Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

APAKAH MEMAKAI CADAR ITU WAJIB?     Dr. Yusuf Qardhawi (6/6)
 
KETIGA: Bencana Umum
 
Saya   persilakan   wanita   muslimah   yang   sedang  sibuk
menjalankan dakwah agar tidak memakai  cadar,  supaya  tidak
terjadi   pemisahan   antara   mereka  dengan  wanita-wanita
muslimah lainnya, karena kemaslahatan  dakwah  disini  lebih
penting  daripada  melaksanakan  pendapat  yang dipandangnya
lebih hati-hati.
 
Diantara hal  yang  tidak  diperdebatkan  lagi  ialah  bahwa
terjadinya  "bencana  umum"  (meratanya bencana) di kalangan
masyarakat  ialah  disebabkan  oleh  sikap  meringankan  dan
mempermudah   urusan   sebagai  yang  sudah  diketahui  oleh
orang-orang yang  sibuk  menggeluti  ilmu  fiqih  dan  ushul
fiqih, dan untuk ini terdapat banyak fakta dan data.
 
Dan  bencana telah merajalela pada hari ini dengan keluarnya
kaum wanita ke sekolah-sekolah, kampus-kampus, tempat-tempat
kerja,   rumah-rumah  sakit,  pasar-pasar,  dan  sebagainya.
Mereka sudah tidak betah lagi tinggal di  rumah  sebagaimana
pada  masa-masa  sebelumnya. Semua ini menuntut mereka untuk
membuka  wajah  dan  tangannya  agar  memudahkan  gerak  dan
pergaulan  mereka  dengan kehidupan dan makhluk hidup, dalam
mengambil dan memberi, menjual  dan  membeli,  memahami  dan
memberikan pemahaman.
 
Alangkah  baiknya  kalau  semua persoalan itu hanya berhenti
pada yang  mubah  atau  yang  diperselisihkan  saja  seperti
mengenai   membuka   wajah   dan   telapak   tangan.  Tetapi
persoalannya sudah  melaju  kepada  yang  sudah  jelas-jelas
haram,  seperti  membuka  bahu dan betis, kepala, leher, dan
kuduk, dan wanita-wanita muslimah juga  ada  yang  melakukan
bid'ah-bid'ah  Barat  (mode-mode)  itu.  Disisi  lain,  kita
jumpai pula wanita-wanita muslimah  yang  berpakaian  tetapi
telanjang,   yang   bergaya  dan  berlenggak-lenggok  dengan
dandanan dan mode rambut  sedemikian  rupa,  persis  seperti
yang  disinyalir  dalam  hadits sahih dengan sinyalemen yang
sangat jitu dan tepat.
 
Bagaimana  kita  akan  bersikap  ketat  dalam  masalah  ini,
sedangkan kebebasan dan kebinalan ini sudah terjadi di depan
mata kita?
 
Sesungguhnya peperangan ini tidak hanya seputar  "wajah  dan
telapak  tangan":  apakah boleh dibuka ataukah tidak? Tetapi
peperangan yang sebenarnya ialah dengan mereka  yang  hendak
menjadikan  wanita muslimah sebagai potret wanita Barat, dan
hendak   melepaskan   identitasnya   dan   melucuti   ghirah
islamiyahnya,  lantas  mereka keluar rumah dengan berpakaian
tetapi telanjang, dengan berlenggak-lenggok miring ke  kanan
dan ke kiri.
 
Karena   itu  tidak  boleh  bagi  saudara-saudara  kita  dan
putri-putri  kita   yang   "bercadar"   serta   ikhwan   dan
putra-putra   kita   yang   "menyerukan  cadar"  membidikkan
panahnya  kepada  saudara-saudara  mereka  yang   "berhijab"
(dengan  tidak  bercadar) dan ikhwan mereka "yang menyerukan
hijab," yang merasa  mantap  dengan  pendapat  jumhur  umat.
Tetapi   hendaklah   mereka   membidikkan   panahnya  kepada
orang-orang yang menyerukan budaya  buka-bukaan,  telanjang,
dan melepaskan adab Islam.
 
Sesungguhnya  wanita  muslimah  yang mengenakan hijab syar'i
itu   sendiri   sering   berperang   (berjuang)   menghadapi
lingkungannya,   keluarganya,   dan  masyarakatnya  sehingga
mereka dapat melaksanakan perintah  Allah  untuk  mengenakan
hijab,  maka  bagaimanakah  kita  akan mengatakan kepadanya:
"Sesungguhnya Anda melakukan dosa dan maksiat,  karena  Anda
tidak memakai cadar"?
 
KEEMPAT: Masyaqqah (Kesulitan) Mendatangkan Kemudahan
 
Sesungguhnya  mewajibkan  wanita muslimah - lebih-lebih pada
zaman kita sekarang ini - untuk menutup wajah dan  tangannya
berarti memberikan kesulitan dan kesukaran serta kemelaratan
kepada  mereka.  Padahal  Allah  Ta'ala   telah   meniadakan
kesulitan,  kesukaran,  dan  kemelaratan  dalam melaksanakan
agama-Nya, bahkan ditegakkan-Nya agama-Nya itu diatas  dasar
kelapangan,  kemudahan, keringanan, dan rahmat kasih sayang.
Allah berfirrnan:
 
"... dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan ..." (al-Hajj: 78)
 
"...   Allah   menghendaki   kemudahan   bagimu   dan  tidak
menghendaki kesukaran bagimu..." (al-Baqarah: 185)
 
"...Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah." (an-Nisa': 28)
 
Rasulullah saw. bersabda:
 
"Aku  diutus  dengan  membawa  agama  yang lembut dan lapang
(toleran). ,' (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya)
 
Maksudnya,  lurus   dalam   aqidahnya   dan   lapang   dalam
hukum-hukumnya.
 
Sedangkan  para  fuqaha  telah  menetapkan  dalam kaidahnya:
"Kesukaran itu menarik kemudahan."
 
Nabi saw. telah menyuruh kita untuk memberikan kemudahan dan
jangan  memberikan  kesukaran,  memberikan  kegembiraan  dan
jangan menjadikan orang lari. Kita ditampilkan untuk memberi
kemudahan bukan untuk memberi kesulitan.
 
BEBERAPA PERINGATAN:
 
Ada  beberapa  peringatan  penting  yang  perlu  dikemukakan
disini untuk kita perhatikan:
 
1. Bahwa membuka wajah disini tidak dimaksudkan agar si
   wanita memolesnya dengan bermacam-macam bedak dan parfum
   yang berwarna-warni. Begitupun membuka tangan disini tidak
   dimaksudkan agar mereka memanjangkan kukunya dan mengecatnya
   dengan apa yang mereka namakan manukir. Tetapi hendaklah dia
   keluar dengan sopan, tidak bersolek dan ber-make-up
   warna-warni, dan tidak tabarruj (menampakkan aurat,
   berpakaian mini, atau berpakaian yang tipis, atau yang
   membentuk lekuk tubuh). Semua yang diperbolehkan disini
   adalah perhiasan yang ringan-ringan, sebagaimana yang
   diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan lainnya, yaitu celak di
   mata dan cincin di jari.
   
2. Pendapat yang mengatakan tidak wajib bercadar tidak
   berarti mereka berpendapat bahwa memakai cadar itu tidak
   boleh. Maka barangsiapa diantara kaum wanita yang ingin
   memakai cadar, tidak ada larangan, bahkan hal yang demikian
   terkadang disukai - menurut pandangan sebagian orang yang
   cenderung bersikap hati-hati, apabila wanita itu cantik yang
   dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah, lebih-lebih jika
   memakai cadar itu tidak menyulitkannya dan tidak menimbulkan
   pergunjingan orang banyak. Bahkan banyak ulama yang
   mengatakannya wajib jika kondisinya demikian (bisa
   menimbulkan fitnah). Tetapi saya tidak menemukan dalil yang
   mewajibkan menutup wajah ketika dikhawatirkan menimbulkan
   fitnah. Sebab ini merupakan masalah yang tidak ada
   ukurannya, dan kecantikan itu sendiri sifatnya relatif, ada
   wanita yang oleh sebagian orang dianggap sangat cantik,
   tetapi oleh sebagian yang lain dianggap biasa-biasa saja,
   dan oleh yang lain lagi dianggap tidak cantik.
   
   Beberapa penulis bahkan mengemukakan, hendaklah wanita
   menutup wajahnya apabila ada laki-laki ingin berlezat-lezat
   memandangnya atau mengkhayalkannya. Namun masalahnya, dari
   mana wanita tersebut mengetahui bahwa ada laki-laki ingin
   berlezat-lezat dengannya atau mengkhayalkannya (sehingga ia
   wajib menutup mukanya)?
   
   Oleh karena itu, yang lebih utama daripada menutup muka
   ialah hendaknya wanita tersebut menjauhi lapangan yang bisa
   menimbulkan fitnah, jika ia menaruh perhatian terhadap
   masalah itu.
   
3. Bahwa tidak ada kaitan antara membuka wajah dengan
   kebolehan melihatnya. Maka diantara ulama ada yang
   memperbolehkan membuka wajah tetapi tidak memperbolehkan
   melihatnya, kecuali pada pandangan pertama yang selintas.
   Ada pula yang memperbolehkan melihat apa yang diperbolehkan
   melihatnya itu, apabila tidak disertai dengan syahwat; jika
   disertai dengan syahwat atau dimaksudkan untuk membangkitkan
   syahwat, maka haram melihatnya, dan pendapat inilah yang
   saya pilih.
   
Allah-lah yang memberi pertolongan dan petunjuk ke jalan yang lurus.
 
Catatan kaki:
 1 Al-Ikhtiyar li-Ta'lilil Mukhtar, karya Abdullah bin Mahmud
   bin Maudud al-Maushili al-Hanafi, 4: 156.
 2 Hasyiyah ash-Shawi 'alaa asy-Syarh ash-Shaghir, dengan ta'liq,
   Dr. Mushthafa Kamal Washfi, terbitan Darul Mawarif, Mesir, 1: 289. 
 3 Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu': "Tafsir yang disebutkan dari
   Ibnu Abbas ini diriwayatkan oleh Baihaqi dari Ibnu Abbas dan dari
   Aisyah juga."
 4 Hadits ini tersebut dalam Shahih al-Bukhari, dari Ibnu Umar r.a.
   bahwa RasuluDah saw. Bersabda: "Janganlah wanita yang berihram
   memakai cadar dan jangan memakai kaos tangan."
 5 al-Majmu', 3: 167-168
 6 Al-Majmu', karya Imam Nawawi. 3: 169
 7 Periksa ad-Durul Mantsur oleh as-Suyuthi
   dalam menafsirkan ayat 31 surat an-Nur.
 8 Al-Muhalla, 3: 279.
 9 Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim, dan Baihaqi
   dalam asy-Syu'ab dari Ubadah, dan dihasankan dalam
   Shahih al-Jami'ush-Shaghir, (1018).
10 HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Hakim dari Buraidah,
   dan dihasankan dalam Shahih al-Jami'ush-Shaghir (7953)
11 Dalam "Kitab an-Nikah"' hadits nomor 1403
12 Disebutkan oleh al-Albani dalam
   Silsilah Ahadits ash-Shahihah, nomor 235.
13 Sunan Tirmidzi, "Bab al-Haj," nomor 885
14 Nailul Athar, 6: 126.
15 Al-Muhalla, 3: 280
16 Hadits nomor 1141 dan Sunan Abi Daud, dan Imam Nasa'i
   juga meriwayatkan hadits ini.
17 Al-Muhalla 11: 221 masalah nomor 1881.
18 Dikemukakan oleh al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaid, 10: 192
   dan beliau berkata: "Diriwayatkan oleh Thabrani
   dan isnadnya bagus." Dan kata al-'air di sini berarti al-himar.
   Sebelumnya beliau telah menyebutkan beberapa hadits yang
   semakna dengan itu.
19 HR Abu Daud dalam Sunan-nya pada "Kitab al-Jihad," nomor 2488.
20 Shahih Muslim Syarah Nawawi, 2: 542, terbitan Asy-Sya'b.
21 Yakni gelang kaki dan sebagainya.
22 Mawahibul Jalil, 1: 148, terbitan Idarah Ihya'
   at-Turats al-Islami. Qathar.
23 Shahih al-Bukhari, 1: 316.
24 Mawahibul Jalil min Adiliati Khalil 1: 185.
25 Imam Tirmidzi berkala: "Hadits ini hasan sahih."
26 Berbeda dengan masalah ibadah yang pada asalnya
   tidak boleh (haram/batil) sehingga ada dalil yang
   memerintahkannya. Maka orang yang tidak memperbolehkan
   melakukan suatu bentuk ibadah tidak dituntut dalilnya,
   tetapi yang dituntut mengemukakan dalil ialah orang yang
   mendakwakan adanya ibadah tersebut. (Penj.)
 
                       (Bagian 1/6, 2/6, 3/6, 4/6, 5/6, 6/6)
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team