| |
IV. ALKITAB SEBAGAI BAHAN PUITIS-SIMBOLISMasih tinggal dua aspek berkenaan dengan pengapresiasian Alkitab sebagai kesusasteraan, yang mempunyai hubungan khusus dengan diskusi modern mengenai status Alkitab, sehingga perlu dibahas sekarang. Aspek pertama merupakan contoh yang baik tentang hubungan antara pendekatan sastra dan pendekatan liturgis yang kita bicarakan di atas. Yang saya maksudkan di sini ialah pendekatan yang nampak dalam karya Austin Farrer dan Lionel Thornton, yaitu pendekatan yang oleh Alan Richardson12 dengan tepat disebut "teologia simbol-simbol." Jikalau saya menangkap maksudnya dengan tepat, maka cara berpikir seperti itu memandang Alkitab sebagai bahan yang pada pokoknya bersifat puitis dan simbolis. Alkitab tidak merupakan suatu argumentasi yang sistematis, pun tidak bermaksud memberi keterangan tentang kejadian-kejadian historis. Metode typologis dan alegoris merupakan metode-pokok yang digunakan para pengarang Alkitab. Maka metode itulah yang menjadi kunci dalam proses penafsiran. Dengan menggunakan kunci itu, kita bisa menemukan simbolik dalam berbagai seluk-beluk cerita-cerita Alkitab; misalnya dalam jumlah roti atau ikan, waktu Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang; atau dalam jubah Tuhan Yesus yang tidak berjahit. Dengan memakai pendekatan demikian, seluruh Injil Markus menjadi suatu simbolik agung dan kompleks (rumit) , yang menggambarkan serta menguraikan satu hal, yakrői kebangkitan Tuhan Yesus. - Penilaian terhadap pendekatan puitis-simbolis Pendekatan puitis dan simbolis ini tidak hanya merupakan kunci yang membuka makna kitab-kitab dalam Alkitab, tetapi juga yang menunjukkan caranya kitab-kitab tersebut boleh dipandang sebagai bahan penyataan. Kitab-kitab Alkitab mengandung bahan penyataan bukanlah dalam bentuk rumusan-rumusan intelektual, melainkan sebagai realita yang dapat ditangkap melalui imaginasi. Menurut pendekatan demikian, kata Hodgson,13 "justru pemakaian simbol-simbol itulah yang merupakan unsur penyataan dalam Alkitab, sehingga kalau kita berhasrat menerima penyataan Allah, kita harus membaca Alkitab melalui simbol-simbol yang dipakaiNya." Dapatkah diterima pandangan demikian tentang status Alkitab, yaitu yang menekankan simbolik yang ada dalam Alkitab? 1. Kelemahan-kelemahan exegetisKarya Austin Farrer14 dan kawan-kawannya tidak terlalu laku sebagai metode tafsir. Ahli-ahli Alkitab secara umum menganggapnya agak ekstrim, sembrono, bahkan kadang-kadang dekat kepada fantasi. Agaknya kurang bijaksana kalau gereja mengambil-alih suatu pendekatan yang begitu diragu-ragukan sebagai metode tafsir, dan membuatnya menjadi dasar untuk pandangan baru tentang status Alkitab. 2. Keberatan-keberatan para ahli "kritik kesusasteraan"Ada beberapa ahli kesusasteraan yang mengkritik pendekatan Austin Farrer dan kawan-kawannya secara tajam. Misalnya Helen Gardner15 berkata sbb.: "Sebagai suatu metode kritik-kesusasterasn, saya tidak dapat menilai pendekatan simbolis-typologis terhadap kitab-kitab Injil itu sebagai suatu metode yang memuaskan." 3. Keberatan-keberatan terhadap dilebih-lebihkannya unsur typologiNamun dapat dijawab bahwa kritik-kritik yang demikian tidak melawan prinsip yang menganggap Alkitab sebagai bahan puitis dan simbolis, melainkan hanya melawan karya pengarang-pengarang tertentu yang memanfaatkan prinsip itu. Mungkin, kalau karya-karya tersebut lebih teliti dan lebih dekat kepada norma-norma riset yang diakui oleh ahli-ahli penyelidikan Alkitab, metode tersebut dapat dibenarkan. Karena tak usah diragukan lagi bahwa typologi merapakan unsur yang penting dalam Alkitab. Dan walaupun barangkali proporsi simbolik dalam Alkitab tidak begntu besar seperti yang diduga Dr. Farrer, namun adanya unsur tersebut tak boleh disangkal, melainkan harus diapresiasi serta diterima sebagai bahan pendukung pandangan tentang sebagai bahan puitis dan simbolis. Terhadap usul yang demikian dapat dijawab sebagai berikut:
4. Pemutlakan unsur puitis-simbolisDitinjau dari segi teologis lainnya lagi, pendekatan melalui simbol-simbol dapat dikritik, karena hal itu seolah-olah mengkhususkan serta memutlakkan aspek puitis dan simbolis Alkitab sebagai unsur yang satu-satunya mengandung penyataan. Maka dengan demikian kita dibawa ke suatu pengertian tentang status-teologis Alkitab yang terlampau sederhana, terlampau naif, meskipun jaringan-jaringan simbol yang diuraikan Farrer sangat kompleks sekali. Membatasi kewibawaan Alkitab melulu kepada simbol-simbol yang terkandung di dalamnya adalah sama bahayanya kalau membatasi kewibawaan Alkitab kepada keterangan-keterangan teologis, atau laporan-laporan historis, yang terkandung di dalamnya. | |
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |