|
PASAL III. RELATIVISME-ANTAR-KEBUDAYAAN DAN
KERADIKALAN BARU
I. PENDAHULUAN
1. Tandatanya-tandatanya yang radikal
Sudah dikatakan di atas ini bahwa pada tahun-tahun
belakangan ini ada timbul pertanyaan-pertanyaan yang radikal
tentang kepercayaan Kristen tradisional mengenai pentingnya
status Alkitab (kepercayaan tradisional itu direhabilitasi
(dipulihkan) dengan sedikit banyak sukses sesudah perang
dunia II).
Keragu-raguan yang radikal itu merupakan salah satu
alasan penting mengapa saya mengarang buku ini. Maka perlu
persoalannya diselidiki secara lebih mendalam di sini.
Sebagaimana saya catat di atas, keragu-raguan itu tidak
merupakan suatu gerakan tertentu, melainkan agak bersifat
umum dan tersebar. Kesan yang saya peroleh tentang
keragu-raguan itu timbul sebagai hasil dari berbagai
diskusi. Namun ada beberapa unsur tertentu yang menjadi
ciri-bersama dalam semua pengungkapan keragu-raguan itu; dan
saya akan mengusahakan penggarisannya sekarang. Istilah
"keradikalan" saya pakai di sini dalam arti lunak, yaitu
bahwa pandangan-pandangan tradisional tentang status Alkitab
disoroti dengan teliti. Apakah orang-orang yang bersangkutan
bersikap radikal terhadap persoalan-persoalan lain, tidaklah
termasuk penyelidikan kita di sini.
2. Sikap keradikalan baru terhadap
keneo-orthodoxan
Sebagaimana dikatakan di atas, orang-orang yang
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang radikal tentang status
Alkitab ini, bukanlah tidak tahu argumen-argumen
(alasan-alasan) yang telah dipakai pada periode
sesudah-perang untuk menjunjung-tinggi status Alkitab.
Argumen-argumen tersebut sudah dihafalkannya, namun dia
tidak menjadi yakin. Makin didengarnya argumentasi itu,
makin timbul keragu-raguannya tentang sahnya argumentasi
itu.
Tidak dikatakan bahwa semua argumentasi, yang dipakai
oleh kaum neo-orthodox untuk menguatkan kedudukan Alkitab
sebagai lembaga kewibawaan tertinggi, adalah salah.
Rentetan-rentetan argumentasi itu barangkali dapat diterima
sebagai hasil logika yang sah; sebagai contoh-contoh:
ditekankannya kekhasan pemikiran Perjanjian Lama berhadapan
dengan dunia sekitar, kekhasan isi Perjanjian Baru
berhadapan dengan Hellenisme, prinsip bahwa penyataan
berakar dalam sejarah, pengkaitan antara "keselamatan yang
dikaryakan Allah sekali untuk selama-lamanya" dan kesaksian
para Rasul. Semuanya itu dapat dibenarkan sebagai ajaran
atau dogma yang sah, namun tidak meyakinkan sebagai bukti
tentang status Alkitab, yaitu bahwa justru kumpulan
kitab-kitab itulah yang harus diterima sebagai norma atau
ukuran tertinggi yang harus dipakai kaum Kristen dalam
memecahkan persoalan-persoalan modern. Terasa adanya suatu
jurang yang cukup mendalam antara argumentasi-argumentasi
yang diajukan kaum neo-orthodox, dan hasil teologis yang
sudah dibuktikan itu. Maka menurut mazhab radikal yang baru
ini, jurang tersebut mau dijembatani oleh kaum neo-orthodox;
dengan suatu praduga, bahkan suatu prasangka, yang mendesak
bahwa mau tidak mau, gereja harus menerima Alkitab sebagai
lembaga kewibawaan yang tertinggi dalam segala urusan gereja
modern. Berhadapan dengan praduga itu, kelompok-kelompok
radikal bertanya: "Mengapa justru Alkitablah yang menjadi
norma? Mengapa sampai kelompok kitab-kitab kuna itulah yang
diberi status yang menentukan? Dan sekiranya harus diterima
salah satu kumpulan kitab-kitab kuna itu, mengapa persis
kumpulan inilah yang diakui sebagai standard mutlak? Dan
mengapa sebenarnya kita diharuskan mengaku bahwa ada
standard yang obyektip dan ekstern, yang mutlak menentukan
segala persoalan modern?
|