II. BURUNG-BURUNG BERKUMPUL
SELAMAT DATANG, O Hudhud! Kau yang menjadi penunjuk jalan
Raja Sulaiman dan menjadi utusan sejati dari lembah, yang
beruntung dapat pergi hingga ke batas-batas Kerajaan Saba.
Tutur siulmu dengan Sulaiman menyenangkan; sebagai kawan
baginya, kau pun mendapat mahkota kehormatan. Kau harus
membelenggu setan, si penggoda itu, dan sesudah demikian,
kau akan dapat masuk ke istana
Sulaiman.1
O, si Goyang Ekor,2
kau yang seperti Musa! Angkat kepalamu dan kumandangkan
serulingmu mengagungkan pengetahuan yang benar tentang
Tuhan. Seperti Musa, kau pun telah melihat api itu dari
jauh,3 kau
benar-benar Musa kecil di bukit Tursina. Pembicaraanku tanpa
kata, tanpa lidah, tanpa suara; maka pahamilah pula tanpa
pikiran, tanpa telinga.
Selamat datang, o, Nuri! Kau yang berjubah indah dan
mengenakan lengkung leher baju dari api, lengkung leher baju
ini patut bagi penghuni neraka, tetapi jubahmu layak bagi
sorga. Dapatkah Ibrahim menyelamatkan diri dari api Nimrod?
Pecahkan kepala Nimrod dan jadilah sahabat Ibrahim yang
menjadi sahabat Tuhan. Setelah kau dibebaskan dari tangan
Nimrod, kenakan jubah kehormatanmu dan tak usah kau takut
akan lengkung leher baju dari api itu.
Selamat datang, o, Ayam Hutan! Kau yang berjalan begitu
anggun, dan merasa puas bila terbang di atas gunung-gunung
pengetahuan ilahiat. Bangkitlah dengan gembira dan pikirkan
manfaat Jalan itu. Ketoklah dengan martil pintu rumah Tuhan;
dan dengan rendah hati luluhkanlah gunung nafsumu yang tegar
agar unta itu dapat keluar.
Salam, o Elang Mulia! Kau dengan pandangmu yang tajam
mencucuk, berapa lama kau akan tetap begitu garang dan
bernafsu? Eratkan genggam cakarmu pada surat cinta abadi,
tetapi jangan rusakkan capnya sampai akhir nanti. Padukan
semangatmu dengan akal budi dan pandanglah keabadian yang
kemudian dan yang sebelumnya itu satu. Patahkan rangkamu
yang buruk dan mantapkan dirimu di gua wahadiyat, maka
Muhammad pun akan datang padamu.
Salam, o Pikau ! Ketika dalam jiwamu kau mendengar
perjanjian cinta ilahiat, jasad nafsumu menjawab dengan
gusar dan tak senang. Pergunakanlah jasad nafsumu seperti
keledai Nabi Isa, dan kemudian, seperti Al-Masih, bakar
dirimu dengan cinta pada Al-Khalik. Bakar keledai ini dan
ambil burung cinta, agar Ruh Tuhan hendaknya datang padamu
dengan gembira.
Salam, o Bulbul dari Taman Cinta! Perdengarkan nyanyi
ratapmu yang timbul karena luka dan kepedihan cinta.
Merataplah dengan manis, seperti Daud. Bukalah tenggorokanmu
yang merdu dan nyanyilah tentang keruhanian. Dengan
nyanyianmu tunjukkan insan jalan yang benar. Jadikan besi
hatimu selembut lilin, maka kau pun akan serupa Daud, mesra
dalam mencintai Tuhan.
Salam, o Merak dari Taman Berpintu Delapan! Kau telah
menderita lantaran ular berkepala tujuh itu; karena dialah
kau terusir dari Sorga. Jika kau membebaskan dirimu dari
ular yang menjijikkan ini, Adam akan membawamu ke Sorga.
Salam, o Kuau Utama! Kau melihat apa yang jauh sayup, dan
kau pun melihat mata-air nurani yang tercelup di lautan
cahaya, sementara kau tinggal di sumur kegelapan dan penjara
ketakpastian. Keluarlah kau dari sumur itu dan angkat
kepalamu menengadah ke arasy Ilahi.
Selamat, o, Tekukur yang mengadah lembut! Kau pergi
dengan senang dan kembali dengan hati pilu ke penjara yang
sesempit penjara Yunus. O, kau yang mengedar ke sana-sini
bagai ikan, dapatkah kau tinggal merindu dendam? Potong
kepala ikan ini agar dapat bermegah diri di puncak
bulan.
Salam, o Merpati! Dendangkanlah nyanyianmu agar aku dapat
menaburkan di seputarmu tujuh pinggan mutiara. Karena
lengkung leher baju keimanan melingkar di lehermu, tak layak
bagimu jika tak beriman. Bila kau menempuh jalan keinsafan,
Khizr pun akan membawakan kau air hayat.
Selamat datang, o Rajawali! Kau telah terbang, dan
setelah mendurhaka terhadap tuanmu, kau pun menundukkan
kepala! Baik-baiklah kau membawa diri. Kau terikat pada
tubuh dunia ini, dan karena itu, jauh dari yang lain. Bila
kau terbebas dari semesta dunia, kini dan nanti, kau akan
ada di tangan Iskandar.
Selamat datang, o Pingki Kencana!4
Datanglah dengan gembira. Jadilah bergairah untuk bertindak,
dan datanglah bagai api. Bila kau telah membakar habis
keterikatanmu, nur Ilahi akan semakin jelas. Karena hatimu
mengenal kerahasiaan Tuhan tetaplah beriman. Bila kau telah
mencapai kesempurnaan diri, kau tak akan ada lagi. Hanya
Tuhan yang senantiasa ada.
Catatan kaki:
1 Burung Hudhud menjadi
penunjuk jalan Nabi Sulaiman. Demikianlah misalnya, dalam
salah satu perjalanan ketika Nabi Sulaiman membutuhkan air,
dipanggilnya Hudhud karena burung itu dapat menemukan air di
bawah tanah. Ketika burung itu menunjukkan tempat yang
mengandung air dengan paruhnya, setan menarik air itu
kembali ke dalam tanah.
2 Di sini dipakai sebagai
nama burung (Inggris: wagtail, Latin: motacilla). Dalam
bahasa Parsi, bahasa asli buku ini, nama burung itu mucicha;
dan bertolak dari nama dalam bahasa aslinya itu terjadilah
permainan kata dalam kalimat-kalimat selanjutnya dalam
paragrap ini: Muca, artinya Musa; mucichar, artinya sejenis
seruling.
3 Yaitu api yang dilihat
Nabi Musa dari jauh, ketika dalam perjalanan bersama
keluarga. Nabi Musa pun mendekati api itu. Sesampai di sana,
didengarnya suara yang memanggilnya dari sebelah kanan
lembah --lembah Tuwa-- di tempat yang direstui. Kiranya
Tuhanlah yang memangil namanya itu. (Lihat Quran, Surah XX:
10-12; XXVII: 7-9: dan XXV111: 29 - 30). - H.A.
4 Sejenis burung, berdada
kuning emas (Inggris: goldfinch, Latin: pyrrhula p.
coccinea)
(sebelum,
sesudah)
|