|
Mengenai Peristiwa Ambon |
|
LAPORAN TIM PENCARI FAKTA TENTANG KERUSUHAN IDUL FITRI 1419 H BERDARAH DI AMBON POS KEADILAN DPW PARTAI KEADILAN MALUKU 1999 BAB I KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS MALUKU 1. Kondisi Geografis Propinsi Maluku mempunyai wilayah yang berpulau-pulau sehingga dikatakan propinsi seribu pulau. Dari ujung utara sampai ujung selatan terdiri atas gugusan pulau-pulau besar dan kecil. Kondisi geografis yang demikian ini disatu sisi merupakan pemacu bagi perkembangan masing-masing wilayah untuk saling membenahi daerahnya bagi kemajuan pembangunan. Namun dilain pihak kondisi kepulauan stabilitas keamananannya sangat rawan dan membutuhkan personel keamanan yang cukup banyak. Wilayah lautnya yang sangat luas juga merupakan suatu tantangan bagi stabilitas keamanan di wilayah seribu pulau ini. 2. Kondisi Demografis Penduduk Propinsi Maluku sebagaian besar bermukim di pulau-pulau besar seperti Seram, Halmahera, Banda, Kei Besar dan Kei Kecil, Ambon, Buru dan Ternate. Sedangkan sisanya mendiami pulau-pulau kecil lainnya. Propinsi Maluku disamping disebut sebagai Propinsi Seribu Pulau, disebut juga pulau seribu suku. Banyak suku-suku besar dan kecil bertebaran di wilayah ini. Suku-suku ini kebanyakan mendiami sekitar pantai, sedangkan sisanya berdiam di daerah pedalaman yang kebanyakan merupakan suku yang masih asing. Suku-suku asli yang mendiami wilayah Maluku antara lain suku Ambon yang mayoritas tinggal di kawasan Pulau Ambon, Pulau Buru dan Pulau Seram; suku Ternate-Tidore yang mendiami wilayah Maluku Utara dan Halmahera, serta suku Key yang tinggal di wilayah Maluku Tenggara. Sementara itu suku pendatang yang cukup dominan adalah suku Buton, Bugis , Makassar, dan Jawa, dengan tingkat penyebaran yang merata di seluruh daerah Maluku. Suku lain yang cukup signifikan adalah Arab dan Minang. Penduduk Maluku mempunyai keragaman keagamaan yang cukup tinggi. Wilayah Maluku Utara kebanyakan penduduknya memeluk agama Islam. Di Maluku Tengah dan Ambon komposisi Umat Islam dan Nashara agak berimbang. Sedangkan untuk daerah Maluku Tenggara lebih banyak penduduknya memeluk agama Nashara. Secara keseluruhan Penduduk yang beragama Islam di propinsi ini mencapai angka 58%, 41% beragama Nashara dan sisanya adalah pemeluk agama lain. Kerukunan umat di daerah seribu pulau selama ini dapat dikatakan lumayan aman, meskipun peristiwa perseteruan antar kampung dan agama merupakan hal yang biasa terjadi, walaupun sifatnya lokal dan skalanya kecil. Perseteruan tersebut biasa terjadi di daerah Maluku Tenggara dan Maluku Tengah serta Ambon. Hal ini dimungkinkan karena biasanya satu kampung didominasi salah satu agama. Khusus daerah Ambon dan Maluku Tengah, persaudaraan antara umat beragama di kenal sebagai persaudaraan pela gandong. Pada persaudaraan semacam ini, kampung Islam dan Kristen dipersaudarakan oleh kepala adatnya dengan berbagai macam sumpah. Ada yang harus bersumpah dengan setetes darah persaudaraan dari kedua belah pihak, dan pela darah seperti inilah yang mempunyai nilai kesakralan yang cukup tinggi. Setelah dipersaudarakan dengan pela gandong, maka hukum bersaudara berlaku bagi kedua kampung yang berbeda agama, antara lain tidak boleh saling menganggu, saling menikah, memicu kerusuhan dan lain sebagainya. Suku Buton merupakan suku yang cukup dominan dari segi jumlah dan penyebarannya di daerah Ambon dan Maluku Tengah, dengan komposisi penduduk 100% Muslim. Hampir di sepanjang pantai kepulauan Ambon dan Pulau Seram terdapat komunitas Buton, meski dengan populasi yang tidak banyak. Mata pencaharian suku asli seperti Ambon, Seram, dan suku Key mayoritas sebagai nelayan tradisional dan berladang/ berkebun, dengan strata tingkat sosial yang rendah, sama halnya dengan suku pendatang dari Buton. Namun demikian, suku Buton memiliki budaya kerja yang relatif lebih ulet dibandingkan dengan suku asli tersebut. Khusus di Ambon, suku Buton berprofesi sebagai pedagang sayur, abang becak, dan sebagian kecil pegawai negeri.(lihat data kerusakan). Warga suku Ambon (Nasara) cukup banyak menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan, seperti di Jajaran PEMDA tingkat II dan di Lembaga Pendidikan tinggi (Universitas Pattimura). Suku Bugis dapat dikatakan mewakili kelas menengah dengan mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Sedangkan suku Jawa mayoritas berada di birokrasi dan perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN. |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |