| |
|
HAK DAN KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT DAN TEMAN-TEMANNYA (21/25) Dr. Yusuf Qardhawi SI SAKIT MENGHARAPKAN KEMATIAN Apabila si sakit diperbolehkan mengeluhkan penderitaannya sebagaimana saya sebutkan, maka tidaklah baik baginya mengharapkan kematian atau meminta kematian karena penderitaan yang dialaminya, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bahwa Nabi saw. bersabda: "Jangan sekali-kali seseorang diantara kamu mengharapkan kematian karena penderitaan yang dialaminya. Jika ia harus berbuat begitu, maka hendaklah ia mengucapkan, 'Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup itu lebih baik bagiku; dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku."83 Hadits Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya menjelaskan hikmah larangan ini, maka Nabi saw. bersabda: "Dan jangan sekali-kali salah seorang diantara kamu mengharapkan kematian, karena kalau ia orang baik maka boleh jadi akan menambah kebaikannya; dan jika ia orang yang jelek maka boleh jadi ia akan bertobat dengan tulus."84 Makna kata yasta'tibu ialah kembali dari segala sesuatu yang menjadikannya tercela, caranya ialah dengan melakukan tobat nashuha (tobat yang tulus). Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda: "Jangan sekali-kali salah seorang diantara kamu mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa memohon kematian sebelum datang waktunya. Sesungguhnya kematian itu apabila datang kepada salah seorang diantara kamu maka putuslah amalnya, dan sesungguhnya tidak bertambah umur orang mukmin itu melainkan hanya menambah kebaikan baginya."85 Para ulama mengatakan, "Sebenarnya dimakruhkannya mengharapkan kematian itu hanyalah apabila berkenaan dengan kemudaratan atau kesempitan hidup duniawi, tetapi tidak dimakruhkan apabila motivasinya karena takut fitnah terhadap agamanya, karena kerusakan zaman, sebagaimana dipahami dari hadits Anas di atas. Banyak diriwayatkan dari kalangan salaf yang mengharapkan kematian ketika mereka takut fitnah terhadap agamanya."86 Hal ini diperkuat oleh hadits Mu'adz bin Jabal mengenai doa Nabi saw.: "Ya Allah, aku mohon kepada-Mu (agar Engkau menolongku untuk) melakukan kebaikan, meninggalkan kemunkaran, dan mencintai orang-orang miskin. Dan apabila Engkau menghendaki suatu fitnah kepada suatu kaum, maka wafatkanlah aku untuk menghadapMu tanpa terkena fitnah."87 Selain itu, juga disebutkan dalam beberapa hadits yang membicarakan tanda-tanda hari kiamat bahwa kelak akan ada seseorang yang melewati kubur saudaranya, lalu ia mengatakan, "Alangkah baiknya kalau aku yang menempati tempatnya (kuburnya)." Tidak disukainya (dimakruhkannya) mengharapkan kematian ini dengan ketentuan apabila hal itu dilakukan sebelum datangnya pendahuluan kematian; namun jika setelah pendahuluan kematian itu datang, maka tidak terlarang dia mengharapkannya karena merasa rela bertemu Allah, dan tidak terlarang pula bagi orang yang meminta kematian karena kerinduannya untuk bertemu dengan Allah Azza wa Jalla. Karena itu, dalam bab ini pula Imam Bukhari mencatat hadits Aisyah yang mengatakan, "Saya mendengar Nabi saw., sambil bersandar pada saya, berdoa: "Ya Allah, ampunilah aku dan kasih sayangilah aku, dan pertemukanlah aku dengan teman yang luhur."88 Hal ini sebagai isyarat bahwa larangan tersebut khusus untuk keadaan sebelum datangnya pendahuluan kematian.89 (Bagian: 01, 02, 03, 03a, 04, 05, 06, 07, 08, 09, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 21a, 22, 23, 24, 25) ----------------------- Fatwa-fatwa Kontemporer Dr. Yusuf Qardhawi Gema Insani Press Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740 Telp. (021) 7984391-7984392-7988593 Fax. (021) 7984388 ISBN 979-561-276-X |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |