Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

                       BAB III
                KRONOLOGI IED BERDARAH
 
HARI SELASA TANGGAL 19 JANUARI 1999 (1 SYAWAL 1419H)
 
PUKUL 16.00 - 18.00 BTWI
 
Sejumlah orang Suku ABORU NASRANI menggunakan mobil sewaan
milik warga suku Bugis yang berdomisili di Batu Merah Bawah
yang mayoritas muslim. Selama operasi mobil sewaan itu
dikemudikan oleh YOPIE (teman Suku Aboru Nasrani) dibantu
seorang kondektur yang juga warga Batu Merah Bawah. Setelah
selesai pemakaian sewaan (carteran), sebagaimana perjanjian
semula pemilik mobil yang diwakili si kondektur meminta
uang sewaan (carteran), tetapi diluar dugaan ternyata YOPIE
menolak membayar uang sewaan (carteran) dan bahkan mencoba
menyerang si kondektur. Dengan dukungan beberapa penumpang
(Suku Aboru Nasrani) mereka langsung menyerang. Pada saat
tersebut kondektur berusaha menyelamatkan diri dengan
meminta perlindungan kepada sekelompok pemuda warga Batu
Merah Bawah. Akhirnya kedua belah pihak jadi saling
berhadapan. Situasi menjalar makin panas dan perkelahian
antara dua belah pihak tak terelakkan. Suasana berkembang
cepat dan panas sampai terjadi pembakaran rumah penduduk.
 
Peristiwa itu terjadi di sekitar Masjid Batu Merah Bawah
sepanjang rute mobil Batu Merah menuju Jalan Raya
Simpang Tiga. Insiden tersebut menimbulkan korban dua
orang luka dan dilarikan ke RSU Ambon.
 
PUKUL 18.00 - 21.00 BTWI
 
Suasana panas merebak dan meluas dengan sangat cepat. Di
Silale terjadi pembakaran mobil enam buah.
 
Beberapa tempat di Kota Ambon mulai mengobarkan api dan
mengepulkan asap tebal.
 
PUKUL 21.00 - 24.00 BTWI
 
Pukul 21.00 terjadi penyerangan terhadap perkampungan muslim
di Batu Gantung dan sekitarnya. Penyerangan dilakukan oleh
kelompok Nasrani dari Kudamati terhadap Kampung Batu
Gantung. Masa Muslim terkonsentrasi di Masjid dan bertahan
menjaga jiwa dan keluarga mereka masing-masing. Penyerangan
pertama ini diikuti dengan penyerangan kedua dari berbagai
arah pada pukul 23.00.
 
Pada pukul 22.00 - 24.00 massa Nasrani berkumpul di Gereja
GPM di Jalan Anthony Reebok. Massa membakar sejumlah
warung kecil dipinggir jalan, sejumlah becak, dan sebuah
mobil. Modus pembakaran becak adalah becak-becak dikumpulkan
jadi satu dalam jumlah besar kemudian dibakar
sehingga menimbulkan bubungan api yang cukup tinggi. SD dan
TK Islam Al-Hilal juga dibakar dan dirobohkan. Kemudian
massa Islam yang berdomisili di sekitar Masjid Raya Al Fatah
berkumpul sampai ke sekitar Masjid An Nur di Jalan A.M.
Sangaji. Dua Kelompok massa ini saling bertahan pada jarak
30 m. Masjid An Nur juga menjadi korban pelemparan
hingga kaca-kacanya pecah.
 
HARI RABU TANGGAL 20 JANUARI 1999 (2 SYAWAL 1419 H)
 
PUKUL 01.00 BTWI
 
Pada pukul 01.00 Dini hari kelompok massa dari Nasara dan
Muslim sudah saling berhadapan dan adu fisik disekitar Jalan
A.Y. Patty dan Simpang dekat Masjid AL-Fatah, dilaporkan satu
orang dari kelompok muslim tertembak dan belum diketahui
siapa pelakunya.
 
Pukul 01.20 dilaporkan bahwa kampung Banda Islam didepan
kompleks OSM Air Salobar dibakar oleh kelompok Nasara.
 
PUKUL 02.00 BTWI
 
Pukul 02.00 dilaporkan oleh posko umat, bahwa
ada perluasan gerakan/kerusuhan dari Ambon ke Laha.
Posko Keadilan telah meneruskan laporan tersbut ke
Kompi C Waiheru (diterima oleh Petugas Piket).
 
Pukul 02.30 Masjid As Sa'adah yang terletak di Desa Karang
Panjang dibakar. Pemukiman penduduk muslim di sekita Jalan
Diponegoro Atas dibakar. Ikut pula dibakar Masjid Al Huda yang
ada disana.
 
PUKUL 03.00 - 06.00 BTWI
 
Pukul 03.00 Rumah Ustadz Abdurrahman Khou (Dewan
Penasihat DPW Partai Keadilan Maluku) di Desa Air Salobar
habis dibakar.
 
Sekitar pukul 04.00 terjadi pembakaran di beberapa pasar
yang mayoritas dimiliki oleh umat Islam pendatang dari BBM
(Buton, Bugis, Makassar), yaitu:
 
1. Pasar Mardika, sebuah pertokoan besar yang menjual aneka
   kebutuhan masyarakat. Bila dibandingkan dengan skala Jakarta
   maka Pasar Mardika bagi penduduk Ambon seperti Pasar Tanah
   Abang bagi penduduk Jakarta.
   
2. Pasar Buah Mardika, sebuah pasar yang menyediakan aneka
   buah bagi kota Ambon.
   
3. Pertokoan PELITA, sebuah pertokoan yang menyediakan banyak
   kebutuhan harian terutama kebutuhan sandang dengan banyaknya
   toko bahan dan penjahit pakaian. Terdapat pula beberapa toko
   yang menjual peralatan bermotor (mobil dan motor) dan
   rumah-rumah-makan.
   
4. Pasar Gambus, pasar yang banyak menjual kebutuhan sandang,
   seperti pakaian, tas, sepatu, dll.
   
5. Pasar Cakar Bongkar, pasar rakyat yang menyediakan
   kebutuhan pangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
 
Kerugian yang diakibatkan oleh pembakaran tersebut
dipastikan mencapai ratusan milyar rupiah disamping puluhan
nyawa yang melayang meninggalkan jasad yang terkapar di
tanah. Ini belum termasuk kerugian berupa hilangnya lapangan
usaha bagi ribuan kepala rumah tangga yang pasti membalurkan
warna suram bagi masa depan puluhan ribu anggota keluarganya.
Belum lagi kerugian inmaterial berupa rasa sakit hati yang
sangat dalam menusuk perasaan yang entah dengan cara apa
dapat dihapuskan.
 
PUKUL 06.00 - 12.00 BTWI
 
Pukul 06.00 banyak terdapat kobaran api yang terpantau di
Posko Keadilan Wayame. Hampir sepuluh kobaran api dan
kepulan asap terlihat menyebar di Kota Ambon. Sungguh suatu
peristiwa ajaib yang tidak mungkin terjadi bila seluruh
kejadian ini hanyalah disebabkan oleh kejadian yang
sifatnya kebetulan.
 
Pukul 07.00 terlihat kobaran api yang menjadi lebih besar
di pasar dan pertokoan yang dibakar. Api di Pasar Mardika
terus menyala dan membakar sampai Jumat dan terus berasap
sampai Sabtu.
 
Daerah Batu Gantung pagi hari lengang dari petugas
sedangkan penyerangan dari daerah Kuda Mati masih
berlangsung. Aparat (Polda dan Korem) dikontak tetapi tidak
ada tindak lanjut.
 
Sejak 06.00 - 12.00 (selama sekitar 6 jam) Masjid Raya Al
Fatah dikepung dan diserang oleh ratusan antek-antek kafir
lengkap dengan persenjataannya. Korban di pihak muslim
berjatuhan karena tertembak senapan api (untuk berburu
babi) dan anak panah.
 
Ada beberapa orang korban insiden di daerah Silale dan
Batu Merah yang dievakuasi ke Rumah Sakit Al Fatah. Satu
orang meninggal dan empat belas orang luka-luka.
 
PUKUL 12.00 - 15.00 BTWI
 
Pukul 13.00 bantuan pasukan dari Ujung pandang telah
sampai di Ambon menggunakan angkutan udara.
 
Pukul 13.30 warga Batu Gantung Waringin kembali mendapat
serangan besar dari Kuda Mati. Kondisi gawat. Posko
Keadilan mencoba menghubungi Korem dan dijawab : "personel
sudah tidak ada". Warga muslim Batu Gantung berusaha
mempertahankan diri semampunya. Beberapa panah api
terbang membakar rumah-rumah di Batu Gantung tetapi
warga dapat memadamkannya.
 
Hingga pukul 14.45 daerah Batu Gantung terbakarÉÉ..
Pembakaran bermula dengan cara warga Kuda Mati sengaja
membakar rumah seorang Kristen (keluarga Rehata) yang
letaknya berhimpitan dengan rumah warga Batu Gantung. Rumah
tersebut sudah dikosongkan lebih dahulu. Angin ketika itu
berhembus kencang ke arah perumahan warga Batu Gantung,
hingga akhirnya rumah-rumah mereka terbakar. Rumah Wakil
Ketua DPW Partai Keadilan Maluku, Drs. Budi Santosa, terbakar
habis dan tidak ada harta yang terselamatkan kecuali pakaian
yang melekat di badan. Setelah itu kelompok penyerang
berusaha merusak Masjid Al Ikhlas dengan cara mengumpulkan
kayu bakar dan membakarnya tetapi tidak berhasil. Upaya
kedua dilakukan dan tetap tidak berhasil, yang rusak cuma
sebuah pintu dan mimbar yang hancur diparang. Hingga
sekarang Masjid Al Ikhlas masih berdiri tegak di tengah
bangkai rumah-rumah muslim yang habis terbakar. Warga Batu
Gantung berlarian untuk berlindung dan mengungsi di Asrama
Polisi Parigi Lima.
 
Kondisi tengah hari di Kota Ambon berubah panas dengan
sangat cepat. Pukul 14.00 warga sekitar Masjid Al Fatah
hampir semuanya mengungsi kedalam kompleks Masjid Al Fatah.
Masjid dengan segera berubah fungsi menjadi tempat penampungan
pengungsi yang padat. Demikian padatnya hingga pengungsi
tidak tertampung di Masjid Al Fatah dan memadati Masjid Jami'
Ambon yang terletak bersebelahan dengan Masjid Al Fatah.
Pengungsi yang seluruhnya muslim ini juga tidur di emperan
Islamic Center Komplek Masjid Al Fatah. Pada saat-saat
tersebut kondisi Rumah Sakit Bersalin Al Fatah berubah fungsi
menjadi Rumah Sakit Umum dan dipenuhi oleh pasien yang
luka-luka. Disaat kapasitas maksimal jumlah pengungsi
muslim dari Komplek Masjid Al Fatah ini mencapai 20.000 jiwa.
 
Beralih ke seberang teluk kota Ambon tepatnya di Desa Rumah
Tiga Kecamatan Teluk Ambon Baguala. Pukul 13.30 Warga Desa
Rumah Tiga, Wailela, Poka dan sekitarnya sudah mengungsi ke
Detasemen Zeni Tempur 5 (Denzipur) untuk mendapatkan
keamanan. Warga Desa Hitu dan Mamala mendapatkan informasi
bahwa Al-Fatah dikepung dan Umat Islam dibantai oleh orang
Kristen sehingga mereka turun ke Ambon untuk membantu umat
Islam. Dalam perjalanan mereka menuju Ambon, mereka dihadang
oleh warga Nasara kampung Benteng karang. Menurut sumber
yang dapat dipercaya warga kampung Benteng karang sudah
bersiaga menunggu kedatangan warga muslim desa Hitu dan
Mamala di atas Bukit benteng karang. Dari kontak fisik
antara dua kelompok ini jatuh banyak korban dipihak warga
Nasara benteng karang. Setelah sampai di Desa Nania mereka
dihadang oleh Brimob dan ditenangkan dengan penjelasan
bahwa kondisi Al-Fatah masih utuh. Kemudian mereka
dipaksa kembali ke desanya masing-masing. Pada saat itu
mereka sudah mendengar berita bahwa banyak jatuh kurban
dipihak kaum Muslim.
 
Kondisi ini membuat warga muslim Desa Hitu dan Mamala
marah. Akibatnya terjadi perusakan beberapa rumah penduduk
Nasara dan satu Gereja dibakar didesa Nania. Setelah itu
Mereka kembali ke desanya. Sekembali warga Hitu dan Mamala
dari Nania warga Nasara membalas serangan tadi dengan
membakar rumah-rumah muslimin dan Masjid yang ada didesa
Nania dan Hunut, termasuk kantor pengadilan Agama
kecamatan teluk Ambon Baguala. Dari peristiwa peperangan
di Benteng karang itu, pihak aparat mengevakuasi 6 (enam)
jenazah warga Nasara Benteng Karang dan dimakamkan
di desa Wailela.
 
Pengungsian bertambah terus. Pukul 14.30 warga Daerah Rumah
Tiga, wanita dan anak-anak diungsikan disatu tempat di
Denzipur, sedangkan pria berjaga-jaga di sekitar masjid
karena ada indikasi bahwa akan ada serangan kearah rumah
tiga. Demikian pula warga muslim di Perumnas Poka mengungsi
ke dalam masjid Al-Muhajirin Perumnas.
 
PUKUL 15.00 - 24.00 BTWI
 
Pukul 16.00 warga Waihaong yang mayoritas Muslim dikepung
serbuan warga Talake (Nashara), dan terjadi saling
bakar-membakar. Aparat hanya terlihat enam orang Polisi
sehingga tidak mampu berbuat banyak. Kondisi ini terus
berlangsung hingga menjelang Maghrib (pukul 18.00) ketika
pasukan Kostrad dari Ujung Pandang ditempatkan di lokasi
rawan kerusuhan di pusat Kota Ambon. Diperoleh kabar bahwa
sebanyak 118 provokator dari Jakarta sudah dipantau.
 
Pada saat yang sama, masuk informasi dari Tim Lapangan Pos
Keadilan bahwa ada 76 korban, 66 orang luka berat dan 10
orang meninggal dunia. Rinciannya adalah sbb.:
 
 * di RS Alfatah 13 luka-luka 1 meninggal,
 * di RS Tentara 11 luka-luka 3 meninggal,
 * di RS Bakti Rahayu 2 luka-luka 2 meninggal,
 * di RS Perigi Lima 40 Luku-luka 4 meninggal (jumlah 76
   orang tsb belum termasuk korban yang dirawat Di RSU Ambon).
 
Kerusuhan menyeberang ke Desa Wailete dan Kamiri.
Terjadilah tragedi berdarah. Desa Wailete yang muslim
diserang oleh warga Desa Hative Besar yang Nasara. Tidak
ada kesalahan warga Wailete kepada warga Hative Besar
kecuali mereka muslim. Serangan ini mendapat perlawanan sengit
warga Wailete sehingga warga Hative Besar mundur. Sambil
mundur mereka mengancam akan kembali menyerang besok pagi.
Para wanita dan anak-anak Desa Wailete dan Kamiri
berbondong-bondong mengungsi ke Kompi Senapan C di Wayame,
desa sebelah mereka.
 
Kerusakan meluas ke Desa Passo yang berada di pojok Teluk
Ambon Baguala. Pukul 18.45 Masjid Al Muhajirin di Batugong
Passo dibakar. Pada saat yang bersamaan ada beberapa masjid
yang dibakar, antara lain Masjid Jamiatul Islamiyah di
Galala dan sebuah Mushalla juga di desa Galala.
 
Malam hari dilewati seluruh warga dengan tegang. Semua
berjaga-jaga. Senjata-senjata disiapkan, parang, tombak,
panah, batu, ketapel, bambu runcing, balok kayu, potongan
besi, dan lain-lain.
 
HARI KAMIS TANGGAL 21 JANUARI 1999 (3 SYAWAL 1419 H)
 
Subuh dibakar api di Desa Wailete. Pukul 05.00 Kondisi
kerusuhan sudah mulai menyebar kedaerah pinggiran kota. Desa
Wailete kembali diserang warga Hative Besar. Penyerangan
dilakukan secara bergelombang dan menghantam semua yang
ditemui. Karena besarnya masa penyerang maka warga Desa
Wailete terpukul mundur, disusul Desa Kamiri. Kedua desa
dibumihanguskan. Dua ratus lima puluh rumah dibakar,
tempat-tempat usaha dijarah dan dibakar termasuk Kios Bahan
Bakar milik orang Bugis yang menimbulkan kobaran api yang
sangat besar. Masjid diserang, dibakar, dan dirobohkan.
Alhasil semua bangunan hancur, kecuali empat rumah yang
masih berdiri milik orang Nasrani yang tinggal disitu.
Aparat keamanan sudah ada yang bertugas di sekitar lokasi,
yaitu dari Kompi C733. Akan tetapi, aparat tersebut tidak
diberikan wewenang menembak langsung. Dari Posko beberapa kali
terdengar tembakan senapan mesin , tetapi disayangkan
ternyata hanya tembakan peringatan. Perlawanan warga Muslim
cukup maksimal, akan tetapi karena tanpa persiapan, akhirnya
mundur dan mengungsi ke Markas Kompi C733 Wayame. Dari
penyerangan ini didapati empat orang meninggal, tiga orang
karena tercincang dan satu orang hangus terbakar. Tiga orang
diantaranya dimakamkan sebagai syuhada tanpa dimandikan dan
dikafani di kampung Kota Jawa. Luka parah tiga orang, ada yang
tangannya putus, kepala terbelah, dan badan terbacok tetapi
masih bisa bertahan hidup. Kondisi Kamtibmas benar-benar
lumpuh total.
 
Pukul 05.30 Seorang wanita memakai kerudung berusaha
membakar masjid Al Fatah dengan bensin, tetapi segera
diketahui oleh ibu-ibu yang lain. Wanita ini lolos melalui
Jalan Baru (depan Masjid Al Fatah) dan bergabung dengan
barisannya di Gereja Silo-depan kantor PLN.
 
Pukul 10.00 Gereja Sumber Kasih di Silale dibakar massa .
 
Pukul 12.00 Ada informasi bendera RMS sudah berkibar di
Gunung Nona.
 
Pukul 14.00 Pangdam Trikora, Mayjen A. Sembiring
tiba di Ambon.
 
Pukul 16.00 Ditemukan dokumen RMS bertanggal 22
Pebruari 1997 yang ditandatangani oleh KN-RMS, FLJ
Tutuhatunewa di rumah tempat bantuan Edwin Manuputty (Pegawai
Bappeda Tingkat I Maluku).
 
HARI JUMAT TANGGAL 22 JANUARI 1999 (4 SYAWAL 1419 H)
 
Pukul 01.00 Gubernur Maluku, beserta para pemuka agama
berkeliling termasuk meninjau kamp pengungsi di Masjid Raya
Al Fatah. Gubernur menghimbau agar semua pihak dapat menahan
diri.
 
Pukul 12.00 Pangdam VIII Trikora, Gubernur, Wakil
Gubernur Maluku, Walikotamadya Ambon, serta rombongan
meninjau camp pengungsi di Masjid Al Fatah.
 
Pukul 13.00 Ummat Islam menjalankan shalat Jumat, termasuk di
Masjid Raya Al Fatah. Sekelompok Muslim yang belum
biasa Shalat berjaga-jaga. Di komplek-komplek perumahan
para anggota gereja menawarkan diri untuk menjaga ummat Islam
yang sedang shalat Jumat.
 
Pukul 18.00 Pangab Jen. Wiranto tiba di Ambon.
 
Diinstruksikan agar masyarakat tidak membawa senjata tajam
di jalan-jalan. Bagi yang melawan akan ditembak.
 
HARI SABTU TANGGAL 23 JANUARI 1999 (5 SYAWAL 1419 H)
 
Pukul 16.35 BTWI Instruksi dari Pangdam Trikora "yang keluar
dengan membawa senjata tajam akan disita bila melawan akan
ditembak.".
 
Pukul 21.30 BTWI, dilaporkan Seorang Anggota Kostrad
dibunuh oleh kaum perusuh (Nasara) di daerah Gudang Arang Air
Salobar dan senjatanya dirampas.
 
Kerusuhan rupanya tidak hanya terjadi di Ambon tetapi merambat
ke Kabuipaten Maluku Tengah. Ketegangan terus mencekam dan
menyebar di beberapa tempat dan akhirnya terjadi peristiwa
pertumpahan darah. Berikut kronologis
peristiwa-peristiwa tersebut :
 
 KERUSUHAN DI KAIRATU (MALUKU TENGAH)
 
HARI RABU TANGGAL 3 FEBRUARI 1999
 
Pukul 13.30 - 17.30 BTWI , terjadi perkelahian antara seorang
pemuda Muslim dengan pemuda Nasrani di terminal Kairatu.
Kemudian kasus ini berkembang karena sebelumnya sudah ada
masalah antara pemuda Nasrani yang sementara mabuk dengan
pemuda muslim. Pada saat yang sama terdengar satu letusan bom
di perkampungan muslim. Suasana menjadi panas dan mulai
nampak pembakaran yang dilakukan oleh kelompok nasrani yang
menyebabkan 12 rumah penduduk warga Muslim asal Kailolo
terbakar.
 
Pukul 17.30 BTWI, pasar Kairatu ikut terbakar yang
mayoritas penghuninya adalah muslim. Pada kejadian ini 1
orang meninggal dan 3 orang mengalami luka-luka. Kebakaran
ini tak dapat dicegah sehingga menyebar ke rumah-rumah
penduduk. Akibatnya penduduk dievakuasi ke Polres Kairatu
yang tercatat sekitar 2.000 orang. Perkembangan
selanjutnya sebagian besar korban mengungsi di beberapa
tempat di Pulau Ambon dan Pulau Haruku yang jumlahnya lebih
dari 1.500 orang.
 
Pukul 18.00 dan 22.00 BTWI bantuan pasukan sampai di tempat
kejadian antara lain dari Batalyon 731 dan Batalyon 731 Ambon
 
HARI KAMIS TANGAL 4 FEBRUARI 1999
 
Pukul 10.00 BTWI, kerusuhan merembet ke desa Waitasi.
Terjadi pembakaran rumah yang dilakukan oleh kaun nasara.
Warga yang telah terbakar rumahnya kemudian mengungsi ke desa
Liang (P. Ambon).
 
HARI JUMAT TANGGAL 05 FEBRUARI 1999
 
Pukul 05.30 - 13.00 BTWI, desa Waralohi (muslim) diserang oleh
warga nasrani desa Kamariang. Warga nasrani ini membakar
beberapa rumah yang ada di ujung desa Waralohy. Terjadi
bentrok fisik antara kedua warga yang masing-masing telah
mempersenjatai diri. Dalam bentrokan ini yang meninggal 7
warga waralohy dan 1 orang warga Kamariang, sementara 30
rumah penduduk terbakar. Semua penduduk waralohy dengan
menggunakan angkutan kapal mengungsi ke Pulau Ambon.
 
 
                     KERUSUHAN DI PELAUW
                 PULAU HARUKU (MALUKU TENGAH)
 
PELAUW, HARI SABTU TANGGAL 13 FEBRUARI 1999
 
Pukul 03.00 BTWI dini hari, sebuah rumah diujung kampung Pelau
(desa muslim) atas nama Yunus Sinai warga Aboru Nasrani)
Pegawai Depdikbud Pulau Haruku terbakar. Belum jelas siapa
pelaku pembakaran ini, namun diduga adalah warga Kariu
(Nasrani) yang memancing kemarahan warga Aboru supaya
menuduh orang Pelauw yang membakar rumah orang Aboru itu. Dan
memang benar akhirnya Orang Pelauwlah yang dituduh membakar
rumah itu. Tuduhan ini dilakukan oleh Oleh orang Aboru dan
Orang Kariu (kedua kampung ini adalah kampung kristen).
Kejadian ini mengakibatkan semua warga menjadi siaga.
Kejadian tersebut semakin memanas akibat berkembangnya
kejadian pelemparan terhadap beberapa warga Pelau oleh warga
Kariu.
 
HARI MINGGU TANGGAL 14 FEBRUARI 1999
 
Pukul 04.00 BTWI, terdengar bunyi tembakan dua kali dan
salah satu rumah yang berada di ujung desa Kariu
terbakar. Masing-masing desa saling menjaga-jaga. Muncul
aparat keamanan yang mengamankan batasan kedua desa.
 
Pukul 06.00 BTWI, konflik tersebut akhirnya berkembang dan
masyarakat Pelauw (muslim) sudah berniat jihad dengan
menggunakan baju adat jubah putih dan dilengkapi dengan
peralatan perang, antara lain parang dan tombak. Penjagaan
dilakukan dibatas desa dan demikian juga penduduk desa
Kristen Kariu. Tiba-tiba mereka mendapat tembakan dari
aparat kepolisian yang tidak menggunakan pakaian dinas
kearah orang Pelau sehingga timbul beberapa korban,
melihat saudara-saudara mereka tertembak kaum muslim Pelau
yang dibantu oleh pemuda muslim Kailolo dan telah sudah
siap dengan senjatanya marah dan menyerang Kariu yang
berdiri dengan aparat Kristen, akhirnya sekitar pukul 08.00
korban yang tertembak dari warga muslim pelauw bertambah
banyak.
 
Sementara itu masyarakat Kariu mempersenjatai diri dengan
senapan angin dan senapan api, mereka bertahan dengan
melakukan penembakan terhadap warga Pelau. Semakin banyak
korban berjatuhan pada peristiwa ini. Satu orang korban
muslim meninggal terkena ledakan granat dan 2 warga muslim
pelauw meninggal di tempat. Perkembangan selanjutnya pada
pukul 10.30 masyarakat Pelauw berhasil membakar seluruh
perkampungan Kariu. Sebagian masyarakat Kariu mengamankan
diri masuk kedalam Gereja. Pihak keamanan langsung
mengamankan geraja sehingga masyarakat menunda membakar
gereja. Namun sekitar pukul 13.30 masyarakat Pelau telah
membakar Gereja, dan sudah tidak menemukan satu orangpun
warga Kariu yang sebelumnya telah mengamankan diri kedalam
gereja. Sampai malam ini, kondisi sudah berangsur-angsur
membaik, namun desa-desa muslim disekitarnya (antara lain
Pelau, Kailolo, Rohomoni) menjaga-jaga.
 
Aparat kepolisian yang melakukan penembakan diamankan oleh
aparat keamanan lainnya yang berada di tempat kejadian,
namanya adalah Serka Loupatty. Sementara itu aparat n yang
terlibat dalam penembakan terhadap orang Pelauw berjumlah
sekitar 4 orang yaitu ; Serka Loupatty, Serda Titir Loloby,
Serda Hendrik Nandatu, Latumahina. Keempat polisi ini
bertugas di Polsek Pelauw.
 
Aparat kepolisian yang melakukan penembakan akhirnya
diamankan oleh aparat keamanan yang menjaga batasan kedua
desa, namanya adalah Serka Loupatty. Sementara itu aparat
keamanan yang terlibat dalam penembakan terhadap orang Pelauw
berjumlah 4 orang yaitu ; Serka Loupatty, Serda Titir
Loloby, Serda Hendrik Nandatu, Latumahina. Keempat polisi ini
bertugas di Polsek Pelauw.
 
Jumlah korban yang dapat terpantau sampai saat ini adalah
sebagai berikut :
 
16 orang muslim meninggal dunia dengan perincian 8 orang
warga Pelau, 4 orang warga Kailolo dan 4 orang warga Ori,
Sedangkan dipihak Nasrani 15 orang dengan perincian 9 orang
warga Kariu dan 6 orang warga Hulaliu (warga Hulalui nasrani
ini tewas karena menyerang desa Ori yang bertetangga).
Korban luka terkena tembak dari warga muslim Pelauw
jumlahnya 43 orang.

 (Kesimpulan, Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4, Bab 5)

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team