Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

HAK DAN KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT DAN TEMAN-TEMANNYA (19/25)
Dr. Yusuf Qardhawi
 
MENGINGATKAN PENDERITA AGAR BERTOBAT DAN BERWASIAT
 
Disukai bagi keluarga si sakit, teman-temannya, dan orang yang
menjenguknya  dari kalangan ahli kebaikan dan kebajikan, untuk
mengingatkan  si  sakit  agar  segera  bertobat  kepada  Allah
Ta'ala.   Supaya   si   sakit  menyesali  kekurangannya  dalam
melaksanakan  ajaran  Allah,  bertekad  untuk  menaati  Allah,
membersihkan  diri  dari  menganiaya  hamba-hamba  Allah,  dan
mengembalikan hak-hak  mereka  bagaimanapun  kecilnya,  karena
hak-hak Allah itu didasarkan pada toleransi, dan hak-hak hamba
itu  didasarkan  pada  kesungguhan,  serta  karena  tobat  itu
dituntut dari seluruh orang mukmin sebagaimana firman Allah:
 
    "... Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
    orarg-orang yang beriman, supaya kamu beruntung."
    (an-Nur: 31)
 
Adapun tobat bagi  orang  sakit  lebih  wajib  lagi  hukumnya,
disamping   ia   lebih   membutuhkannya  karena  memang  besar
keuntungannya, sedangkan bagi orang yang  mengabaikannya  akan
mendapatkan   kerugian   yang   amat  besar.  Dan  orang  yang
berbahagia adalah orang yang  segera  bertobat  sebelum  habis
waktunya:
 
    "Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang
    yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang
    ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) ia
    mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertobat sekarang...'"
    (an-Nisa': 18)
 
Disamping  itu,  seyogianya  kita  ingatkan  si   sakit   agar
berwasiat jika ia belum berwasiat. Rasulullah saw. bersabda:
 
    "Tidak ada hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu
    yang pantas diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua
    malam, melainkan hendaklah wasiatnya tertulis di
    sisinya."66
 
Apabila si sakit ditakdirkan Allah sembuh dari sakitnya,  maka
sebaiknya  ia  dinasihati  dan  diingatkan agar menunaikan apa
yang  telah  dijanjikannya  kepada  Allah  sewaktu  dia  sakit
sebagai tanda syukur kepada Allah dan untuk memenuhi janjinya.
Sudah seharusnya si sakit menjaga hal itu. Allah berflrman:
 
    "... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti
    dimintai pertanggungjawabannya." (al-Isra': 34)
 
Allah juga telah memuji ahli kebajikan dan ahli  takwa  dengan
firman-Nya:
 
    "... dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
    mereka berjanji..." (al-Baqarah: 177)
 
Para ulama berkata, "Seharusnya si sakit  mempunyai  keinginan
keras  untuk  memperbaiki  akhlaknya,  menjauhi pertikaian dan
pertentangan mengenai urusan  dunia,  merasa  bahwa  saat  ini
merupakan  saat  terakhirnya  di ladang amal sehingga ia harus
mengakhirinya   dengan   kebajikan.   Hendaklah   ia   meminta
kelapangan    dan    maaf   kepada   istrinya,   anak-anaknya,
keluarganya,  pembantunya,  tetangganya,  teman-temannya,  dan
semua   orang   yang   punya   hubungan  muamalah,  pergaulan,
persahabatan, dan sebagainya, serta meminta  keridhaan  mereka
sedapat  mungkin. Selain itu, hendaklah ia menyibukkan dirinya
dengan membaca Al-Qur'an, dzikir, kisah-kisah orang saleh  dan
keadaan   mereka  ketika  menghadapi  kematian.  Hendaklah  ia
memelihara   shalatnya,   menjauhi   najis,   dan    mengikuti
kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Janganlah ia menghiraukan
perkataan orang yang mencela atas apa yang ia  lakukan,  sebab
ini  merupakan  ujian  baginya,  dan orang yang mencelanya itu
adalah teman yang bodoh dan musuh yang terselubung.  Disamping
itu,  hendaklah  ia  berpesan kepada keluarganya agar bersabar
jika ia menghadap-Nya dan jangan meratapinya,  karena  meratap
termasuk   perbuatan   jahiliah,  demikian  pula  memperbanyak
menangis. Hendaklah ia juga berpesan kepada  keluarganya  agar
menjauhi   tradisi-tradisi   bid'ah   terhadap   jenazah,  dan
hendaklah mereka bersungguh-sungguh mendoakannya,  karena  doa
orang-orang  yang  hidup  itu  berguna  bagi  orang yang telah
mati."67
 
Diantara indikasi kebaikan ialah jika seseorang diberi  taufiq
oleh Allah untuk melakukan amal saleh sebelum meninggal dunia,
untuk mengakhiri kehidupannya, sebab amal-amal itu  tergantung
pada kesudahannya. Dan di antara doa yang ma'tsur ialah:
 
    "Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik usiaku pada bagian
    akhirnya."68
 
Mengenai  hal  ini   telah   diriwayatkan   beberapa   hadits,
diantaranya adalah hadits Anas:
 
    "Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba,
    maka dipekerjakan-Nyalah orang itu." Ditanyakan kepada
    beliau, "Bagaimana mempekerjakannya?" Beliau menjawab,
    "Memberinya taufiq (pertolongan) untuk melakukan amal
    saleh sebelum meninggal dunia, lalu Dia (Allah)
    mematikannya atas amal saleh itu."69
 
Dalam sebagian jalannya diriwayatkan  dengan  lafal:  [tulisan
Arab]   sebagai   pengganti   lafal   [tulisan   Arab]   yakni
'memperbagus pujiannya diantara manusia.'
 
Diantaranya lagi adalah hadits Abu Umamah:
 
    "Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba
    maka disucikan-Nya orang itu sebelum meninggal dunia."
    Para sahabat bertanya, "Apa yang buat menyucikan hamba
    itu?" Beliau menjawab, "Amal saleh yang diilhamkan Allah
    kepada orang itu, lantas dimatikannya orang itu atas
    amal saleh tersebut." (HR Thabrani)70
 
(Bagian: 01, 02, 03, 03a, 04, 05, 06, 07, 08, 09, 10, 11, 12,
     13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 21a, 22, 23, 24, 25)
 
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team