29. Permohonan Burung Ketiga Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau dengan
tujuan-tujuan yang tak menipu, katakan padaku bagaimana aku
dapat tulus di Jalan menuju Tuhan ini. Karena aku tak dapat
meninggalkan keinginan hatiku ini, kukorbankan segala yang
kupunyai untuk mencapai tujuanku. Apa yang kupunya telah
hilang; apa yang kutangkap telah berubah jadi kalajengking
di tanganku. Aku tak terikat oleh ikatan apa pun juga dan
aku telah membuang segala belenggu dan halangan. Aku ingin
untuk menjadi tulus di Jalan ruhani dengan harapan suatu
hari dapat bertemu muka dengan yang kupuja."
Hudhud menjawab, "Jalan itu tak terbuka bagi setiap
orang; hanya yang tulus dapat menempuhnya. Ia yang menempul
Jalan ini harus berbuat begitu tenang dan sepenuh hati. Bila
kau telah membakar segala yang kaumiliki, kumpulkan abunya
dan tempatkan dirimu di atas abu itu. Sebelum kau melepaskan
diri dari segala sesuatu di dunia ini, satu demi satu, kau
tak akan bebas. Dan mengingat kau tak akan lama dalam
penjara dunia ini, maka lepaskan dirimu dari segalanya itu.
Bila maut datang, dapatkah apa yang kini memperbudak dirimu
mengelakkannya? Menempuh Jalan ini, diperlukan ketulusan
diri dan tulus terhadap diri sendiri lebih sulit dari yang
kau kira."
Amsal Kiasi dari Tarmazi
Aulia dari Turkistan suatu hari berkata dalam hatinya,
"Aku mencintai yang dua ini: anakku dan kuda-belangku.
Sekiranya kudengar kabar bahwa anakku mati, maka akan
kukorbankan kudaku sebagai tanda syukur, karena keduanya itu
seperti berhala bagi jiwaku."
Sorotilah kesalahan-kesalahanmu, kebencian-kebencianmu
dan kesombongan-kesombonganmu. Bakar semua itu dan jangan
membujuk-tipu dirimu sendiri bahwa kau lebih tulus dari yang
lain-lain. Ia yang menyombongkan diri tentang ketulusannya
hendaknya berusaha melihat dirinya sendiri sebagaimana
adanya.
Syaikh Khirkani dan Mentimun
Suatu hari Syaikh Khirkani, yang bertawakkal pada kuasa
Tuhan semata, kepingin sekali akan buah mentimun. Ia
menginginkannya sedemikian rupa; maka ibunya pun keluar dan
mendapatkan sebuah. Segera setelah mentimun itu dimakannya,
maka tiba-tiba saja kepala anak Syaikh Khirkani dipenggal
orang, dan malam hari seorang jahat menaruh kepala itu di
ambang pintunya. Maka Syaikh itu pun berkata, "Seratus kali
aku telah mengetahui lebih dulu bahwa bila aku makan
sepotong kecil saja buah mentimun, suatu musibah akan
terjadi. Tetapi keinginan akan buah itu begitu kuatnya
hingga aku tak dapat mengalahkannya."
Ia yang membiarkan keinginan-keinginannya menguasai
dirinya menyesakkan jiwanya sendiri. Orang yang pandai tak
tahu apa-apa; tak ada jaminan kepastian dalam kepandaiannya;
padahal banyak macam pengetahuan telah diperolehnya.
Sewaktu-waktu suatu kafilah baru mungkin saja datang, begitu
pula pengujian baru.
Setahuku tak seorang pun yang semujur tukang-tukang sihir
Fir'aun yang dengan keimanan orang-orang di masa itu
mengorbankan jiwa mereka; dan berdasarkan keyakinan agama,
mereka melepaskan segala kecintaan akan hal-hal
duniawi.1
Catatan kaki:
1 Dapat dicari rujukannya
dalam Al-Quran, antara lain dalam Surah VII: 103-126; XX: 56
- 73. Di situ disebutkan bahwa setelah Musa, dengan
pertolongan Tuhan, dapat mengalahkan apa yang diperlihatkan
tukang-tukang sihir Fir'aun dengan ilmu sihir mereka, maka
tukang-tukang sihir itu pun mulai beriman kepada Tuhan,
meskipun Fir'aun mengancam hendak menghukum mereka dengan
memotong kaki dan tangan mereka serta menyalibkan mereka.
H.A.
(sebelum,
sesudah)
|