|
9. Dalih Rajawali
Selanjutnya datang Rajawali, dengan kepala tegak dan
sikap seperti prajurit. Ia pun berkata, "Aku yang senang
menyertai para raja tak mengacuhkan makhluk-makhluk lain.
Kututup mataku dengan peci agar aku dapat bertengger di
tangan raja. Aku amat terlatih dalam sopan-santun dan
menjalankan pertarakan seperti petobat agar bila dibawa ke
hadapan raja, aku dapat melakukan tugas-tugasku dengan tepat
seperti yang diharapkan. Mengapa pula aku harus bertemu
dengan Simurgh, meskipun dalam mimpi? Mengapa begitu saja
aku harus bergegas kepadanya? Aku tak merasa terpanggil
untuk ikut serta dalam perjalanan ini, aku puas dengan
sesuap dari tangan raja; istananya cukup bagus bagiku. Ia
yang bermain-main demi kesenangan raja, mendapatkan segala
keinginannya; dan agar berkenan di hati raja, aku hanya
harus terbang lewat lembah-lembah yang tak bertepi. Tak ada
keinginanku yang lain kecuali melewatkan hidupku penuh
kegembiraan dengan cara begini baik dengan melayani raja
maupun dengan berburu menurut kesukaannya."
Jawab Hudhud
Hudhud berkata, "O kau yang terikat pada bentuk lahiriah
semata dan tak peduli akan nilai-nilai hakiki, Simurgh ialah
makhluk yang layak dengan kedudukannya sebagai Raja, karena
kewibawaannya tiada duanya. Tiada raja sejati yang
melaksanakan kehendaknya tanpa pikir. Raja demikian patut
dipercaya dan pengampun. Meskipun raja duniawi mungkin
sering adil pula, namun mungkin pula ia bersalah karena tak
adil. Siapa lebih dekat padanya, lebih enak pula
kedudukannya. Yang beriman terpaksa harus menentang raja,
maka hidupnya pun sering dalam bahaya. Karena raja dapat
dibandingkan dengan api, maka jauhilah! Oh, kau yang telah
hidup berdekatan dengan raja-raja, hati-hatilah! Dengarkan
ini: Adalah sekali seorang raja mulia, ia mempunyai seorang
hamba yang badannya bagaikan perak. Hamba itu amat
disayanginya sehingga tak dapatlah sang raja sebentar pun
berpisah daripadanya. Diberinya hamba itu pakaian-pakaian
yang terindah dan ditempatkannya di atas kawan-kawannya.
Tetapi kadang-kadang raja itu menghibur diri dengan bermain
panah, dan biasanya ditaruhnya sebuah apel di atas hamba
kesayangannya dan digunakannya apel itu sebagai sasaran. Dan
bila raja melepaskan anak panahnya, hamba itu pun menjadi
pucat karena takut. Suatu hari seseorang berkata pada hamba
itu, "Mengapa wajahmu berwarna emas? Kau orang kesayangan
raja, mengapa pucat seperti mayat?" Jawabnya, 'Bila sang
raja hampir mengenai diriku dan bukan apel itu, maka
katanya, Hamba ini hampir menjadi sesuatu yang paling tak
berguna di istanaku; tetapi bila anak panahnya mengenai
sasaran, setiap orang mengatakan hal itu karena
kemahirannya. Adapun aku, dalam keadaan yang menyedihkan
ini, hanya bisa berharap agar raja akan senantiasa
melepaskan anak panahnya dengan tepat'!"
(sebelum, sesudah)
|