|
27. Dalih Burung Kesebelas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau dengan
kepercayaanmu yang tulus, tak sedikit pun ada kemauan baik
padaku. Aku telah menghabiskan hidupku dalam kekesalan,
menginginkan dunia ini. Ada semacam kesedihan dalam hatiku
sehingga aku tak henti-hentinya meratap. Aku selalu dalam
keadaan bingung dan tak berdaya; dan bila sejenak aku merasa
puas, maka aku pun tak percaya. Dengan sendirinya aku pun
telah menjadi darwis. Tetapi kini aku ragu-ragu untuk
menempuh jalan pengetahuan ruhani. Jika hatiku tak begitu
penuh duka, tentulah aku akan tertarik pula dengan
perjalanan ini. Tetapi sebagaimana adanya, aku dalam
kebingungan. Kini setelah kubeberkan ihwalku di mukamu,
katakan padaku apa yang mesti kuperbuat."
Hudhud berkata, "Kau, yang telah menjadi korban
kesombongan, yang tenggelam dalam rasa kasihan terhadap diri
sendiri, kau memang patut merasa terusik. Mengingat bahwa
dunia ini hanya selintas, maka kau sendiri pun hanya akan
melintas lalu pula di sana. Tinggalkanlah dia, karena
barangsiapa jadi terikat dengan apa yang fana tak mungkin
ambil bagian dalam apa yang kekal. Penderitaan-penderitaan
yang kauderita dapat menjadi mulia dan tidak menyebabkan
hina. Apa yang pada lahirnya merupakan penderitaan dapat
menjadi harta kekayaan bagi si arif. Seratus rahmat akan
datang padamu bila kau berusaha menempuh Jalan itu. Tetapi
sebagaimana keadaanmu kini, kau hanya kulit pembungkus otak
yang tumpul."
Hamba yang Tahu Berterimakasih
Suatu hari seorang raja yang berwatak baik memberikan
buah yang indah dan pelik pada seorang hamba yang
mencicipinya dan sesudah itu mengatakan bahwa belum
pernahlah dalam hidupnya ia makan sesuatu yang demikian
lezatnya. Ini menyebabkan raja ingin mencicipinya sendiri,
dan dimintanya sedikit pada hamba itu. Tetapi ketika raja
memasukkan buah itu ke mulutnya, dirasainya buah itu amat
pahit dan ia pun mengangkat alisnya karena heran. Hamba itu
berkata, "Tuanku, karena hamba telah menerima begitu banyak
hadiah dari tangan tuanku, bagaimana dapat hamba mengeluh
karena buah pahit yang satu saja? Mengingat bahwa Tuanku
melimpahkan banyak karunia pada hamba, mengapa buah pahit
yang satu saja akan merenggangkan hamba dari Tuanku?"
Begitulah, hamba Allah, bila kau mengalami penderitaan
dalam usahamu, yakinlah bahwa itu dapat menjadi harta
kekayaan bagimu. Hal itu seakan tampak terbalik, tetapi,
ingatlah hamba itu.
Syaikh dan Perempuan Tua
Seorang perempuan tua berkata pada Syaikh Mahmah,
"Ajarkan padaku doa agar aku dapat menemukan kepuasan.
Selama ini aku senantiasa menjadi mangsa perasaan tak puas,
tetapi kini aku ingin bebas dari perasaan demikian."
Syaikh itu menjawab, "Di masa yang lama lampau aku
menarik diri ke dalam semacam benteng di belakang lututku
untuk mencari dengan tekun apa yang kuinginkan; tetapi aku
tak merasakannya dan tak pula melihatnya. Selama kita tak
menerima segala sesuatu dengan sikap cinta, bagaimana dapat
kita merasa puas?"
Pertanyaan Kepada Junaid
Seseorang bertanya pada Junaid, "Orang yang menjadi hamba
Allah namun bebas, katakan padaku bagaimana agar dapat
mencapai kepuasan itu?" Junaid menjawab, "Bila seseorang
telah belajar menerima, dengan cinta."
Zarrah hanya memiliki kecerlangan semu. Pada dasarnya ia
hanya sebuah zarrah, tetapi bila ia menyatukan dirinya dalam
cahaya matahari, maka dengan demikian ia akan memiliki pula
sifat matahari itu senantiasa.
Kelelawar Mencari Matahari
Suatu malam seekor kelelawar terdengar berkata,
"Bagaimana kiranya agar aku dapat sejenak saja melihat
matahari? Dalam hidupku selama ini aku dalam putus asa sebab
tidak sejenak pun aku dapat menenggelamkan diri dalam
cahayanya. Berbulan-bulan dan bertahun-tahun aku telah
terbang ke sana-sini dengan mata tertutup, dan di sinilah
aku!" Suatu makhluk perenung berkata, "Kau diliputi
kesombongan, dan kau masih harus beribu-ribu tahun lagi
mengembara. Bagaimana dapat makhluk seperti kau ini
menemukan matahari? Dapatkah seekor semut mencapai bulan?"
"Meskipun demikian", kata kelelawar itu, "aku akan terus
mencoba." Dan demikianlah beberapa tahun ia terus mencari
hingga ia tak punya kekuatan maupun sayap lagi. Karena ia
tak juga menemukan matahari, ia pun berkata, "Mungkin aku
telah terbang lebih jauh di atasnya." Seekor burung yang
bijak, setelah mendengar itu, berkata, "Kau hidup dalam
mimpi; kau hanya berputar-putar saja selama ini dan tak maju
selangkah pun; dalam kesombonganmu kau katakan bahwa kau
telah pergi lebih jauh di atas matahari!" Ini amat
mengejutkan si kelelawar yang setelah menginsafi kedaifannya
lalu merendahkan diri sama sekali dengan mengatakan, "Kau
telah bertemu dengan seekor burung yang punya penglihatan
batin, maka jangan teruskan."
(sebelum,
sesudah)
|