Mencari Asal-usul Kitab Suci

oleh Dr. Kamal Salibi

Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

5. NON-TEMUAN DI PALESTINA (1/2)

Umumnya kita menerima selaku benar bahwa para arkeolog melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik-baiknya. Dalam lapangan studi seperti sejarah kuno, tidak banyak di antara kita yang mempunyai wewenang untuk memeriksa. Di antara kita hanya beberapa saja yang merupakan arkeolog, dan bahasa-bahasa dunia kuno dengan tulisan-tulisan aneh mereka merupakan sebuah teka-teki bagi kebanyakan orang. Maka dari itu, jika para ahli berbicara mengenai suatu pokok persoalan kita biasanya menerima saja apa yang mereka katakan berdasarkan kepercayaan, dan memberi wewenang pada mereka untuk berselisih pendapat mengenai pasal-pasal yang dapat diperdebatkan. Dalam persoalan-persoalan bila mereka bersepakat untuk menyetujui pemecahannya, mereka dapat mengesahkan apa saja yang tampaknya layak di mata mereka. Maka jelaslah kalau dalam lapangan studi arkeologi Bibel dan dalam lapangan studi paleografi, yang masih saling berhubungan, terdapat banyak kesempatan untuk membuat tidak hanya kesalahan-kesalahan saja, bahkan mengabadikannya untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Batu-batu tua dapat ditemukan di mana saja di Timur Dekat; hampir di setiap tempat diadakan penggalian akan dijumpai batu-batu tersebut. Namun menggali dan menafsirkan apa yang telah ditemukan adalah dua hal yang berbeda. Di sinilah letak perbedaan antara arkeologi ilmiah mengenai Timur Dekat, yang dilaksanakan secara ilmiah, dengan apa yang disebut arkeologi menurut Bibel. Yang pertama adalah sebuah upaya yang obyektif dan sistematis untuk mempelajari kebudayaan-kebudayaan dan peradaban-peradaban kuno di suatu daerah dan menyusun perkembangannya tahap demi tahap berdasarkan benda-benda peninggalannya, tentu dengan memperhatikan limitasi penyelidikan itu serta metode yang dipergunakan. Yang kedua adalah tidak lebih dari suatu pencarian terhadap barang-barang peninggalan di daerah-daerah yang telah ditandai sesuai dengan pendapat yang telah terbentuk sebelumnya mengenai geografi menurut Bibel yang berusaha mendapatkan dukungan arkeologis dan peleografis bagi dugaan-dugaan mengenai sejarah menurut Bibel. Maka dari itu, jika seseorang menemukan puing-puing benteng tua di dekat kota Beersheba di Palestina (lihat Bab 4), maka ia akan menyatakan telah menemukan suatu bentuk bangsa Israil, tanpa memikirkan adanya kemungkinan-kemungkinan lain. Kalau ia menemukan bekas-bekas sebuah tambang tembaga dekat kota modern Elath, dan sebuah cincin cap dengan bertulisan lytm di sekitar daerah yang sama, ia gegabah menyimpulkan bahwa cincin tersebut tentunya kepunyaan Yotham (l-ytm), seorang raja Yudah. Kemudian ia langsung mengumumkan pada dunia mengenai penemuan lokasi persisnya tambang-tambang tembaga Raja Sulaiman dan kota Ezion-Geber menurut Bibel itu.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa prinsip yang dipergunakan dalam pencarian arkeologis terhadap lokasi-lokasi menurut Bibel itu salah. Saya hanya mengatakan bahwa tidak benar jika kita mengambil kesimpulan bersejarah berdasarkan penemuan-penemuan arkeologis yang tidak meyakinkan. Di sini inskripsi menjadi penting. Contohnya, Nelson Glueck mungkin dapat dibenarkan dalam mengumumkan penemuannya atas sebuah tempat menurut Bibel di daerah sekitar kota modern Elath, jika saja inskripsi pada cincin cap yang ia temukan di sana berbunyi lytm mlk yhwdh (Yotham, Raja Yudah). Setelah di sana menemukan inskripsi lytm, ia tidak mempertimbangkan adanya kemungkinan-kemungkinan lain. Walaupun jika kata itu dibaca sebagai l-ytm, mungkin saja berkenaan dengan seseorang yang bernama 'Yotham' yang bukan seorang raja Yudah, dan bahkan mungkin bukan orang Yahudi.

Inskripsi pada cincin tersebut mungkin juga merupakan suatu referensi kepada seorang dewa yang bernama ytm -- mungkin dewa Atum dari Mesir, yang namanya menurut orisinilnya ialah itwm. Di seberang Wadi Arabah dari Elath sampai kini masih terdapat sebuah lembah yang bernama Wadi Yutm (ytm). Apakah nama wadi ini, seperti yang ada pada inskripsi, berkenaan dengan nama 'Yotham' yang sama, siapa pun gerangan orangnya, ataukah kepada nama Dewa Atum Mesir yang sama?

Ambillah sebuah contoh yang lain. Pada tahun 1880, sebuah batu prasasti ditemukan di Siloam, dekat Yerusalem, menggambarkan bagaimana sebuah terowongan air dibuat di sana oleh orang-orang yang menggali dari kedua ujungnya. Inskripsi tersebut kini berada di Museum of the Ancient Orient di Istambul. Kalau saja inskripsi itu berbunyi 'terowongan ini digali pada zaman pemerintahan Raja Hezekiah', ini jelas akan mendukung teks-teks Raja-raja II 20:20 dan Tawarikh II 32:30, yang membicarakan mengenai sebuah kolam dan terowongan air yang didirikan oleh Raja Hezekiah dari Yudah. Namun kenyataannya, inskripsi ini tidak menyebutkan nama-nama orang maupun nama-nama tempat. Maka, jika hendak menghubungkannya dengan zaman pemerintahan Hezekiah, seperti yang telah dilakukan oleh para ahli Bibel, itu merupakan tidak lebih dari suatu terkaan yang asal saja. Terowongan-terowongan air telah didirikan selama berabad-abad, di mana saja dan bilamana ada keperluan untuk menggunakannya. Inskripsi Siloam bahkan tidak menunjukkan bahwa Yerusalem modern sebenarnya adalah Yerusalem menurut Bibel, karena inskripsi tersebut tidak menamakan lokasinya.

Inskripsi-inskripsi Elath dan Siloam, dan juga semua inskripsi yang disebut inskripsi 'Ibrani' -- atau lebih tepat lagi Kanaan -- dari Palestina, telah dipaksa oleh Ilmu Pengetahuan Bibel modern untuk menghasilkan lebih banyak kandungan informasi daripada yang sebenarnya terdapat pada mereka. Satu contoh yang perlu dibicarakan ialah mengenai sejumlah pecahan barang-barang tanah yang ditemukan di daerah sekitar Nablus pada tahun 1910 dan diberi nama Ostraca Samaria, walaupun mereka samasekali tidak membicarakan 'Samaria' (dalam bahasa Ibrani smrwn). Pecahan barang tanah ini yang telah dibubuhi tanggal 778-770 S.M. (sebenarnya penanggalan ini sendiri sangat mencurigakan), mengandung catatan-catatan mengenai transaksi-transaksi perdagangan antara individu-individu, beberapa di antara mereka mungkin orang Yahudi, menaksir dari nama-nama perorangan yang tertera di dalamnya. Catatan-catatan ini sama sekali tidak menyebutkan nama-nama tempat dan juga tidak mengandung satu pun referensi mengenai tokoh-tokoh Bibel ataupun kejadian-kejadian yang tertera dalam Bibel. Walaupun penanggalannya benar, yang terbukti oleh pecahan barang-barang tanah tersebut hanyalah bahwa orang-orang Yahudi mungkin pernah menetap di daerah Nablus di Palestina pada abad ke-8 S.M. Tidak ada kesimpulan dari mereka mengenai masalah-masalah sejarah maupun geografi menurut Bibel yang dapat dibenarkan. Jelas mereka tidak membuktikan bahwa tempat barang-barang itu ditemukan adalah Samaria menurut Bibel, yang berarti nama-nama yang diberikan pada mereka oleh para ahli Bibel pun perlu dipertimbangkam kembali.

Yang lebih mencolok lagi adalah contoh apa yang disebut Ostraca Lachis, yang ditemukan di Tall al-Duwayr di Palestina bagian selatan pada tahun 1935 dan 1938. Sudah biasa ditegaskan bahwa pecahan barang tanah yang berinskripsi ini memberi bukti yang 'tak diragukan lagi' bahwa Tall al-Duwayr dahulunya merupakan Lachish (lkys) menurut Bibel. Sebenarnya, kenyataannya sama sekali tidak demikian, seperti yang akan ditunjukkan nanti.

Ostraca Tall al-Duwayr (harus disebut dengan nama ini) merupakan sekumpulan laporan dan keluhan-keluhan yang dikirim oleh seseorang yang bernama Hoshaiah (hws'ywh), komandan sebuah pasukan Yahudi yang kita tak ketahui di mana mereka ditempatkan, kepada atasannya yang bernama Yaosh (y'ws), seseorang yang ia panggil dengan sebutan 'tuanku,' dan mestinya ditugaskan di Tall al-Duwayr, mengingai ostraca (jenis kerang-kerangan) yang dikirim kepadanya ditemukan di sana. Membaca inskripsi-inskripsi ini, ahli-ahli Bibel seperti W.F. Albright yakin bahwa mereka mengenali dengan jelas disebutkannya nama Lachish dari Kitab Bibel dalam Ostracon IV; sebuah penyebutan yang jelas mengenai kota Azekah Bibel pada pecahan yang sama, dan sebuah referensi yang pasti kepada Yerusalem dalam Ostracon VI membawa para ahli ini menuju suatu kesimpulan yang sama.

Dalam halnya Ostracon IV, pembacaan inskripsi yang telah diakui harus ditantang secara serius. Sampai saat ini, pembacaan ini dianggap berbunyi sebagai berikut: 'Hendaknya tuanku mengetahui bahwa kami sedang menunggu isyarat-isyarat Lachish...' Sebuah terjemahan yang lebih teliti menghasilkan pesan yang berbeda: 'Hendaknya tuanku mengetahui bahwa kami sedang menunggu muatan-muatan makanan...' Dalam halnya Ostracon VI, pembacaan atas nama 'Yerusalem' sangatlah tidak jujur. Pada sebuah kepingan dari pecahan bahan tanah ini, dapat dilihat huruf-huruf slm. Karena merupakan sebuah kata Ibrani, kata ini dapat dibaca dengan menggunakan berbagai cara untuk menghasilkan makna yang berbeda-beda pula, misalnya 'bunga api', 'kedamaian', 'kesehatan yang baik', 'persetujuan', 'kesempurnaan', atau 'ganjaran,. Dapat juga merupakan kata sambutan dalam bahasa Semit (dalam bahasa Ibraninya shalom) atau salah satu di antara sejumlah nama perorangan atau nama-nama tempat. Sebaliknya, tak ada pembenaran terhadap pembacaan slm sebagai nama 'Yerusalem'.

Bagi mereka yang tertarik akan detil-detil mengenai masalah ini, dapat melihat yang berikut: dalam Ostracon IV, kalimat yang dianggap menyebut nama Lachish (lkys) dan Azekah ('zqh) dalam bentuk aslinya berbunyi sebagai berikut: wyd'ky 'l ms't lks nhnw smrm kkl h'tt 'sr ntn 'dny ky l' nr'h 't 'zqh. Kalimat ini telah dibaca dan ditafsirkan sebagai berikut: 'Dan hendaknya (tuanku) mengetahui (wyd') bahwa kami sedang menunggu (ky ... nhnw smrm) isyarat-isyarat Lachish (ls ms't lks), sesuai dengan semua petunjuk yang telah diberikan oleh tuanku (k-kl h'tt 'sr ntn 'dny), karena kami tidak dapat melihat Azekah (ky l' nr'h 't 'zqh)'. Penterjemahan ini berdasarkan perkiraan berikut ini, yang akan saya sangkal satu demi satu:

1. Bahwa ms't, sebagai bentuk jamak dari ms'h, berasal dari akar kata kerja ns' yang berarti 'naik' dan oleh sebab itu mungkin berkenaan dengan 'naiknya' asap, sehingga ada dugaan mengenai adanya suatu isyarat militer. Namun kata kerja ns' juga dapat berarti 'membawa'. Maka sebuah ms'h bukan berarti 'naiknya' asap, melainkan dimengerti sebagai sebuah 'bawaan', dengan kata lain, sebuah 'muatan'.

2. Bahwa lks dibaca sebagai satu kata yang merupakan nama kota menurut Bibel Lachish (lkys). Jika seseorang membaca lks sebagai l-ks, dengan l yang pertama sebagai preposisi, artinya akan berubah menjadi 'untuk makanan', kalau ks ditafsirkan sebagai kata benda jadian dari ksh, kata ini akan berarti 'kenyang atau puas dengan makanan' (bandingkan dengan kata Arab ks', 'merebut dengan menggigit').

3. Bahwa smrm, sebagai bentuk jamak smr, berarti 'melihat', namun dapat juga berarti 'menunggu'.

4. Bahwa 'tt, sebagai bentuk jamak 'th berarti 'petunjuk-petunjuk' (berasal dari kata kerja 'th, bandingkan dengan kata Arab 'ty, 'datang'). Dalam bahasa Arab, sebuah kata benda jadian dari asal kata yang sama, 'yt', berkenaan dengan tindakan 'memberi', yang kedua berarti 'hadiah-hadiah', 'kemurahan hati'; yang ketiga berarti 'hasil panen'. Dalam ketiga contoh ini, pengertiannya adalah persediaan. Dalam hal 'tt di sini, pengertian ini didukung kuat oleh kata kerja yang berikutnya yaitu ntn, atau 'memberi'.

5. Bahwa l' nr'h 'zqh berarti 'kami tak dapat melihat Azekah'. Kemampuan untuk melihat Azekah bukanlah persoalannya di sini. Yang dikatakan oleh aslinya hanyalah suatu kenyataan: 'kami tidak melihat Azekah'.

6. Bahwa Azekah ('zqh) hanya suatu pengenalan terhadap kota Bibel dengan nama yang sama. Dalam konteks ini, lebih masuk akal jika menganggapnya sebagai nama seseorang.

Maka kalimat sepenuhnya dapat diterjemahkan kembali sebagai berikut: 'Hendaknya tuanku mengetahui bahwa kami menunggu muatan makanan, semua makanan yang telah tuanku berikan, karena kami tidak melihat Azekah.' Ini berarti bahwa Hoshaiah dan anak buahnya rupanya telah dijanjikan persediaan makanan dan perlengkapan lainnya oleh Yaosh, yang akan diberikan kepada mereka oleh seseorang yang bernama Azekah. Di sini Hoshaiah mengatakan bahwa dia dan anak buahnya masih menunggu datangnya persediaan-persediaan ini, karena Azekah belum sampai pada mereka. Jelas tidak ada 'isyarat-isyarat Lachish' yang tertera di dalam pernyataan ini. Ini membuat bukti yang telah dianggap 'tak meragukan lagi' mengenai pengenalan terhadap kota Bibel Lachish sangat meragukan dan tidak dapat dipertahankan.

Ahli-ahli dapat dimaafkan atas perbuatan mereka dalam mengira lks dan 'zqh yang terdapat dalam Ostraca Tall al-Duwayr IV sebagai referensi terhadap kota-kota Bibel Lachish dan Azekah. Namun mereka seharusnya tidak dapat dimaafkan dalam anggapan mereka bahwa Ostracon VI membicarakan Yerusalem. Dalam ostracon ini, yang telah rusak berat, sisa-sisa dari suatu kalimat yang berbunyi: 'dny hl' tktb' tktb'... ht'sw kz't ... slm. Sebuah penterjemahan yang jujur dari pecahan kalimat ini (jika kita menganggap bahwa aslinya benar-benar merupakan satu kalimat) hanya dapat menghasilkan: 'Tuanku, apakah engkau tidak akan menulis ... engkau maka, ... slm.' Namun terjemahan yang diakui saat ini dengan bebas mengisi tempat-tempat kosong tersebut dengan mengambil sikap untuk membenarkan pembacaan atas slm yang terakhir sebagai tiga konsonan terakhir dalam kata Ibrani yrwslym, yaitu 'Yerusalem'. Terjemahannya, lagi-lagi oleh W.F. Albright, sangat dogmatis: '(Dan sekarang) tuanku, apakah engkau tidak akan menulis pada mereka dan berkata, "mengapa engkau pergi (bahkan) ke Yerusalem?"'

Terjemahan seperti ini yang bahkan tidak menunjukkan interpolasi penterjemahnya secara benar, tidak dapat diterima yang secara integritas kesarjanaan dijunjung tinggi. Kenyataannya adalah bahwa ostracon yang dipermasalahkan, ataupun inskripsi-inskripsi 'Ibrani' lainnya yang sampai kini ditemukan di Palestina, sedikit pun tidak mengandung referensi terhadap tokoh-tokoh dan tempat-tempat menurut Bibel yang lain.

Bagaimana Ostraca Tall al-Duwayr sebenarnya mempunyai tempat dalam sejarah Palestina, atau dalam sejarah kaum Yahudi di Palestina, bukanlah masalah yang akan dibahas di sini. Seperti yang telah saya kemukakan sebelumnya, saya tak menyangkal adanya dugaan yang mengatakan bahwa ada orang-orang Yahudi yang menetap di Palestina pada zaman Bibel itu; yang saya katakan adalah bahwa agama Yahudi berasal dari Arabia Barat, dan tanah bangsa Israil menurut Bibel terletak di sana dan bukan di Palestina. Ada satu inskripsi yang dapat digolongkan sebagai inskripsi Palestina yang agaknya menyangkal tesis ini. Inskripsi ini adalah apa yang disebut Batu Moab, pertama kali ditemukan di daerah perbukitan di sebelah timur Laut Mati pada tahun 1868, dan kini disimpan di Louvre. Inskripsi yang panjang pada batu ini bersangkutan langsung dengan sejarah menurut Bibel, karena padanya terdapat uraian mengenai kejadian-kejadian yang berhubungan dengan teks-teks dalam Raja-raja II 3:4. Namun pembacaan dan penafsirannya sampai saat ini telah menimbulkan kesulitan-kesulitan, terutama karena sekali lagi para pembacanya mengadakan pendekatan dengan referensi geografi yang salah.

'Batu Moab' (namanya saja sudah merupakan istilah yang tidak cocok) diletakkan di Qarhoh (qrhh) oleh Mesha, raja Moab (ms' mlk m'b) - begitulah ungkapan inskripsi yang tertera padanya. Semula Mesha berkuasa di Moab, namun wilayahnya di sana mengalami serangkaian penyerangan yang dilancarkan oleh para tetangganya yang agresif, oleh Omri raja Israil ('mry mlk ysr'l), dan oleh putra-putranya sesudahnya (Ahab, yang dibiarkan tanpa nama). Setelah mengalami beberapa kali kemalangan di tangan penyerangnya, dan juga di tangan para sekutu mereka, akhirnya Mesha lari ke Qarhoh, dan ditempat ini ia mendirikan ibukotanya yang baru. Maka dari itu, 'Batu Moab' sebenarnya adalah Batu Qarhoh, karena Mesha tidak lagi menetap di Moab sewaktu ia meletakkannya. Qarhoh yang dipermasalahkan rupanya adalah kota Jahra (ghr) masa ini, di daerah tempat batu itu ditemukan.

Samasekali tidak ada sesuatu pada inskripsi 'Batu Moab' yang menunjukkan bahwa Moab adalah nama tua untuk daerah perbukitan di sebelah timur Laut Mati (atau Bilad al-Sharat, menurut orang Arab), dan bahwa kerajaan Israil berpusatkan di Palestina. Sebenarnya jika inskripsi itu dibaca dengan teliti dalam bentuk aslinya, bukan terjemahannya, seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh W.F. Albright, maka akan terlihat dengan jelas bahwa peperangan antara Israil dengan Moab, yang dibicarakan, tidak terjadi di Transyordania, melainkan di Hijaz. Ini berarti bahwa Israil dan Moab mestinya bertetangga di Arabia Barat, bukan di Suria. Para pembaca yang berhasrat mengikuti argumentasi ini dan yang mengerti persis alasan-alasan yang akan dijadikan dasar argumentasi tersebut mungkin ingin mempertimbangkan hal-hal yang berikut ini:

(sebelum, sesudah)


  Mencari Asal-usul Kitab Suci
  (The Bible Came from Arabia)
  Kamal Salibi
  Penerbit Pustaka Litera AntarNusa
  Jln. Arzimar III, Blok B No.7, Tel.(0251) 329026
  Bogor 16152
 
Indeks Kristiani | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team