru yang memutuskan untuk menanggalkan
apa yang saya anggap tradisi-tradisi kuno di dalam keahlian
mereka yang sudah tak terpakai lagi maka keseluruhan teks
Bibel Ibrani akan ditafsirkan dengan benar. Kata-kata yang
sampai kini dianggap sebagai kata kerja, kata sifat, kata
benda, dan gerund bahkan beberapa kata tambahan, akan
dikenal; sebagai nama-nama tempat, sedangkan kata-kata yang
sampai kini dianggap sebagai nama-nama tempat mungkin
sebenarnya mempunyai arti yang lain. Jika dimasukkan ke
dalam komputer bersamaan dengan berbagai nama-nama tempat di
Arabia Barat yang telah terdaftar, nama-nama tempat menurut
Bibel yang telah diketahui maupun yang belum, semua --atau
hampir semua-- akan dikenali dengan benar. Atlas-atlas Bibel
yang baru, yang sama sekali lain dari yang kita kenal
sekarang, akan disusun dan diterbitkan sebagai
petunjuk-petunjuk yang benar bagi para pembaca Bibel.
Sampai sejauh ini saya telah menahan diri untuk
menghadapi pertanyaan yang mau tidak mau timbul dari
penelitian saya atas geografi Bibel: Apakah semua ini akan
mempengaruhi Bibel sebagai sebuah kitab keagamaan? Tentu
jawabannya adalah 'ya', dalam pengertian bahwa hasil
penelitian ini akan memperkuat kebenaran sejarah menurut
Bibel sampai suatu tingkat yang tak terduga. Alhasil kita
dapat memperoleh pengertian yang mendalam terhadap asal
mula, perkembangan serta ciri khas agama Yahudi dan Kristen
--pengertian yang berdasarkan ketepatan ilmiah, bukan atas
dugaan, yang jika dibandingkan dengan apa yang sampai kini
telah ditulis mengenai masalah ini akan membuat karya-karya
lama tersebut tampak tak akan dapat dipertahankan lebih lama
lagi, kalau tidak akan dikatakan tidak bermutu. Jika
dipelajari dengan benar berkenaan dengan geografinya yang
benar, Bibel akan berdiri sebagai sebuah kitab sejarah yang
tidak lagi perlu dibuktikan kesejarahannya melalui
kelicikan-kelicikan --dan jelas tidak melalui arkeologi
Bibel yang bersikeras mencari tanah Bibel pada tempat yang
salah. Sejarah lama seluruh Timur Dekat jika dipelajari
kembali berkenaan dengan penafsiran Bibel yang lebih tepat
dalam lingkungan geografi yang semestinya akan lebih masuk
akal.
Walaupun demikian, alangkah baiknya jika kita
mengingatkan diri kita sendiri bahwa Bibel Ibrani adalah
suatu warisan umat manusia yang sangat berharga, dan akan
tetap demikian tanpa menghiraukan apakah kitab ini ditulis
di Palestina atau di Arabia Barat. Bangsa Israil kuno akan
tetap dipandang selayaknya sebagai suatu bangsa agung yang
merupakan penyumbang utama pada peradaban manusia, di mana
pun mereka dahulu menetap, apakah itu Palestina atau Asir,
atau apakah Yerusalem mereka Yerusalem sekarang atau sebuah
desa di Arabia Barat yang bernama Al-Sharim. Geografi dapat
membuat sejarah berbeda, tetapi tidak dapat membuat
ketetapan bersejarah berbeda, apalagi agama dan kepercayaan
yang merupakan masalah-masalah yang samasekali berada dalam
golongan yang berbeda. Maka dari itu, sekalipun tesis saya
mungkin akan menimbulkan kekhawatiran --dan lebih mungkin
lagi kesangsian-- yang saya mohon hanyalah agar bukti-bukti
yang telah saya kemukakan seharusnya dipelajari dengan
teliti berkenaan dengan penelitian ilmiah yang tidak memihak
pada suatu pendapat. Bibel bagaimanapun juga adalah tetap
Bibel, dan tak akan ada yang dapat mengurangi pentingnya
Bibel sebagai sebuah kitab yang mengabadikan kearifan yang
telah menentukan jalannya peradaban dan telah meneruskan
kepercayaan semua pengikut-pengikut yang taat. Yang penting
adalah artinya bagi umat manusia, bukan konteks geografis
dengan peristiwa-peristiwa yang digambarkannya sebenarnya
terjadi.
|