Alkitab di Dunia Modern

oleh Professor James Barr

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

II. TIGA KEMUNGKINAN PENDEKATAN TERHADAP PENYELIDIKAN ALKITAB

1. Tiga sasaran: keterangan-obyektif; pikiran pengarang; apresiasi kesusasteraan

Ketiga jenis pendekatan ini dapat kita susun dalam bentuk segi tiga.

Penyelidikan terhadap perkara atau oknum yang disebut dalam nats.
(Alkitab sebagai sumber keterangan)

Penyelidikan terhadap maksud para pengarang Alkitab. (Alkitab sebagai penggambaran maksud)

Penyelidikan terhadap mitos-mitos dan simbol-simbol yang terkandung dalam nats. (Alkitab sebagai puisi atau bahan estetis)

Di sudut A kita tempatkan penyelidikan terhadap eksistensi-eksistensi yang disebut dalam nats Alkitab, termasuk eksistensi-eksistensi teologis, (Allah, Surga, dan sebagainya) atau eksistensi-eksistensi historis, (peperangan yang dipimpin raja tertentu, atau proses pemerintahan Romawi di Palestina). Eksistensi-eksistensi historis tersebut sering berupa peristiwa-peristiwa yang mengandung makna teologis. Maka kita tidak membagikan eksistensi-eksistensi itu dalam dua golongan (yaitu: historis dan teologis), karena eksistensi-eksistensi historis menjadi bahan baik untuk ahli sejarah maupun untuk ahli teologia. Pendek kata, segala penyelidikan pada sudut A merupakan penyelidikan terhadap eksistensi-eksistensi (peristiwa-peristiwa atau oknum-oknum) yang disebut-sebut dalam nats Alkitab itu.

Di sudut B dalam segitiga kita, terletak penyelidikan terhadap para pengarang kitab-kitab Alkitab, serta pencarian maksud mereka yang sebenarnya. Apakah yang mereka maksudkan dengan rumusan ini dan itu? Bagaimana latar belakang hidup pribadi mereka? Bagaimana motivasi-motivasi dan pokok-pokok perhatian yang merangsang mereka? Mereka hidup pada periode mana? Betulkah kitab itu dikarang oleh oknum yang ditunjuk sebagai pengarang dalam tradisi? Segala penyelidikan di sudut B ini merupakan penyelidikan terhadap oknum-oknum yang menyusun serta mengarang Alkitab; maksud, pola pemikiran, dan teologia mereka.

Di sudut C dalam segita-tiga itu terdapat bentuk-bentuk dan pola-pola kesusasteraan yang nampak dalam nats Alkitab, kesan yang diciptakan oleh simbol-simbol yang terkandung dalam pola-pola itu, hubungan masing-masing pola dengan bentuk Alkitab secara keseluruhan dan sebagainya. Penyelidikan di sudut C itu menaruh perhatian kepada unsur puitis, estetis, dan unsur mitos yang ada dalam Alkitab sebagai karangan kesusasteraan.

2. Integrasi tradisionil antara ketiga faktor itu

Tetapi perlu kita catat juga bahwa usaha untuk membedakan antara ketiga pendekatan terhadap Alkitab itu merupakan perkembangan yang relatif baru. Secara tradisional ketiga-tiganya digabung menjadi satu. Menurut penggambaran tradisional, unsur mitos dan unsur estetis nampak sebagai suatu kesatuan sepanjang Alkitab; maka pola yang satu itu terwujud secara mendetail di seluruh Alkitab, melalui tafsiran typologis dan alegoris. Tetapi tidak disangka bahwa orang akan mencoba menikmati mitos-mitos itu hanya sebagai pengalaman estetis saja. Karena ada asumsi bahwa tiap pembaca Alkitab sekaligus menerima cerita-cerita Alkitab itu sebagai uraian faktual teutang eksistensi-eksistensi dan perkara-perkara yang real (eksistensi seperti Sorga; peristiwa-peristiwa seperti keluaran dari Mesir, penyeberangan Laut Teberau dan kebangkitan Yesus dari antara orang mati). Dan soal-soal seperti motivasi, pola pemikiran, dan latar belakang teologis yang dimiliki para pengarang Alkitab, dianggap kurang penting, mengingat bahwa Alkitab pada hakekatnya berasal dari Allah sendiri. Memang diakui bahwa Alkitab disalurkan melalui manusia, tetapi tidak ada anggapan bahwa Alkitab itu merupakan hasil pemikiran atau motivasi manusia. Karena agen-agen yang menyalurkannya, pada hakekatnya sudah menerima seluruh bahan itu dari Allah. Barulah dunia modern, ketiga aspek A, B, C di atas itu terbagi menjadi tiga cara pendekatan kepada Alkitab.

3. Keterpisahan ketiga faktor itu pada masa kini

Ahli tafsir modern pada prinsipnya mendekati Alkitab khususnya melalui proses B. Dia tidak memusatkan perhatiannya kepada hubungan-hubungan kesusasteraan yang langsung nampak dalam teks, begitu saja. Tetapi yang menarik perhatiannya ialah maksud-maksud pengarang dalam konteks historis yang merupakan latarbelakang karyanya. Dalam rangka proses penyelidikan yang demikian, kritik-historis telah muncul; dan salah satu akibat dari penggunaan metode kritik historis itu ialah bahwa metode-metode penafsiran berdasarkan typologi dan alegori, tidak dapat diterima lagi. Maka dengan demikian kesatuan Alkitab, sebagaimana dulu digambarkan, yaitu sebagai suatu jaringan simbol-simbol yang saling jalin-menjalin dan saling menafsirkan, tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan demikian, ilmu penyelidikan Alkitab cenderung untuk menjauh bukan hanya dari pengertian Kristen tradisional tentang Alkitab, tetapi juga dari sikap apresiasi kesusasteraan. Keterpisahan antara ketiga pola pendekatan itu nampak dengan jelas dari berbagai penggunaan istilah "kritik-literer" (kritik kesusasteraan) yang laku pada masa kini. Dalam bidang penyelidikan kesusasteraan pada umumnya, istilah "kritik-literer" berarti suatu penyelidikan terhadap struktur-struktur dan simbol-simbol yang dipakai dalam karangan tertentu, pola-pola, mitos-mitos, simbol-simbol yang dimanfaatkannya. Sedangkan dalam penyelidikan terhadap Alkitab, istilah "kritik-literer" berarti analisa terhadap sumber-sumber karangan Alkitab, serta proses membeda-bedakan antara lapis-lapis historis yang terdapat dalam karangan-karangan tertentu yang tersusun dari berbagai macam bahan.

Tetapi kalau kesatuan Alkitab yang tradisional itu sudah dihancurkan dengan teknik-teknik penyelidikan modern, apakah kesatuan itu dapat dibangun kembali atas dasar yang baru?

a. Ditekankannya kewibawaan Alkitab

Pada kenyataannya, gerakan neo-orthodox pada abad ke-20 ini, menekankan kewibawaan Alkitab maupun kesatuannya. Bahkan ada beberapa suara yang mendesak bahwa Alkitab secara keseluruhanlah yang berwibawa, dan bukan secara bagian-bagian tertentu saja. Pada periode itu juga nampaklah suatu usaha untuk menghidupkan kembali metode-metode penafsiran yang menggunakan typologi, bandingkan apa yang kita katakan di atas, bahwa typologi juga merupakan usaha untuk memandang Alkitab sebagai kesatuan. Bahkan (menurut pendekatan typologis) seluruh hidup manusia merupakan suatu kesatuan, dengan simbol-simbol dan pola-pola Alkitabiah itu sebagai unsur pemersatu. Namun harus ditambah bahwa kedua gerakan yang muncul-kembali pada abad ke-20 ini, yaitu baik gerakan yang menekankan kesatuan Alkitab, maupun gerakan yang menaruh perhatian-baru kepada typologi, tetaplah berhasrat mempertahankan metode-metode kritik-historis sebagai sarana penyelidikan. Bahkan kedua-duanya merupakan usaha untuk mengembalikan kesatuan yang semula, berdasarkan hasil-hasil penyelidikan kritik-historis itu. Itu berarti bahwa gerakan-gerakan tersebut tidak termasuk pendekatan yang melihat Alkitab sebagai bahan kesusasteraan atau bahan mitos saja. Dan biar bagaimana pun, kita sudah mencatat bahwa ditekankannya kesatuan Alkitab (seperti yang nampak dalam gerakan neo-orthodox) tidak sepopuler dahulu.

b. Ditekankannya aspek-aspek kesusasteraan

Tetapi boleh jadi juga bahwa dalam waktu yang mendatang akan nampak suatu usaha untuk menyelidiki Alkitab betul-betul sebagai bahan kesusasteraan, yaitu suatu cara penyelidikan yang sungguh-sungguh menaruh perhatian kepada simbol-simbol dan struktur-struktur yang terkandung dalam nats itu sendiri. Mungkin metode penyelidikan yang demikian akan mengabaikan persoalan-persoalan yang begitu menonjol dalam penyelidikan-penyelidikan terhadap Alkitab belakangan ini, yaitu historisitas, dan motivasi serta maksud para pengarang kitab-kitab dalam Alkitab. Bahkan sudah mulai riset yang bertujuan mendekatkan metode-metode penyelidikan Alkitab kepada metode-metode yang dipakai dalam pengapresiasian bahan kesusasteraan secara umum. Tetapi belum jelas bagaimana implikasi-implikasi pendekatan-pendekatan baru ini bagi status Alkitab sebagai Kitab Suci.

Dari segi positif, kemungkinannya besar bahwa penyelidikan yang baru itu akan membantu kita mengerti caranya mitos-mitos dan simbol-simbol yang terkandung dalam Alkitab itu berpengaruh atas pembaca Alkitab. Bisa jadi juga bahwa pendekatan yang baru itu akan membantu untuk mengembalikan status Alkitab sebagai suatu bahan yang patut diselidiki, bahkan oleh mereka yang tidak berminat dalam bidang keimanan. Dari segi lain, boleh jadi bahwa penyelidikan-penyelidikan yang demikian akan nampak netrai secara teologis, dan justru dengan demikian barangkali berhasil rnenolong mereka yang membaca Alkitab tanpa menaruh minat kepada soal-soal keagamaan.

(sebelum, sesudah)


Alkitab di Dunia Modern (The Bible in the Modern World) Prof. James Barr Terjemahan Dr. I.J. Cairns BPK/8331086/7 Penerbit BPK Gunung Mulia, 1979 Kwitang 22, Jakarta Pusat  

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team