|
1. DUNIA YAHUDI KUNO (1/4)
Asal mula penyelidikan ini datang secara tidak sengaja.
Pada suatu hari saya menerima sebuah copy cetakan indeks
ilmu bumi Arab Saudi, diterbitkan di Riyad pada tahun 1977,
dan ketika saya sedang memeriksanya untuk nama-nama tempat
yang tidak berasal dari bahasa Arab yang terletak di Arabia
Barat, ketika itulah saya menyadari bahwa nama-nama tempat
di Arabia Barat juga merupakan nama-nama tempat yang tertera
di dalam Kitab Perjanjian Lama, atau yang saya sebut Bibel
Ibrani. Pada mulanya saya meragukan persamaan ini, tetapi
setelah bukti-bukti yang memperkuat itu terkumpul, saya
merasa yakin bahwa persamaan antara nama-nama itu bukanlah
suatu kebetulan belaka. Hampir semua nama tempat kuno yang
saya dapati di dalam Bibel berpusat pada daerah dengan
panjang sekitar 600 kilometer dan selebar 200 kilometer,
yang pada zaman ini meliputi Asir (bahasa
Arabnya 'Asir) dan bagian
selatan Hijaz (al-Higaz). Semua
koordinat tempat-tempat yang disebutkan di dalam Kitab Bibel
Ibrani dapat dicocokkan dengan sebuah tempat di wilayah ini,
suatu fakta yang sangat penting, sedangkan belum ada
bukti-bukti yang mencocokkan koordinat-koordinat tersebut
dengan lokasi tempat-tempat di Palestina, tempat yang diduga
sebagai tanah asal Kitab Bibel. Saya tidak menemukan
sekelompok nama tempat kuno, dalam bentuk Ibraninya yang
masih asli di daerah-daerah lain di Timur Dekat. Saya merasa
berkewajiban untuk memikirkan adanya sebuah kemungkinan yang
sangat menakjubkan: yaitu bahwa Yudaisme bukan berasal dari
Palestina, melainkan dari Arabia Barat, dan bahwa seluruh
sejarah bangsa Israil kuno berlangsung di daerah ini, bukan
di tempat lain.
Sudah tentu, jika menganggap bahwa dugaan saya ini benar,
bukan berarti bahwa tidak ada orang Yahudi yang tinggal
menetap di Palestina pada zaman Bibel itu atau di negara
lain di luar wilayah ini. Yang dimaksud ialah bahwa Kitab
Bibel Ibrani itu pada dasarnya ialah suatu catatan mengenai
sejarah pengalaman bangsa Yahudi di Arabia Barat. Sayangnya
tidak ada catatan sejarah yang dapat menjelaskan bagaimana
Yudaisme dapat didirikan di Palestina pada zaman dahulu itu.
Tetapi kita dapat saja memberikan suatu perkiraan
berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Di antara agama-agama Timur Dekat yang diketahui, agama
Yahudi berada dalam golongan tersendiri; belum ada
usaha-usaha yang berhasil menjelaskan asal usulnya dalam
pengertian agama-agama kuno Mesopotamia, Suria atau Mesir,
kecuali dalam tingkat bayangan mitos-mitos. Salah satu
contoh yang demikian ini ialah kisah air bah, yang mungkin
juga terdapat dalam kitab 'Epik Gilgamesh' dari mesopotamia
kuno, dan mitos-mitos kuno lainnya, bahkan salah satu di
antaranya berasal dari Cina. Walaupun dengan adanya
contoh-contoh ini, kita tidak dapat memastikan asal-mulanya
mitos-mitos ini serta apa yang dibawa dan dari siapa.
Tetapi, seperti yang akan kita lihat dalam Bab
12, sangat masuk di akal untuk mengandaikan bahwasanya
asal mula agama Yahudi mungkin terbentuk karena adanya
kecenderungan terhadap monoteisme di Asir kuno tempat
sejumlah dewa-dewa gunung seperti Yahweh, El
Sabaoth, El Shalom, El Shaddai, El
Elyon dan yang lain entah bagaimana yang akhirnya diakui
sebagai dewa tertinggi, mungkin dengan adanya pembauran di
antara suku-suku setempat. Karena kemudian diadopsi oleh
suku Israil, sebuah suku lokal, monoteisme dasar Arabia
Barat ini lambat-laun berkembang menjadi sebuah agama dengan
jalan pemikiran yang tinggi, yang mempunyai sebuah kitab
keagamaan tetap, yang mengandung gagasan yang rumit tentang
sifat ketuhanan dan mempunyai tema kemasyarakatan dan etika
tersendiri. Agama itu dengan mudah menarik peminat-peminat
dari luar daerah asalnya, khususnya dari daerah-daerah yang
telah mengenal ketatasusilaan dan yang telah mempunyai
tingkat pemikiran yang cukup tinggi. Karena agama itu
mempunyai kitab dan dikembangkan oleh orang-orang yang dapat
menulis dan membaca, agama itu mudah untuk
disebarluaskan.
Bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab Yahudi ini biasanya
disebut Ibrani, dan agaknya merupakan dialek sebuah bahasa
Semit yang dahulunya merupakan bahasa sehari-hari yang
dipakai di pelbagai daerah di Arabia Selatan, Barat dan
Suria (termasuk Palestina). [1]
Seseorang dapat menyimpulkan hal ini melalui penyelidikan
etimologis dan dari nama-nama tempat di wilayah Timur Dekat,
mempertimbangkan pula distribusi geografis mereka. Karena
memerlukan kata yang lebih tepat, maka bahasa kuno ini kini
disebut bahasa Kanaan, menurut nama sebuah bangsa menurut
Bibel yang menggunakan bahasa ini.
[2]
Di samping bahasa Kanaan, ada satu lagi bahasa yang
dipakai di jazirah Arab dan Suria, bahasa ini adalah bahasa
Aram, diberi nama ini menurut nama bangsa Aram dari Bibel.
Tanpa memperdulikan siapa itu sebenarnya bangsa Kanaan dan
Aram, suatu topik yang akan saya bicarakan dalam Bab
4, [3]
dapat dipastikan bahwa bahasa Kanaan (atau bahasa Ibrani)
dan bahasa Aram pernah dalam waktu yang bersamaan digunakan
oleh berbagai masyarakat Arab dari wilayah Barat, seperti
halnya di Suria. Sebuah ayat pendek dari Kitab Bibel, jika
dilihat kembali dari segi nama-nama tempat di Arabia Barat
yang masih ada sejak dari zaman kuno, jelas mengungkapkan
hal ini.
Sebutan ini adalah Kejadian 31:47-49. Di sini dapat kita
baca mengenai sebuah timbunan tanah yang disebut 'timbunan
batu', didirikan untuk menjadi saksi atas persetujuan antara
Yakub, seorang Yahudi, dengan paman dari pihak ibunya,
seorang bangsa Aram dan ayah mertuanya, yaitu Laban. Laban
menyebutnya 'Yegar-sahadutha' (dalam bahasa Aram adalah
ygr shdwt'), tetapi Yakub
menyebutnya 'Galed' (dalam bahasa Ibraninya
gl'd) dan 'Mizpah' (Ibraninya
hmsph), yang berarti menara
penjagaan. Ketiga nama ini kini masih dipakai oleh tiga buah
desa yang tidak begitu terkenal, yang letaknya berdekatan,
di daerah maritim Asir, di kawasan Rijal Alma' (Rigal
Alma'), di sebelah barat Abha (Abha). Nama-namanya adalah:
Far'at Al-Shahda ('l shd'),
yang berarti 'Tuhan adalah saksi' atau 'Tuhan dari saksi',
dalam bahasa Arabnya pr't atau
pr'h, yang berarti bukit atau
timbunan, sama artinya dengan kata Aram
ygr; al-Ja'd
('l-g'd), yang merupakan sebuah
metatesis yang telah diarabkan dari kata
gl'd; dan al-Madhaf
(mdp; bandingkan dengan
msph).
Begitulah persamaan antara pemakai bahasa Kanaan dengan
pemakai bahasa Aram di Arabia Barat menurut Bibel, sehingga
menurut hemat saya orang-orang Israil itu bingung dari
kelompok mana mereka berasal. Walau mereka menganggap
sebagai bangsa Ibrani (lihat Bab
13), tetapi menurut Ulangan 26:5 leluhur mereka adalah
seorang yang berasal dari suku Aram. Pertentangan ini telah
lama membingungkan para ahli, tetapi jika anggapan saya
benar, hal itu memang masuk akal.
Kemungkinan besar awal tersebarnya agama Yahudi dari
tanah asalnya di Arabia Barat ke Palestina dan ke
daerah-daerah lain itu ialah dengan mengikuti jalur (route)
kafilah perdagangan antar Arabia. Pada zaman kuno, wilayah
Asir di Arabia Barat merupakan tempat pertemuan
kafilah-kafilah yang membawa barang-barang dagangan dari
berbagai negara di kawasan teluk Samudera Hindia seperti
India, Arabia Selatan serta Afrika Timur, dari satu arah,
dan dari Persia-Mesopotamia, dan negara-negara di Laut
Tengah bagian Timur, terutama Suria, Mesir dan dunia Aegea,
dari arah yang lain (lihat Peta
1).
Palestina, yang terletak di sudut Selatan Suria, dekat
Mesir, merupakan ujung penghabisan dari jalur perdagangan
kuno Arabia Barat pertama yang bertolak menuju arah ini.
Penduduk Yahudi yang pertama mestinya adalah
pedagang-pedagang dan kafilah-kafilah dari Arabi Barat yang
terlibat dalam perdagangan ini. Penduduk baru ini kemudian
dengan mudah menarik penduduk lokal untuk memasuki agama
mereka, yang dalam hal kecanggihan intelektualnya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan cara-cara pemujaan setempat dan
bahkan agama-agama tinggi kerajaan Mesir dan Mesopotamia.
Cara yang persis seperti inilah yang dipergunakan oleh
pedagang-pedagang Islam di berbagai tempat di Asia dan
Afrika Timur pada waktu-waktu yang kemudian. Mereka menarik
umat baru untuk memeluk agama Islam di mana pun mereka
singgah di antara penduduk itu yang memandang agama Islam
sebagai suatu agama yang lebih baik daripada agama mereka
sendiri.
Bukan maksud saya untuk mengatakan bahwa orang-orang
Yahudi itulah yang merupakan penduduk pertama Arabia Barat
di Palestina. Mestinya bangsa Filistin yang menurut Bibel
(lihat Bab 14) dari Arabia Barat
itulah yang terlebih dahulu menetap di daerah itu sebelum
mereka, mengingat bahwa merekalah yang memberi nama kepada
negara ini. Begitupun halnya dengan bangsa Kanaan dari
Arabia Barat (lihat catatan 3) yang
tampaknya telah 'tersebar' (Kejadian 10:18) sejak dahulu,
dan memberi nama pada tanah Kanaan
(kn'n) yang terletak di
sepanjang pantai Suria, di sebelah utara Palestina. Daerah
ini disebut Phoenicia oleh bangsa Yunani (mengenai Faniqa
atau 'Phoenicia' di Asir, lihat Bab
14 ). Bahwasanya Phoenicia sebenarnya disebut Kanaan
oleh penduduknya dapat diketahui dari sekeping uang logam
Yunani dari Beirut yang menceritakan dalam bahasa Funisia
(Phoenicia), bahwa kota ini terletak 'di Kanaan'
(b-kn'n), dan dalam bahasa
Yunani bahwa kota ini terletak 'di Phoenicia'.
[4] Menulis
mengenai 'bangsa Phoenicia' dan 'bangsa Suria dari
Palestina' pada abad ke-5 S.M., sejarawan Yunani Herodotus
yakin bahwa mereka berasal dari Arabia Barat. Ia menulis
tentang kedua bangsa itu: 'Negara ini, menurut cerita mereka
sendiri, dahulunya terletak di Laut Merah, tetapi dari sana
mereka menyeberang dan menetapkan diri di pesisir Suria, dan
di sana mereka masih menetap' (7:89; lihat juga ibid. 1:1).
[5]
Berapa pun umurnya perkampungan orang-orang dari Arabia
Barat yang tertua di daerah pesisir
Suria,[6]
migrasi orang-orang Filistin dan Kanaan ke sana mestinya
bertambah besar. Menurut kitab-kitab dalam Bibel Ibrani,
kerajaan Israil sudah dipastikan berdiri di Arabia Barat,
yang dihuni antara lain oleh bangsa Filistin dan Kanaan,
antara akhir abad ke-11 dan awal abad ke-10 S.M., yang
sebagian besar merugikan bangsa Filistin dan Kanaan. Karena
patah semangat dan berturut-turut dikalahkan oleh bangsa
Israil, maka orang-orang Filistin dan Kanaan ini kemungkinan
memperderas arus migrasi mereka ke daerah pesisir Suria pada
waktu yang sama. Di Palestina, nampaknya bangsa Filistin
menamakan perkampungan-perkampungan mereka (seperti Gaza dan
Askalon) menurut kota-kota di Arabia Barat yang mereka
tinggalkan. Dusun Bayt Dajan di Palestina ('kuil'
dgn, atau
'dagon') di Palestina, dekat
Jaffa, masih memakai nama dewa agama yang mereka anut
sewaktu di Arabia Barat (lihat Bab
14). Di sebelah utara Palestina, bangsa Kanaan juga
memberi nama-nama yang berasal dari Arabia Barat kepada
perkampungan-perkampungan mereka - nama-nama seperti Sur
(Tyre), Sidon, Gebal (dalam bahasa Yunani =
Byblos), Arwad (dalam bahasa
Yunani = Arados), atau
Libanon.[7]
Pada saat orang-orang Israil dari Arabia Barat (dan mungkin
kaum Yahudi dari Arabia Barat lainnya) memulai migrasi
mereka ke arah Utara untuk menetap di Palestina, yang tak
dapat ditentukan tahunnya, mereka juga memberikan nama-nama
yang berasal dari daerah mereka yang dahulu kepada
tempat-tempat pemukiman mereka atau kepada tempat-tempat
pemujaan penduduk setempat yang diambil alih oleh mereka dan
menggabungkannya dengan kuil-kuil Yahudi mereka. Di antara
yang paling kentara dan yang paling terkenal adalah:
Yerusalem (yrwslm, lihat
Bab 9), Bethlehem
(byt lhm, lihat Bab
8), Hebron (hbrwn, lihat
Bab 13? Carmel
(krml),[8]
dan kemungkinan Galilee
(glyl),[9]
Hermon
(hrmwn)[10]
dan Yordan (h-yrdn, lihat
Bab 7), semuanya membenarkan hal
ini. Di kebanyakan tempat di dunia, pada suatu waktu,
imigran-imigran yang rindu sering menamakan kota-kota,
daerah-daerah, pegunungan, sungai-sungai, atau bahkan suatu
negara atau pulau-pulau dengan nama-nama yang mereka bawa
dari tanah yang mereka tinggalkan. Mengingat pada zaman
dahulu bahasa yang dipergunakan di daerah Suria dan Arabia
Barat adalah sama, kita tidak dapat meniadakan adanya
kemungkinan besar bahwa beberapa tempat di kedua wilayah itu
dahulunya mempunyai nama-nama yang sama, terutama jika
berkenaan dengan ciri-ciri topografis, hidrologis atau
ekologis tertentu, atau berkenaan dengan pemujaan terhadap
dewa yang sama. Dalam corak kebudayaan tradisional, seperti
dalam halnya bahasa, Suria dan Palestina tidak pernah jauh
berbeda.
|