|
1. DUNIA YAHUDI KUNO (4/4)
Karena begitu besar kesuksesan politik kaum Yahudi di
Palestina, yang berlangsung selama 200 tahun, maka dalam
waktu yang singkat saja telah terhapus semua kenangan
mengenai tanah Arabia Barat sebagai tanah asal Israil.
Josephus, dalam karyanya The
Antiquities of the Jews --yang merupakan bangsanya
sendiri-- tidak lama setelah tahun 70 M., menganggap
Palestina adalah tanah asal mereka, dan sejak waktu itu
tidak ada yang menyimpang dari dugaan ini yang agaknya
memang masuk akal. Berabad-abad kaum Yahudi dan Kristen yang
berziarah mengikuti jejak pengembaraan para nabi dan nenek
moyang Israil mereka melintasi tanah bagian Utara Timur
Dekat, antara sungai Furat dan sungai Nil, dan mengenali
lokasi-lokasi bersejarah menurut Bibel dengan kota-kota atau
reruntuhan di Palestina. Saat ini arkeologi Bibel didasarkan
pada daerah yang sama, dan para sejarawan masih melanjutkan
penelitian mereka terhadap sejarah dunia Bibel pada zaman
Bibel --yang bertentangan dengan sejarah kaum Yahudi, di
Palestina dan bukan di Arabia Barat.
Sebagai akibat, jika seseorang meneliti kembali
kepustakaan yang telah dibuat oleh para sarjana dan
ahli-ahli purbakala dalam 100 tahun belakangan ini, kita
sadar akan adanya suatu ironi: beberapa teks Bibel Ibrani
tetap diperdebatkan, namun geografinya tidak diganggu gugat
lagi. Jadi kenyataannya, biarpun daerah Utara wilayah Timur
Dekat telah diselidiki dengan seksama oleh serangkaian
generasi ahli-ahli purbakala, dan setelah adanya penemuan,
penelitian dan penanggalan atas peninggalan-peninggalan dari
berbagai peradaban yang telah dilupakan, belum ada bukti
yang jelas yang diketemukan yang berhubungan langsung dengan
sejarah dunia Bibel.[24]
Lagi pula dari ribuan nama tempat yang tertera dalam Kitab
Bibel Ibrani, hanya beberapa di antaranya yang secara
linguistik dapat diidentifikasikan. Ini sangatlah luar
biasa, mengingat nama-nama tempat di sana, seperti di
seluruh Suria, selama sebagian besar zaman kuno adalah dalam
bentuk bahasa Kanaan dan Aram dan bukan dalam bentuk bahasa
Arab. Bahkan dalam beberapa kasus tempat-tempat di Palestina
memakai nama-nama menurut Bibel, koordinat tempat-tempat
tersebut menurut perhitungan jarak atau letaknya pun tidak
cocok dengan lokasi-lokasi di Palestina. Sebuah kejadian
yang patut diperhatikan berkenaan dengan Beersheba di
Palestina (lihat Bab 4), sebuah
kota yang namanya terkemuka di dalam kisah-kisah kitab
Kejadian, dan karena itu asal mula kota ini mestinya paling
tidak dari akhir Zaman Perunggu, tempat penggalian
arkeologis menemukan persis di tempat itu barang-barang kuno
yang bertanggal paling tidak dari akhir periode kerajaan
Rumawi.
Karena seluruh sejarah Timur Dekat kuno sebagian besar
diselidiki berhubungan dengan penelitian atas Bibel Ibrani,
maka sejarah ini sampai sekarang masih banyak mengandung
ketidakpastian, seperti halnya dengan 'Ilmu Pengetahuan
Bibel' modern. Catatan-catatan kuno Mesir dan Mesopotamia,
jika dibaca dengan bantuan teks-teks Kitab Bibel yang
kiasan-kiasan topografisnya dianggap berhubungan dengan
Palestina, Suria, Mesir atau Mesopotamia, telah secara
teliti disesuaikan dengan prasangka-prasangka para ahli
sejarah Kitab Bibel. Cara yang sama seperti itu juga
diterapkan dalam penterjemahan catatan-catatan kuno (seperti
catatan-catatan kuno dari Ibla, di sebelah utara Suria),
yang oleh para arkeolog masih ditemukan di negara-negara di
Timur Dekat. Bangsa-bangsa kuno Timur Dekat seperti bangsa
Filistin, bangsa Kanaan, bangsa Aram, bangsa Amorite, bangsa
Horite, bangsa Hittit (berbeda dengan bangsa kuno dari Suria
Utara dengan nama yang sama) dan bangsa-bangsa lainnya,
tanpa adanya bukti-bukti yang kuat telah ditentukan secara
geografis pada daerah-daerah yang bukan merupakan
wilayah-wilayah mereka. Lebih lagi, sejumlah bangsa ini,
yang namanya berasal dari teks-teks Bibel, di tentukan
secara tidak benar sebagai pemakai bahasa-bahasa yang
sebenarnya tidak mereka pakai, atau sebaliknya.
Sarjana-sarjana modern tetap bersikeras, misalnya, bahwa
bangsa Filistin dalam Bibel merupakan orang-orang laut
'non-Semit' yang misterius, dan hal ini sangatlah aneh
mengingat bahwa nama-nama kepala suku dan bahwa dewa mereka,
Dagon, (dgn, yang berarti
'jagung, padi') di dalam teks-teks Bibel adalah nama-nama
'Semit' (yang jelas merupakan nama-nama Ibrani).
Walaupun banyak masalah seperti di atas yang masih kurang
jelas dan masih dapat diperdebatkan, namun ada dua hal yang
sudah dapat dipastikan. Pertama, belum diketemukan
bukti-bukti mengenai asal mulanya orang-orang Iberani di
Mesopotamia dan dugaan mengenai adanya migrasi orang-orang
ini dari Mesopotamia menuju ke Palestina dengan jalan
melewati Suria Utara. Kedua, sampai kini belum ada
tanda-tanda yang ditemukan mengenai adanya tawanan
orang-orang Israil di Mesir, walaupun pernah adanya dalam
sejarah, suatu emigrasi besar-besaran orang-orang Israil
dari Mesir. [25]
Kita juga dapat mencatat, secara sepintas, bahwa para ahli
Bibel itu masih memperdebatkan masalah keluarnya kaum Israil
dari Mesir menuju ke Palestina melewati Sinai yang belum
terbukti secara memuaskan (mengenai hal ini, lihat observasi
terhadap Gunung Horeb, Bab 2).
Dengan penemuan-penemuan yang telah saya dapati, ini
bukanlah suatu hal yang mengagetkan. Para ahli Bibel telah
mencari bukti-bukti di tempat yang salah. Mereka menganggap
geografi Bibel Ibrani benar dan meragukan kebenarannya
sebagai kitab sejarah. Menurut hemat saya, cara yang lebih
produktif ialah dengan membenarkan isi sejarah Bibel Ibrani
dan meragukan isi geografinya, seperti yang telah saya
lakukan pada halaman-halaman yang berikut. Di antara
golongan-golongan orang Timur Dekat, nampaknya hanya kaum
Israil saja yang mempunyai kesadaran tajam akan sejarah,
atau setidak-tidaknya merupakan satu-satunya yang memahami
dan menceritakan sejarah mereka secara lengkap dan mudah
dimengerti. Kitab-kitab suci mereka, pada hakekatnya
merupakan potret diri bersejarah yang digambarkan secara
jelas dan mendetil. Memang benar bahwa kisah-kisah dalam
kitab Kejadian lebih bersifat proto-historikal daripada
historikal, dan lebih merupakan catatan-catatan tentang
orang Israil dan anggapan mereka sebagai bangsa itu daripada
tentang asal mula mereka. Tapi tidaklah mustahil bahwa
leluhur Ibrani orang-orang Israil itu pada suatu waktu
berasal dari sebuah suku yang terperangkap dan dipaksa kerja
di suatu tempat yang bernama
msrym --yang mungkin bukan
Mesir; kalau mereka mengadakan migrasi besar-besaran dari
tempat itu, di bawah seorang pemimpin yang bernama Musa yang
mengatur mereka dalam suatu kelompok keagamaan dan memberi
mereka hukum-hukum yang harus diperhatikan oleh mereka;
kalau mereka melintasi sebuah tempat yang bernama
h-yrdn --yang mungkin bukan
sungai Yordan-- di bawah pimpinan seseorang yang bernama
Yosua, untuk menetap di suatu tempat dan di situ mereka
akhirnya mencapai suatu penguasaan politik atas daerah itu;
kalau mereka tinggal di sana untuk beberapa waktu sebagai
suatu konfederasi yang longgar dari suku-suku di bawah
pimpinan kepala-kepala suku yang disebut 'Hakim-hakim', dan
terus menerus berperang dengan suku-suku dan
kelompok-kelompok lain yang tinggal di antara mereka, kalau
mereka pada akhirnya tersusun secara politis menjadi sebuah
'kerajaan' di bawah pimpinan Saul; kalau kerajaan ini
dikembangkan dan diberi suatu penyusunan dasar oleh Daud,
yang selain seorang prajurit yang ulung juga merupakan
seorang penyair, dan mencapai puncak kejayaannya di bawah
Sulaiman anak Daud, seseorang yang terkenal akan kearifan
dan kepandaiannya. Memang semestinya jika tidak ada orang
yang meragukan bahwa seluruh sejarah Israil, setelah
wafatnya Sulaiman, berjalan seperti yang tertulis dalam
Kitab Bibel Ibrani. Tetapi jika kita menganggap bahwa
segenap kejadian dalam sejarah ini berlangsung di Palestina,
dan mempelajari Bibel menurut anggapan ini, maka akan timbul
kebingungan dan sejumlah pertanyaan yang tak mampu terjawab
akan tak terhitung lagi banyaknya. Kalau saja kita menggeser
geografi dalam Bibel dari Palestina ke Arabia Barat, maka
tidak banyak kesukaran yang akan tersisa. Kalau kita
menimbang kembali catatan-catatan kuno Mesir, Babilonia dan
Suria menurut konteks geografi ini, maka semuanya akan cocok
pada tempat mereka. Panorama sejarah dalam Bibel Ibrani yang
sendirinya menceritakan kisah lengkap sebuah bangsa Timur
Dekat, menjadi petunjuk terhadap penyelesaian teka-teki
rumit sejarah Timur Dekat kuno,[26]
dan bukan panorama sejarah itu sendiri yang merupakan sebuah
teka teki yang rumit.
Seluruh argumentasi dalam bab pengenalan ini berpusat
pada dalil yang menyatakan bahwa tanah asal Israil dan tanah
kelahiran Yudaisme adalah Arabia Barat, bukan Palestina.
Dalam buku ini contoh teks-teks dari Kitab Bibel akan
diuraikan dengan cara menyelidiki nama-nama tempat secara
toponimis guna membuktikan kebenaran dalil ini --suatu fakta
yang semoga sewaktu-waktu akan dapat diperkuat oleh
penemuan-penemuan arkeologis pada lokasi-lokasi tersebut.
Secara ideal, seluruh teks Bibel Ibrani seharusnya diuraikan
dengan cara yang sama seperti di atas, akan tetapi ini
memerlukan jangka waktu yang sangat lama sekali. Andaikata
para pembaca bingung dengan apa yang dikatakan oleh buku
ini, perlu dijelaskan bahwa walaupun Bibel Ibrani
menceritakan sejarah orang-orang Israil kuno di Arabia
Barat, bukan berarti agama Yahudi tidak mempunyai dasarnya
di Palestina, karena sebenarnya dasarnya adalah di sana.
Kitab Bibel Ibrani yang ditulis di Arabia Barat lebih banyak
berkenaan dengan urusan-urusan kaum Israil di daerah itu,
dan bukan dengan kaum Yahudi di tempat-tempat lain.
Seperti yang telah dikatakan tadi, ada petunjuk-petunjuk
dari Kitab Bibel mengenai tumbuhnya sebuah pemukiman Yahudi
yang kuat di Palestina yang dimulai pada sekitar abad ke-10
S.M. Ada pula bukti-bukti yang berupa
dokumentasi-dokumentasi yang didapat dari luar Bibel Ibrani
yang membuktikan adanya orang-orang Yahudi di negara-negara
Timur Dekat --seperti daerah Utara
Mesir[27]--
sejak zaman kuno. Teks-teks kanonik Bibel Ibrani, yang
mereka membicarakan cukup mendetil tentang orang-orang
Yahudi di luar Arabia Barat, hanya melakukannya sehubungan
dengan penawanan orang-orang Israil oleh kerajaan Babilonia.
Rekonstruksi sejarah Yahudi yang mula-mula di Palestina
tidak mungkin didapat melalui teks-teks ini, ataupun melalui
catatan-catatan lain yang ada sampai sekarang.
|