|
38. Pertanyaan Burung Kedua Puluh Dua dan
Pemerian Lembah Pertama atau Lembah Pencarian
Burung ini berkata pada Hudhud, "O kau yang tahu akan
jalan yang telah kau katakan pada kami dan yang ingin agar
kami mengikutimu di sana, bagiku jalan itu gelap, dan dalam
kegelapan, jalan itu tampak amat sukar, dan bermil-mil
jauhnya."
Hudhud menjawab, "Kita harus melintasi tujuh lembah dan
hanya setelah kita melintasi lembah-lembah itu akan
menemukan Simurgh. Siapa yang telah menempuh jalan ini tiada
akan pernah kembali ke dunia, dan tak mungkin dikatakan
berapa mil jarak yang ada di muka kita. Bersabarlah, o
penakut, sebab semua mereka yang melintasi jalan ini sama
halnya dengan keadaanmu.
Lembah pertama ialah Lembah Pencarian, yang kedua Lembah
Cinta, yang ketiga Lembah Keinsafan, yang keempat Lembah
Kebebasan dan Kelepasan, yang kelima Lembah Keesaan Murni,
yang keenam Lembah Keheranan, dan yang ketujuh Lembah
Kemiskinan dan Ketiadaan, lebih dari itu tiada yang dapat
pergi lebih jauh lagi.
Bila kau memasuki lembah pertama, Lembah Pencarian,
seratus kesukaran akan menyergapmu; kau akan mengalami
seratus cobaan. Di sana, merak langit tak lebih dari seekor
lalat. Kau harus melewatkan beberapa tahun di sana, kau
harus melakukan upaya-upaya besar, dan harus mengubah
keadaanmu. Kau harus meninggalkan segala yang tampak
berharga bagimu dan memandang segala milikmu sebagai tak
berarti apa-apa. Bila kau yakin bahwa kau tak memiliki suatu
apa, kau masih harus melepaskan dirimu dari segala yang ada.
Kemudian hatimu pun akan diselamatkan dari kehancuran dan
kau akan melihat cahaya suci Keagungan Ilahiat dan
hasrat-hasratmu yang sejati akan diperlipatgandakan menjadi
tak terbatas. Siapa yang masuk ke sini akan dipenuhi
kerinduan sedemikian rupa sehingga ia akan mengabdikan
sepenuh dirinya dalam usaha pencarian yang dilambangkan oleh
lembah ini. Ia akan minta seteguk anggur pada pelayan
pembawa piala, dan setelah ia minum itu, tak ada lagi yang
menjadi soal baginya selain mengejar tujuannya yang sejati.
Maka ia pun tak akan takut lagi pada naga-naga penjaga pintu
yang mau menelannya. Ketika pintu terbuka dan ia masuk, maka
ajaran agama, keimanan dan kekufuran --semua itu tiada
lagi."
Sari dari Ganj-Nama, Kitab tentang
Harta dari Osman Amru
Ketika Tuhan meniupkan nafas hayat yang suci ke tubuh
Adam yang tak lain dari tanah dan air, Tuhan ingin agar para
malaikat tak akan tahu tentang itu, dan tidak pula menaruh
syak. Maka Tuhan pun bersabda pada mereka, "Bersujudlah di
hadapan Adam? o Ruh Samawi!" Semua mereka pun bersujud, dan
ketika mereka bersujud, Tuhan meniupkan nafas hayat ke dalam
diri Adam dan tiada satu pun dari mereka yang tahu akan
rahasia yang ingin disembunyikan Tuhan. Artinya, tiada satu
pun kecuali Iblis, yang berkata dalam hati, "Tak ada yang
akan melihat aku bertekuk lutut. Meski kepalaku bercerai
dari badanku sekalipun, tidaklah itu akan sama celakanya
dengan melaksanakan apa yang dikehendaki Tuhan. Aku tahu
betul bahwa bukan karena masalah Adam akan ada di bumi itu
saja, maka aku tak bersedia untuk bersujud dan untuk tak
melihat rahasia itu." Dan demikianlah, Iblis tak bersujud,
melainkan mengawasi saja, dan melihat rahasia itu. Akhirnya
Tuhan pun bersabda, "O kau yang tinggal menunggu, kau telah
mencuri rahasia itu, dan untuk itu kau pun akan kumatikan,
sebab aku tak ingin ada makhluk yang mengetahui rahasia itu.
Bila raja duniawi menyembunyikan harta kekayaannya, ia akan
membunuh dia yang mengetahui harta yang disembunyikan itu.
Dan engkaulah dia."
"Rabbi," kata Iblis, "beri kiranya pertangguhan, karena
hamba ini abdi Tuan; dan tunjuki hamba kiranya bagaimana
hamba dapat menebus dosa hamba." "Karena begitu
permohonanmu," sabda Tuhan, "akan kuberikan padamu
pertangguhan; namun sejak saat ini, akan kukenakan di
lehermu kerah kutukan dan akan kulekatkan padamu nama
pembohong dan pemfitnah, agar setiap orang akan waspada
terhadapmu sampai hari kiamat."
Iblis berkata, "Apakah yang mesti hamba takutkan karena
kutukan Tuan bila harta suci ini telah tersingkapkan bagiku?
Bila kutukan datang dari Tuan, maka akan datang pula
ampunan. Di mana ada racun, di sana ada pula penawarnya.
Tuan mengutuk sebagian makhluk dan merestui yang lain. Kini
karena hamba telah mendurhaka, maka hamba pun menjadi
makhluk kutukan Tuan."
Bila kau tak dapat menemukan dan memahami rahasia yang
kukatakan itu, bukanlah karena hal itu tak ada, tetapi
karena kau tak mencarinya dengan benar. Bila kau suka
pilih-pilih di antara apa-apa yang datang dari Tuhan, maka
kau bukan penempuh Jalan Ruhani. Bila kau memandang dirimu
sendiri dimuliakan dengan intan dan dihinakan dengan batu,
maka Tuhan tak menyertaimu. Perhatikan baik-baik, janganlah
kau menyukai intan dan menolak batu, karena keduanya datang
dari Tuhan. Bila di saat kalap, kekasihmu melempari kau
dengan batu, itu lebih baik daripada permata dari wanita
lain.
Di jalan penyempurnaan diri, kita tak boleh lena sejenak
pun. Bila sejenak saja kita berhenti menyempurnakan diri,
kita akan tergelincir mundur.
Cerita tentang Majnun
Seorang yang mencintai Tuhan melihat Majnun tengah
mengayak1 tanah
di jalanan dan berkata "Majnun, apa yang kaucari?" "Aku
mencari Laila," katanya. Orang itu berkata lagi, "Adakah kau
berharap mendapatkan Laila di situ?" "Aku mencari dia di
mana-mana," kata Majnun, "dengan harapan akan mendapatkannya
di suatu tempat."
Yusuf Hamdani
Yusuf Hamdani seorang yang diagungkan di zamannya,
seorang arif, yang mengerti akan rahasia-rahasia berbagai
dunia. Katanya, "Segala yang tampak, baik di puncak maupun
di dasar-setiap zarrah, sesungguhnya ialah Ya'kub lain yang
mengharapkan kabar tentang Yusuf yang hilang
daripadanya."
Di Jalan Ruhani cinta dan pengharapan keduanya perlu.
Bila kau tak memiliki yang dua ini lebih baik kau
meninggalkan pencarian itu. Kita harus berusaha menjadi
sabar. Tetapi apakah pencinta pernah bersabar? Bersabarlah
dan berusahalah dengan harapan akan mendapatkan penunjuk
jalan. Kuasailah dirimu sendiri dan jangan biarkan kehidupan
lahiriah menawanmu.
Cerita tentang Abu Sa'id Mahnah
Syaikh Mahnah ada dalam kebingungan yang amat sangat,
hatinya sedih, ketika di kejauhan dilihatnya seorang tua
dari desa dengan wajah yang salih sedang berjalan dengan
malas, sementara dari badannya memancar cahaya yang terang.
Syaikh itu memberi salam padanya lalu menceritakan padanya
tentang kesedihan yang dialaminya. Orang tua dari desa itu
mendengarkan, dan setelah berpikir sebentar, ia berkata, "O
Bu Sa'id, andaikan orang mesti mengisi ruang dari tanah yang
terendah sampai ke arasy Tuhan dengan jawawut, tidak hanya
sekali melainkan seratus kali, dan andaikan seekor burung
setiap kali mengambil sebutir jawawut selama seribu tahun
dan kemudian terbang seratus kali keliling dunia, maka dalam
waktu yang sekian lamanya itu pun jiwa Tuan tak juga
menerima kabar tentang istana samawi, dan Tuan akan masih
tetap jauh dari istana itu."
Kesabaran yang besar perlu bagi mereka yang menderita;
tetapi tak ada yang bisa bersabar. Jika pencarian itu
beralih dari yang batiniah kepada yang lahiriah, meskipun
meluas pula ke seluruh alam, pada akhirnya pencarian itu tak
akan memuaskan. Ia yang tak terlibat dalam pencarian
kehidupan batin tak lebih dari seekor binatang-demikianlah
dapat kukatakan. Bahkan dia itu tidak ada, dia sesuatu yang
tak berarti, suatu bentuk tanpa jiwa.
Mahmud dan Pencari Emas
Suatu malam, selagi berkuda seorang diri, Mahmud melihat
seorang laki-laki sedang mengayak tanah mencari emas;
kepalanya tunduk dan orang itu di sana-sini telah menimbun
tumpukan-tumpukan debu yang sudah diayak. Sultan
memandangnya, lalu melemparkan gelangnya di antara
tumpukan-tumpukan itu dan kemudian pergi memacu kudanya
bagai angin. Malam berikutnya Mahmud kembali dan mendapatkan
laki-laki itu masih mengayak pula. "Apa yang kau dapat
kemarin," kata sultan, "akan cukup buat membayar upeti bagi
dunia, namun kau masih terus juga mengayak!" Laki-laki itu
menjawab, "Hamba mendapatkan gelang yang Tuan lemparkan itu,
dan karena hamba telah mendapatkan harta semacam itulah maka
hamba harus terus mencari selama hidup hamba."
Jadilah seperti orang itu dan berusahalah mencari sampai
pintu itu terbuka bagimu. Matamu tak akan tertutup selalu;
carilah pintu itu.
Sebuah Kalimat dari Rabi'ah
Seorang laki-laki berdoa, "Ya Rabbi, bukakan pintu agar
hamba dapat menghadap padamu." Mendengar doa laki-laki itu,
Rabi'ah pun berkata, "O si gila! Adakah pintu itu
tertutup?"
Catatan kaki:
1 menapis, menyaring. -
H.A.
(sebelum,
sesudah)
|