XI. HAK WARIS BANCI DAN WANITA HAMIL
A. Definisi Banci
Pengertian al-khuntsa (banci) dalam bahasa Arab diambil
dari kata khanatsa berarti 'lunak' atau 'melunak'. Misalnya,
khanatsa wa takhannatsa, yang berarti apabila ucapan atau
cara jalan seorang laki-laki menyerupai wanita: lembut dan
melenggak-lenggok. Karenanya dalam hadits sahih dikisahkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Allah SWT melaknat laki-laki yang menyerupai
wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki."
Adapun makna khanatsa menurut para fuqaha adalah orang
yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita
(hermaphrodit), atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin
sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha
dinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan.
Sebab, setiap insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang
jelas, bila tidak berkelamin laki-laki berarti berkelamin
perempuan.
Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status
hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai
bagiannya.
Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang
--atau bahkan sama sekali tidak ada-- -disebut sebagai
musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada
kejelasan, kendatipun dalam keadaan tertentu kemusykilan
tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari
mana ia membuang "air kecil". Bila urinenya keluar dari
penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan mendapatkan hak
waris sebagaimana kaum laki-laki. Sedangkan jika ia
mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita
dan memperoleh hak waris sebagai kaum wanita. Namun, bila ia
mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan
vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan
sebagai khuntsa munsykil. Dan ia akan tetap musykil hingga
datang masa akil baligh.
Di samping melalui cara tersebut, dapat juga dilakukan
dengan cara mengamati pertumbuhan badannya, atau mengenali
tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda antara
laki-laki dengan perempuan. Misalnya, bagaimana cara ia
bermimpi dewasa (maksudnya mimpi dengan mengeluarkan air
mani, penj.), apakah ia tumbuh kumis, apakah tumbuh
payudaranya, apakah ia haid atau hamil, dan sebagainya. Bila
tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis
sebagai khuntsa musykil.
Dikisahkan bahwa Amir bin adz-Dzarb dikenal sebagai
seorang yang bijak pada masa jahiliah. Suatu ketika ia
dikunjungi kaumnya yang mengadukan suatu peristiwa, bahwa
ada seorang wanita melahirkan anak dengan dua jenis kelamin.
Amir kemudian memvonisnya sebagai laki-laki dan perempuan.
Mendengar jawaban yang kurang memuaskan itu orang-orang
Arab meninggalkannya, dan tidak menerima vonis tersebut.
Amir pun menjadi gelisah dan tidak tidur sepanjang malam
karena memikirkannya. Melihat sang majikan gelisah, budak
wanita yang dimiliki Amir dan dikenal sangat cerdik
menanyakan sebab-sebab yang menggelisahkan majikannya.
Akhirnya Amir memberitahukan persoalan tersebut kepada
budaknya, dan budak wanita itu berkata: "Cabutlah keputusan
tadi, dan vonislah dengan cara melihat dari mana keluar air
seninya."
Amir merasa puas dengan gagasan tersebut. Maka dengan
segera ia menemui kaumnya untuk mengganti vonis yang telah
dijatuhkannya. Ia berkata: "Wahai kaumku, lihatlah jalan
keluarnya air seni. Bila keluar dari penis, maka ia sebagai
laki-laki; tetapi bila keluar dari vagina, ia dinyatakan
sebagai perempuan." Ternyata vonis ini diterima secara
aklamasi.
Ketika Islam datang, dikukuhkanlah vonis tersebut.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw.
ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam
keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya:
"Lihatlah dari tempat keluarnya air seni."
|